JAKARTA. Hari Selasa (16/12) ini, Dewan Pengupahan DKI Jakarta telah menggelar rapat bersama dengan Gubernur DKI Jakarta untuk membahas revisi Upah Minimum Provinsi (UMP) 2015. Rapat ini menindak lanjuti tuntutan buruh yang meminta kenaikan UMP 2015 menjadi Rp 3 juta akibat kenaikan harga BBM subsidi. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama mengatakan, dirinya tidak mengabulkan tuntutan buruh yang menginginkan upah sebesar Rp 3 juta. Sebab kenaikan harga BBM bersubsidi tidak berdampak siginifikan terhadap pertambahan angka inflasi di DKI Jakarta. "Kita sudah minta Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung dampak kenaikan BBM terhadap pertambahan inflasi. Ternyata cuma nambah 1,43% saja. Kalau inflasi hanya naik 1,43%, kenaikan upah tidak sampai Rp 3 juta. Apalagi kita juga sudah memperbaiki kualitas komponen KHL untuk air kemasan dan mie instan," ujar Ahok, Selasa (16/12).
Dengan pertambahan inflasi yang hanya 1,43%, Ahok menilai kenaikan upah berada di kisaran angka Rp 2,73 juta. Besaran upah ini dihitung dengan komponen KHL yang telah dinaikan ditambah dengan pertumbuhan ekonomi yang turun dan kenaikan inflasi. "Tidak mungkin upah buruh menyentuh Rp 3 juta. Paling mentok juga Rp 2,75 juta. Itu pun sudah sudah saya bulatkan dari Rp 2,73 juta dan menggunakan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 6,9% sebelum kenaikan BBM," jelasnya. Oleh karena itu dia memutuskan untuk tidak merevisi nilai UMP 2015 DKI Jakarta. Sehingga Pergub No 176 Tahun 2014 yang menjelaskan nilai UMP 2015 sebesar Rp 2,7 juta tetap berlaku dan mulai diterapkan pada Januari 2015. Ahok meminta kepada semua pengusaha menyesuaikan besaran upah mengikuti Pergub yang telah ditetapkan. Sebab, Pemprov DKI Jakarta tidak akan menerima pengusaha yang mengajukan penangguhan UMP 2015. "Kalau mereka menangguhkan kita tidak ijinkan. Kalau tidak sanggup silahkan keluar dari Jakarta," tegasnya. Kendati nilai UMP 2015 tidak jadi direvisi, buruh tetap bisa menuntut perbaikan kesejahteraan pada Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) yang pembahasannya hanya melibatkan asosiasi pengusaha dengan serikat pekerja di sektor yang bersangkutan secara bipartit. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta Priyono menjelaskan, perhitungan UMSP tidak menggunakan survei sehingga tidak ada batas tertinggi kenaikan. Ia menjelaskan rata-rata kenaikan UMSP minimal 5% di atas UMP. "Tidak ada survei untuk UMSP. Hanya kesepakatan pengusaha dengan pekerja sektor masing-masing. Kalau perusahaannya mau bayar tinggi ya tidak masalah. Untuk tahun ini nilai UMSP belum ada. Biasanya persektor ajukan 6% atau 8% dari UMP. Minimal 5% diatas besaran UMP," ungkapnya. Anggota Dewan Pengupahan unsur pengusaha Sarman Simanjorang mengatakan, pembahasan UMSP antara asosiasi pengusaha dengan serikat pekerja mulai digelar oleh masing-masing sektoral pada minggu depan. Jika sampai akhir tahun belum ada kesepakatan besaran UMSP, Sarman menjelaskan pengusaha akan membayar upah buruh sesuai dengan nilai UMP 2015 disertai dengan beberapa penyesuaian sampai adanya kesepatakan nilai UMSP. "Perundingan UMSP akan mulai digelar pada minggu depan. Diharapkan sebelum akhir tahun sudah ada kesepakatannya. Tapi kalau belum ada pengusaha akan menggunakan UMP Rp 2,7 juta dengan beberapa penyesuaian seperti uang insentif transportasi," ujarnya.
Anggota Dewan Pengupahan unsur Serikat Pekerja Dedi Hartono mengaku kecewa dengan keputusan Ahok yang tidak merevisi nilai UMP 2015. Ia menilai Ahok telah lalai dalam menghitung besaran UMP Rp 2,7 juta tersebut karena tidak mempertimbangkan faktor-faktor di luar rumus penghitungan KHL seperti kenaikan BBM. "Penghitungan UMP hanya dengan mempertimbangkan KHL dan pertumbuhan ekonomi saja pasti tidak akan ketemu angka Rp 3 juta, pasti Rp 2,7 juta. Terlebih lagi kenaikan inflasi tidak signifikan, padahal penghitungannya dilihat dari segi makro bukan mikro. Seharusnya Ahok mempertimbangkan penambahan alfa, yaitu faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi penghitungan UMP seperti kenaikan BBM tersebut," tegasnya. Dedi berpendapat kenaikan harga BBM telah menaikan harga-harga di komponan Kehidupan Hidup Layak. Komponen transportasi naik 33%, makanan dan minuman naik 2-5%, kesehatan seperti sabun naik 5%, dan sewa kamar juga naik 10% atau Rp 50-100 ribu/bulan. Meskipun kecewa, Dedi menuturkan pihaknya akan tetap menerima keputusan Ahok tersebut. "Ya beginilah adanya, kami kecewa tapi bagaimanapun tetap harus menerima UMP Rp 2,7 juta. Semoga di UMSP aspirasi kami dapat tersalurkan," tuturnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa