UMP 2026 Naik 6%-7%, Serikat Pekerja: UMP Belum Bisa Atasi Tekanan Biaya Hidup
Minggu, 28 Desember 2025 04:00 WIB
Oleh: Adi Wikanto | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - Jakarta. Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026 resmi naik sekitar 6%. Namun, kaum buruh menilai kenaikan UMP 2025 belum bisa mengatasi tekanan biaya hidup yang semakin besar. Penetapan UMP 2026 mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan, dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional, inflasi, serta kebutuhan hidup layak pekerja. Sesuai PP tersebut, formula kenaikan UMP 2026 adalah Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa). Kementerian Ketenagakerjaan menetapkan rentang Alfa 0,5–0,9.
Adapun alfa merupakan indeks tertentu yang merepresentasikan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dengan adanya variabel ini, besaran kenaikan upah minimum di setiap daerah dipastikan tidak seragam, melainkan disesuaikan dengan kondisi ekonomi masing-masing wilayah. Baca Juga: Fenomena Geologi Langka: Benua Afrika Terbelah Perlahan, Peta Dunia Akan Berubah Berdasarkan keputusan resmi, UMP 2026 paling tinggi adalah di DKI Jakarta dengan Rp 5,7 juta. Sedangkan UMP 2026 terendah adalah di Jawa Barat Rp 2,3 juta per bulan. Tahun 2025, UMP terendah adalah Jawa Tengah. Sementara itu, dari 38 provinsi, masih ada dua provinsi yang belum menetapkan UMP. Hal ini karena keduanya adalah provinsi baru, hasil pemekaran. Mereka adalah Provinsi Papua Pegunungan dan Papua Tengah. Tonton: Menko Airlangga Instruksikan WFA di Mall: Demi Dongkrak Penjualan Rp110 Triliun Tabel UMP 2026 Berikut tabel UMP 2026, persentase kenaikan, dan UMP 2025 untuk seluruh 36 provinsi
Provinsi
UMP 2026 (Rp)
Kenaikan (%)
UMP 2025 (Rp)
DKI Jakarta
5.729.876
6,17%
5.396.760
Papua Selatan
4.508.850
5,20%
4.285.850
Papua
4.436.283
3,51%
4.285.850
Papua Tengah
4.295.848
0,23%
4.285.848
Bangka Belitung
4.035.000
4,09%
3.876.600
Sulawesi Utara
4.002.630
6,02%
3.775.425
Sumatera Selatan
3.942.963
7,10%
3.681.571
Sulawesi Selatan
3.921.088
7,21%
3.657.527
Kepulauan Riau
3.879.520
7,06%
3.623.653
Papua Barat
3.840.947
6,25%
3.615.000
Riau
3.780.495
7,74%
3.508.775
Kalimantan Utara
3.770.000
5,30%
3.580.160
Papua Barat Daya
3.766.000
4,21%
3.614.000
Kalimantan Timur
3.759.313
5,03%
3.579.313
Kalimantan Selatan
3.686.138
12,29%
3.282.812
Kalimantan Tengah
3.686.138
6,12%
3.473.621
Maluku Utara
3.552.840
4,24%
3.408.000
Jambi
3.471.497
7,32%
3.234.533
Gorontalo
3.405.144
5,69%
3.221.731
Maluku
3.334.499
6,15%
3.141.699
Sulawesi Barat
3.315.935
6,81%
3.104.430
Sulawesi Tenggara
3.306.496
7,58%
3.073.551
Sumatera Utara
3.228.701
7,89%
2.992.599
Sumatera Barat
3.214.846
7,37%
2.994.193
Bali
3.207.459
7,04%
2.996.560
Sulawesi Tengah
3.179.565
9,09%
2.914.583
Banten
3.100.881
6,74%
2.905.119
Kalimantan Barat
3.054.552
6,12%
2.878.286
Lampung
3.047.734
5,35%
2.893.069
Bengkulu
2.827.250
5,89%
2.670.039
Nusa Tenggara Barat (NTB)
2.673.861
2,73%
2.602.931
Nusa Tenggara Timur (NTT)
2.455.898
5,45%
2.328.969
Jawa Timur
2.446.880
6,11%
2.305.984
DI Yogyakarta
2.417.495
6,78%
2.264.080
Jawa Tengah
2.327.386,07
7,29%
2.169.348
Jawa Barat
2.317.601
5,77%
2.191.232
Tonton: Kejagung Dalami Dugaan Keterlibatan Riza Chalid dalam Kasus Minyak Mentah Tekanan biaya hidup Dilansir dari Kompas.com, Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) menilai penetapan UMP 2026 di hampir seluruh daerah belum sepenuhnya mampu mengimbangi tekanan biaya hidup yang terus meningkat. Kenaikan upah dinilai belum sejalan dengan lonjakan harga kebutuhan dasar yang dirasakan buruh dalam kehidupan sehari-hari. Presiden ASPIRASI Mirah Sumirat mengatakan, meskipun para kepala daerah telah menetapkan UMP 2026 sesuai kewenangannya masing-masing, realitas di lapangan menunjukkan tambahan upah tersebut belum cukup menjawab kebutuhan riil pekerja. “Kami menghormati dan mengapresiasi penetapan UMP 2026 oleh para kepala daerah. Namun secara faktual, kenaikan tersebut belum menjawab kebutuhan riil buruh karena harga pangan, kesehatan, transportasi, dan pendidikan terus mengalami kenaikan,” ujar Mirah dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/12/2025). Menurut Mirah, persoalan utama yang dihadapi pekerja saat ini tidak hanya terletak pada besaran kenaikan upah minimum, melainkan pada lemahnya pengendalian harga kebutuhan pokok oleh pemerintah. Tanpa kebijakan yang efektif untuk menahan laju inflasi kebutuhan dasar, tambahan upah yang diterima buruh berpotensi langsung tergerus oleh biaya hidup. Kondisi tersebut, lanjut dia, membuat kenaikan UMP tidak otomatis berdampak pada peningkatan kesejahteraan pekerja. Dalam banyak kasus, daya beli buruh justru stagnan karena pengeluaran rumah tangga terus meningkat. Baca Juga: UMP 2026 Rata-Rata Naik 5%-7%, Apindo Ajukan Dispensasi Mirah menegaskan bahwa kebijakan pengupahan tidak dapat dipisahkan dari kebijakan sosial dan ekonomi lainnya. Pemerintah pusat maupun daerah dinilai perlu memastikan stabilitas harga pangan, keterjangkauan layanan kesehatan dan pendidikan, serta ketersediaan transportasi publik yang layak dan terjangkau. “Jika tidak ada intervensi serius terhadap biaya hidup, maka kenaikan UMP hanya akan menjadi formalitas administratif, bukan instrumen peningkatan daya beli,” tegasnya. ASPIRASI juga mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pengupahan nasional. Evaluasi tersebut dinilai perlu melibatkan serikat pekerja secara lebih bermakna agar penetapan upah minimum benar-benar berpijak pada prinsip kebutuhan hidup layak. Ke depan, ASPIRASI berharap kebijakan UMP tidak hanya berfokus pada angka kenaikan tahunan, tetapi terintegrasi dengan strategi pengendalian harga serta penguatan perlindungan sosial bagi pekerja di tengah dinamika ekonomi yang semakin kompleks. KHL 2025 38 Provinsi Kemnaker resmi merilis metode terbaru penghitungan KHL di Indonesia. KHL merupakan standar kebutuhan hidup selama satu bulan agar pekerja atau buruh beserta keluarganya dapat hidup secara layak. Dalam metode terbaru ini, Kemnaker mengadopsi standar International Labour Organization (ILO) dengan mempertimbangkan komponen utama kebutuhan rumah tangga. Komponen tersebut meliputi kebutuhan makanan, kesehatan dan pendidikan, kebutuhan pokok lainnya, serta perumahan atau tempat tinggal. Dengan pendekatan ini, penghitungan KHL mencerminkan kondisi riil biaya hidup di setiap daerah. Hal ini sekaligus menjawab tuntutan pekerja agar penetapan upah minimum lebih manusiawi dan berbasis kebutuhan hidup nyata. Hasil penghitungan menunjukkan KHL tertinggi berada di DKI Jakarta, yakni sebesar Rp 5.898.511 per bulan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan UMP Jakarta 2025 yang sebesar Rp 5,4 juta per bulan. Sementara itu, disparitas cukup besar terlihat di beberapa daerah lain. Di DI Yogyakarta, KHL tercatat mencapai Rp 4.604.982 per bulan, lebih dari dua kali lipat UMP Yogyakarta 2025 yang hanya Rp 2.264.080. Kondisi serupa juga terjadi di Jawa Tengah, dengan KHL Rp 3.512.997 per bulan, sedangkan UMP 2025 hanya Rp 2.169.349. Adapun rumus penghitungan KHL yang digunakan Kemnaker adalah sebagai berikut:
KHL = (Konsumsi per kapita × jumlah anggota rumah tangga) : jumlah anggota rumah tangga yang bekerja.
Selain Yogyakarta dan Jawa Tengah, sejumlah provinsi lain juga memiliki nilai KHL di atas UMP yang berlaku pada 2025. Oleh karena itu, penetapan UMP 2026 diarahkan agar secara bertahap mendekati nilai KHL di masing-masing provinsi. Tonton: Saingi NASA, Rusia Berambisi Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Bulan pada 2036 Berikut rincian lengkap KHL di 38 provinsi di Indonesia, dikutip dari akun Instagram resmi Kemnaker @kemnaker: 1. Aceh: Rp 3.654.466 per bulan 2. Sumatera Utara: Rp 3.599.803 per bulan 3. Sumatera Barat: Rp 4.076.173 per bulan 4. Riau: Rp 4.158.948 per bulan 5. Jambi: Rp 3.931.596 per bulan 6. Sumatera Selatan: Rp 3.299.907 per bulan 7. Bengkulu: Rp 3.714.932 per bulan 8. Lampung: Rp 3.343.494 per bulan 9. Kepulauan Bangka Belitung: Rp 4.714.805 per bulan 10. Kepulauan Riau: Rp 5.717.082 per bulan 11. DKI Jakarta: Rp 5.898.511 per bulan 12. Jawa Barat: Rp 4.122.871 per bulan 13. Jawa Tengah: Rp 3.512.997 per bulan 14. DI Yogyakarta: Rp 4.604.982 per bulan 15. Jawa Timur: Rp 3.575.938 per bulan 16. Banten: Rp 4.295.985 per bulan 17. Bali: Rp 5.253.107 per bulan Baca Juga: Kementerian Keuangan Akan Perbanyak Terbitkan Surat Utang Tenor Pendek di 2026 18. Nusa Tenggara Barat: Rp 3.410.833 per bulan 19. Nusa Tenggara Timur: Rp 3.054.508 per bulan 20. Kalimantan Barat: Rp 4.083.420 per bulan 21. Kalimantan Tengah: Rp 4.279.888 per bulan 22. Kalimantan Selatan: Rp 4.112.552 per bulan 23. Kalimantan Timur: Rp 5.735.353 per bulan 24. Kalimantan Utara: Rp 4.968.935 per bulan 25. Sulawesi Utara: Rp 3.864.224 per bulan 26. Sulawesi Tengah: Rp 3.546.013 per bulan 27. Sulawesi Selatan: Rp 3.670.085 per bulan 28. Sulawesi Tenggara: Rp 3.645.086 per bulan 29. Gorontalo: Rp 3.398.395 per bulan 30. Sulawesi Barat: Rp 3.091.442 per bulan Baca Juga: BGN Tegaskan Anak Tidak Dipaksa ke Sekolah untuk Ambil MBG Saat Libur Semester 31. Maluku: Rp 4.168.498 per bulan 32. Maluku Utara: Rp 4.431.339 per bulan