Unik, pemakaman di Desa Trunyan, Bali bukan dikubur atau ngaben



KONTAN.CO.ID - Desa Trunyan terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali terkenal dengan tradisi pemakaman unik di kalangan wisatawan lokal dan mancanegara. 

Desa Trunyan dikenal memiliki tradisi pemakaman yang unik dibandingkan desa-desa di Pulau Bali lainnya.

Keunikan Desa Trunyan adalah tradisi meletakkan jenazah begitu saja di area pemakaman tanpa dikubur atau ngaben terlebih dahulu. 


Dikutip dari Indonesia.go.id, di sana Anda akan melihat jenazah-jenazah yang berjejer rapi, tulang-belulang belulang yang berjejer, tebaran uang, hingga barang-barang yang akan dibiarkan bersama jenazah tersebut. 

Anehnya, area pemakaman tersebut tidak ada aroma bangkai atau tak sedap lainnya. 

Menurut cerita lokal, salah satu alasannya karena ditengah pemakaman tumbuh pohon Taru Menyan yang cukup besar dan mempunyai aroma khas menyan yang bisa menghilangkan semua aroma tidak sedap di area tersebut.

Baca Juga: Pelabuhan dan bandara Bali ditutup saat Nyepi 2021, ini jadwalnya

Prosesi pemakaman di Desa Trunyan

Sebelum dimakamkan dilakukan prosesi dibersihkan dengan air hujan dan membungkusnya dengan kain, tetapi bagian kepala tidak tertutup. Setelah itu jenazah akan dibaringkan dalam sangkar bambu untuk menghindari hewan buas. 

Bila semua sangkar sudah penuh, maka jenazah yang paling lama akan dikeluarkan untuk memberi ruang bagi mayat baru dengan meletakannya di atas tumpukan. 

Saat tubuh mayat sudah hancur akibat panas matahari, tulang-tulangnya akan ditempatkan di sebuah altar di bawah pohon suci. Di Desa Trunyan tidak semua jenazah dijadikan satu area pemakaman. 

Ada tiga tempat pemakaman yang terpisah yaitu, Seme Wajah yang diperuntukan bagi mereka yang meninggal secara wajar, lalu Seme Bantah untuk mereka yang meninggal tidak wajar atau akibat kecelakaan dan Seme Muda untuk bayi, anak kecil, dan yang belum menikah.

Baca Juga: Kisah Pancal Bike Craft yang mendapat untung dari usaha push bike

Uniknya di Desa Trunyan, anda tidak akan menemukan perempuan dari Desa Trunyan yang berkunjung ke pemakaman. Mereka percaya bahwa desa akan terkena gempa bumi atau letusan gunung berapi jika perempuan mendatangi pemakaman tersebut. 

Begitu juga saat melakukan prosesi pemakaman, hanya para laki-laki saja yang diizinkan mengantarkan jenazah dari persiapan hingga ke pemakaman semua dilakukan oleh laki-laki.

Setelah dari pemakaman para lelaki juga harus melakukan proses pembersihan diri, baru setelah itu dibolehkan masuk ke Pura Pancering.

Desa Trunyan tidak dapat dijangkau dengan mudah bagi wisatawan lokal dan mancanegara. Cara ke Desa Trunyan yakni ditempuh dengan naik perahu menyeberangi Danau Batur menuju Trunyan. 

Jarak tempuh penyeberangan itu sendiri 45 menit. 

Baca Juga: Manfaat tapak dara untuk kesehatan: mengobati diabetes melitus sampai mencegah kanker

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News