JAKARTA. Sektor industri barang konsumsi bisa diibaratkan antibodi bursa saham domestik di tengah masih kuatnya guncangan krisis eksternal. Maklumlah, perputaran bisnis
consumer goods banyak disokong tingkat konsumsi pasar domestik. Selama daya beli masyarakat bagus dan inflasi terkendali, emiten di sektor ini relatif tahan banting. Nah, menjelang paro kedua tahun ini, prospek kinerja emiten di sektor ini bakal kian yahud. Banyak momentum belanja masyarakat seiring perayaan Ramadan, Lebaran, juga Natal. PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) tercatat sebagai emiten kakap sektor ini. "Banyaknya event besar akan mendongkrak konsumsi masyarakat," ujar Jansen Kustianto, analis Sinarmas Sekuritas.
Imbasnya, penjualan emiten sektor ini, termasuk UNVR, terdongkrak tinggi. "Untuk menilai seberapa besar pengaruhnya nanti harus dilihat perbandingannya dengan kuartal tahun sebelumnya," kata Jansen. Unggul di merek Pada kuartal III dan IV tahun lalu, UNVR mencatat pertumbuhan pendapatan masing-masing sebesar 17,9% dan 19,1%. Secara historis, penjualan emiten
consumer goods di semester II memang lebih tinggi. "Namun, biasanya itu sudah masuk dalam proyeksi pendapatan tahun itu," ujar Jansen. Analis ini menilai, selain diuntungkan dari kedatangan momentum belanja tahunan, UNVR juga unggul dari sisi kekuatan merek. Katarina Setiawan, analis Kim Eng Securities, menunjuk pada keberanian UNVR menaikkan harga jual seiring meroketnya harga bahan baku. "Merek yang kuat membuat UNVR bisa menaikkan harga jual tanpa kehilangan volume penjualan," ujar Katarina. Kenaikan bahan baku seperti gula kelapa mengerek harga penjualan rata-rata alias average selling price (ASP) kecap Bango, awal tahun ini. Kenaikannya mencapai 5%. Sedangkan, mahalnya sejumlah bahan kimia telah menaikkan ASP produk deterjen UNVR sebesar 6%. Toh, pendapatan pada kuartal I lalu mampu tercetak naik 16,5% yoy menjadi Rp 6,6 triliun.
Contoh lain adalah yang terjadi pada kisaran 2005-2006 dan 2008. Ketika itu, ASP produk UNVR melonjak tajam akibat kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan krisis finansial global. Namun, UNVR masih mampu mencetak pertumbuhan dua digit. Tahun 2006, pendapatan UNVR tumbuh 13% dan kenaikan laba bersih 22%. Sedangkan, pada 2008, pendapatan dan laba UNVR malah meroket 24% dan 22%. Ini menjadi bukti, UNVR bergeming dan nyaris kebal menghadapi guncangan, baik di pasar saham maupun di sektor riil. Katarina memprediksi, pendapatan UNVR tahun ini tumbuh 17,5% menjadi Rp 27,56 triliun. Adapun, laba bersihnya dia perkirakan naik 15,5% menjadi Rp 4,81 triliun. "Rekomendasi beli dengan target harga Rp 26.350 per saham," katanya.Harga tersebut mencerminkan price earning ratio (PER) tahun 2012 sebesar 35,5x. Adolf Sutrisno, analis AAA Securities, merekomendasikan beli UNVR dengan target harga Rp 25.750 per saham. Sayang, harga saham yang sudah menjulang menjadikan saham UNVR sulit diakses oleh investor ritel. n Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ruisa Khoiriyah