KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah melalui proses pembahasan yang panjang dan tarik ulur, pemerintah akhirnya memutuskan upah minimum provinsi (UMP) 2025 naik sebesar 6,5%. Kenaikan upah tersebut diumumkan langsung Presiden Prabowo Subianto. Sebelum memutuskan menaikkan UMP 2025 menjadi 6,5%, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli memberikan rekomendasinya hanya naik 6%. Namun Prabowo akhirnya memutuskan angka 6,5%. "Setelah di bahas melaksanakan pertemuan-pertemuan dengan pimpinan buruh, pengusaha kita ambil keputusan rata rata kenaikan upah nasional pada tahun 2025, sebesar 6,5%," kata Prabowo dalam konferensi pers di Jakarta, Jum'at (29/11).
Menurut Prabowo, untuk upah minimum sektoral, akan ditetapkan lebih lanjut oleh Dewan Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota. "Ketentuan lebih rinci terkait upah minimum akan diatur oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan," ujarnya.
Baca Juga: Apindo Minta Penetapan UMP Tahun 2025 Tetap Pakai Formula PP 51/2023, Ini Alasannya Prabowo menegaskan, kenaikan upah ini penting sebagai jaringan pengaman sosial bagi pekerja di bawah usia kerja 12 bulan dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup layak. Tak cuma itu, penetapan upah ini dilakukan untuk meningkatkan daya beli pekerja namun tetap memperhatikan daya saing usaha. "Kita akan perjuangkan terus perbaikan kesejahteraan mereka," tegas Prabowo. Ketua KSPI Said Iqbal bilang, Presiden Prabowo menaikkan UMP 2025 sebesar 6,5% demi memperhatikan kesejahteraan buruh dan kelangsungan dunia usaha. "Untuk nilai kenaikan upah minimun sektoral provinsi dan kabupaten/kota akan ditentukan oleh dewan pengupahan daerah," jelasnya. Sebelumnya, KSPI bertemu dengan Prabowo yang mana pembicaraannya terkait penetapan upah minimum dan upah minimum sektoral 2025. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam belum bisa menyikapi lebih lanjut terkait penetapan kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5% yang lansgung diumumkan Presiden Prabowo. "Kami belum bisa bersikap (menolak-menerima) karena belum menerima lebih detail penjelasan pemerintah karena baru mendengar dari media," katanya saat dikonfirmasi KONTAN. Bob bilang, terkait upah ini apakah ke depannya cukup diumumkan oleh presiden tanpa kejelasan bagaimana rumusan kenaikan pengupahan tersebut. Yang terang, Apindo juga perlu memahami dasarnya lantaran harus menjelaskan kembali ke pelaku industri.
Baca Juga: PPN Bakal Naik jadi 12% Tahun Depan, APINDO Minta Pemerintah Kaji Ulang Sebelumnya, Apindo sempat menyampaikan kisaran kenaikan UMP 2025 maksimal di bawah 5% dengan merujuk angka inflasi yang ada. Angka tersebut. Tahun ini jika mengikuti PP 51/2023, Apindo ingin membuat skala upah pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 tahun akan ada kenaikan gaji dengan skala tergantung kemampuan perusahaan, antara 1%-3,5%. Pengamanat Ketenagakerjaan Tadjudin Nur Effendy menilai, angka kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5% adalah masuk akal. Pertimbangannya, inflasi sekitar 3%, sehingga masih ada tambahan penghasilan 3,5%. "Angka 6,5% ini sebagai jalan tengah antara tuntutan buruh yang minta kenaikan 10%, sedangkan pengusaha meminta kenaikan upah tidak tinggi karena kondisi ekonomi sedang tidak baik-baik saja," sebutnya kepada KONTAN, kemarin Hanya saja, Tadjudin kenaikan UMP 6,5% ini akan menjadi sia-sia jika pemerintah tetap mengerek PPN menjadi 12% pada Januari nanti. Asumsinya, dampak dari kenaikan PPN ini bisa memantik kenaikan barang-barang konsumsi 3%-6%. Pasalnya, yang paling terdampak dari kenaikan PPN adalah masyarakat kelas menengah bawah, termasuk buruh. "Kita tidak habis pikir dengan kebijakan pemerintah. Satu sisi akan memberikan tax amnesty, tapi di sisi lain menaikkan PPN. Padahal sudah bisa diprediksi akibat kenaikan PPN di tengah penurunan daya beli tentu akan menekan tingkat konsumsi kelas menengah ke bawah," paparnya. Lantaran tingkat konsumsi melemah, maka efeknya ke pertumbuhan ekonomi. Padahal, pertumbuhan ekonomi ini pengaruhnya terhadap penyerapan lapangan kerja.
Baca Juga: Apindo Minta Pemerintah Pertimbangkan Larangan Truk Sumbu3 Saat LiburNataru Mendatang Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat