Uni Eropa Larang Impor Produk Deforestasi, Begini Prospek Bagi Emiten Perkebunan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan terbaru Uni Eropa yang mengesahkan Undang-Undang Komoditas Bebas Deforestasi Uni Eropa atau EU Deforestation Regulation (EUDR) dapat menjadi angin segar sekaligus negatif bagi perusahaan perkebunan jika tidak mengubah tata kelola. 

Research & Consulting Manager PT Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro menilai, dampak kebijakan Uni Eropa terhadap emiten perkebunan akan tergantung dari pelaksanaan tata kelola perkebunan sawit apakah sudah menerapkan kebijakan no deforestation atau belum. 

"Jika belum dan ternyata pangsa pasar ke Uni Eropa cukup banyak maka tentu saja akan merugikan, kecuali perusahaan itu langsung mau mengubah tata kelolanya menjadi sesuai yang telah diatur Uni Eropa," kata Nico kepada Kontan.co.id, Senin (26/12). 


Menurut Nico emiten perkebunan sawit yang sudah menerapkan kebijakan no deforestation dan memiliki sertifikasi secara internasional akan diuntungkan. Emiten-emiten ini bisa meningkatkan pangsa pasar ke Eropa dan meningkatkan pendapatan emiten. 

Baca Juga: Ekspor Disetop, Pungutan Ekspor CPO Terpangkas

Strategi yang bisa dilakukan untuk mendapatkan manfaat dari kebijakan impor tersebut, yaitu dengan melaksanakan penerapan anti deforestasi dan memiliki sertifikasi internasional. "Memiliki sertifikasi internasional yang diakui dalam dunia perkebunan kelapa sawit khususnya seperti sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) atau Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO)," imbuh Nico.

Nico menjelaskan dari total 25 emiten perkebunan, 14 diantaranya mencatatkan pertumbuhan positif pada laba bersih. Sementara dari sisi kinerja harga saham, 11 emiten mencatat kenaikan harga sejak awal tahun seperti saham SSMS, FAPA, DSNG, SMAR, dan SGRO.

Sentimen yang dapat mendongkrak kinerja emiten CPO berasal dari tren pergerakan harga CPO global yang melonjak. Selain itu kebijakan dari pemerintah juga dapat menggerakkan harga saham emiten perkebunan. 

Sebagaimana diketahui, pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan larangan ekspor CPO pada 28 April 2022 yang sempat membuat harga saham perkebunan turun. Tapi pada bulan Mei 2022, larangan tersebut dicabut sehingga kembali mengangkat harga saham emiten CPO. 

Baca Juga: BPDPKS Telah Salurkan Rp 7,52 Triliun untuk Peremajaan Sawit Rakyat Sepanjang 2022

Nico melihat untuk tahun depan, tren penurunan harga CPO akan menjadi risiko terbesar untuk emiten perkebunan. Di sisi lain, potensi meningkatnya demand CPO dari China pasca lockdown ketat dan re-opening ekonomi, serta penerapan kebijakan biodesel akan menjadi sentimen positif yang dapat memberi tenaga positif untuk emiten perkebunan.

Nico merekomendasikan beberapa saham perkebunan diantaranya, seperti PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) dengan resistance Rp 1.700, support Rp 1.425, PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) dengan resistance Rp 705, support Rp 585, dan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) dengan resistance Rp 5.500, support Rp 4.700.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati