KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan simulasi umur cadangan nikel Indonesia yang akan semakin menipis. Hal ini dipengaruhi semakin banyaknya smelter nikel yang beroperasi. Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif menjelaskan dengan beroperasinya 47 smelter dengan perincian nikel yang mengalami proses pyrometalurgi ke arah
stainless steel ada 44 smelter dan yang menggunakan proses hydrometalurgi ke arah baterai itu ada 3 smelter. Sebanyak 47 smelter ini konsumsi bijih nikel sekitar 150 juta ton sampai 200 juta ton per tahun.
“Dengan asumsi konsumsi 150 juta sampai 200 juta ton per tahun, diprediksi umur cadangannya bisa sampai 11 tahun dengan catatan tidak ada penambahan cadangan baru,” jelasnya dalam acara Mining for Journalist 2024 di Jakarta, Kamis (29/2).
Baca Juga: Relaksasi Izin Ekspor Freeport Indonesia Tunggu Proyek Smelter Gresik Tuntas Lantas, saat ini ada 116 smelter dalam tahap perencanaan dan konstruksi yang terdiri dari 97 smelter pyrometalurgi dan 19 smelter ke arah hydrometalurgi. Jika seluruh smelter ini beroperasi, umur cadangan bijih nikel akan susut menjadi 6 tahun. Melihat kondisi ini, Irwandy menyatakan, pemerintah telah mengatur sejumlah upaya untuk pengendaliannya. “Kalau tidak dikendalikan, takut jadi importir nikel,” jelasnya. Irwandy memaparkan, dari sisi kebijakan ada smelter RKEF yang menghasilkan Feronikel diminta menambahkan
converter supaya bisa menghasilkan nickel matte. Sebelumnya, Dewan Penasihat Asosiasi Prometindo Arif S Tiammar mendukung langkah Kementerian ESDM yang akan memoratorium pembangunan smelter untuk nikel kelas II, menurutnya itu langkah yang baik untuk membatasi produksi yang berlebihan. Arif mengungkapkan beberapa alasan menyetujui kebijakan moratorium ini. Pertama untuk membatasi kapasitas produksi yang berlebihan dan menempatkan Indonesia menjadi produsen NPI terbesar di dunia. "Kapasitas produksi saat ini sudah luar biasa besar, bahkan jumlahnya berdasarkan data 2022 sebesar 9 juta ton NPI (nikel pig iron) dengan kandungan nikel 1,1 juta ton per tahun,” jelasnya belum lama ini.
Baca Juga: Moratorium Ekspor Konsentrat Tembaga Tunggu Evaluasi Perkembangan Pembangunan Smelter Akhirnya menempatkan Indonesia sebagai produsen NPI terbesar dunia. Alasan kedua, ketahanan cadangan yang dimiliki. Ketiga,
supply demand yang berdampak pada harga pasar NPI dunia. “Harga NP atau FeNi sendiri sekarang ini sangat rendah dibandingkan dua tahun depan karena jumlah NPI yang ada luar biasa berlimpah sehingga menyebabkan harga dari NPI itu turun. Itu yang menyebabkan kami sangat setuju dengan upaya moratorium ini," tutup Arif. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi