KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Cukup lama mengendap, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) akhirnya berencana memanfaatkan fasilitas pinjaman yang sudah diperoleh sejak tahun lalu. Pinjaman itu berasal dari afiliasinya, Unilever Finance International AG, senilai Rp 3 triliun. Direktur UNVR Sancoyo Antarikso mengatakan, UNVR memang tidak langsung mencairkan pinjaman tersebut sesaat setelah proses pengajuan disetujui. Sebab, utang itu merupakan pinjaman siaga atau
standby loan. Karena
standby loan, maka UNVR akan mencairkan pinjaman ketika dibutuhkan. "Kebutuhan pinjaman jangka pendek pasti akan ada," ujar dia kepada KONTAN, belum lama ini. UNVR meraih fasilitas pinjaman dengan plafon Rp 3 triliun dari afiliasinya yang bermarkas di Swiss itu sejak Mei 2017. Fasilitas pinjaman tersebut berlaku mulai 15 Juni 2017 hingga 14 Juni 2022.
Penarikan fasilitas pinjaman itu fleksibel selama tenornya masih berlaku. Penarikan utang tersebut bisa dilakukan berulang. Tenor setiap penarikan juga bervariasi, minimal satu bulan dan maksimal selama satu tahun. Sancoyo menyatakan, manajemen sempat menarik sebagian pinjaman tersebut pada tahun lalu. Namun, dia enggan merinci berapa jumlah dana yang ditarik. "Tahun lalu sempat kami ambil, tapi sudah kami bayar sehingga tidak terlihat di laporan keuangan," kata Sancoyo. Pencatatannya baru akan terlihat pada laporan keuangan tahun buku 2017 yang baru akan dirilis pada 26 Februari 2018. Dia juga belum bisa memprediksi secara pasti berapa besar dan kapan manajemen UNVR kembali menarik pinjaman tersebut pada tahun ini. "Agak susah diprediksi karena ini tergantung program kerja, seperti capex dan sebagainya," imbuh Sancoyo. Belanja UNVR Namun, berdasarkan laporan keuangan pada kuartal III-2017, aktivitas pendanaan UNVR mulai meningkat pada periode sembilan bulanan itu. Hingga periode tersebut, arus kas bersih yang digunakan untuk aktivitas investasi tercatat Rp 1,22 triliun atau 76% dari anggaran belanja modal atau
capital expenditure (capex) UNVR sepanjang 2017 yang senilai Rp 1,6 triliun. Tahun ini, UNVR mengalokasikan capex yang jumlahnya relatif sama dibandingkan tahun lalu. Manajemen UNVR akan terus menerus menilai, utang dari institusi mana yang paling cocok digunakan untuk kebutuhan emiten tersebut. Selain pinjaman Rp 3 triliun, UNVR masih punya beberapa sisa fasilitas pinjaman. Satu hal yang pasti, pinjaman dari Unilever Finance International itu tak hanya fleksibel dari sisi tenor, tapi juga bunga yang lebih murah. Bunga atas pinjaman tersebut ditetapkan minimal 0,15% di bawah penawaran bunga atas alternatif pinjaman terendah yang ada dengan jangka waktu yang sama. Kemampuan pendanaan bukan menjadi risiko fundamental bagi UNVR. Ruang emiten ini untuk mencari pinjaman bahkan malah melebar seiring menurunnya
debt to equity ratio (DER) yang turun dari 0,4 kali pada 2016 menjadi 0,3 kali pada 2017. Posisi DER UNVR pada tahun ini juga diprediksikan kembali turun menjadi 0,2 kali. "Valuasi saham UNVR justru yang menjadi pembatas," tulis Tiesha Putri, analis DBS Vickers Indonesia, dalam riset 5 Februari 2017.
Harga saham UNVR mencerminkan
price earning ratio (PER) 51 kali, atau 127% di atas rata-rata PER industrinya. Ini sangat premium. Soal kinerja keuangan, Thiesa masih memandang prospektif kinerja emiten konsumer ini. Menurut dia, kinerja UNVR bakal tumbuh lebih baik seiring upaya pemerintah meningkatkan daya beli masyarakat. Namun, karena level harga sahamnya yang premium, Tiesha merekomendasikan
hold UNVR dengan target Rp 51.900 per saham. Pada Kamis (15/2) akhir pekan lalu, harga UNVR ditutup menguat 0,09% menjadi Rp 54.550 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati