KONTAN.CO.ID - PARIS. Pengadilan Prancis membuka penyelidikan terhadap peritel fashion ternama yang dicurigai terlibat dalam kejahatan kemanusiaan di wilayah Xinjiang, China. Dilansir dari
Reuters, pengadilan pada hari Kamis (1/7) mengatakan bahwa para peritel menyembunyikan praktik kerja paksa atas Muslim Uyghur dalam proses produksinya. Media Prancis,
Mediapart, menyebut beberapa peritel seperti Uniqlo, Xara, SMCP, dan Skechers adalah subjek penyelidikan.
"Investigasi telah dibuka oleh unit kejahatan terhadap kemanusiaan di kantor kejaksaan antiterorisme setelah pengajuan pengaduan," ungkap salah satu sumber dari pengadilan kepada
Reuters. Inditex yang merupakan induk dari Zara menolak klaim hukum tersebut dan menambahkan bahwa mereka melakukan kontrol yang ketat dan akan sepenuhnya bekerja sama dengan penyelidikan Prancis jika memang dibutuhkan. "Di Inditex, kami tidak menoleransi semua bentuk kerja paksa dan telah menetapkan kebijakan dan prosedur untuk memastikan praktik ini tidak terjadi di rantai pasokan kami," ungkap Inditex dalam pernyataan resminya.
Baca Juga: China marah dengan acara PBB yang bakal bahas muslim Uighur SMCP yang berbasis di Prancis juga mengatakan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan pihak berwenang Prancis untuk membuktikan tuduhan itu salah. "SMCP bekerja dengan pemasok yang berlokasi di seluruh dunia dan menyatakan bahwa ia tidak memiliki pemasok langsung di wilayah yang disebutkan dalam pers," ungkapnya.
Untuk saat ini Uniqlo Prancis belum memberikan komentar. Sementara Skechers mengatakan tidak mengomentari penyelidikan tersebut. Sebelum ini, merek populer lain seperti H&M, Burberry, hingga Nike telah terkena boikot konsumen di China karena mengecam dugaan praktik kerja paksa di Xinjiang. Pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang telah menjadi perhatian dunia dalam beberapa tahun terakhir. Pada bulan Maret, Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris dan Kanada menjatuhkan sanksi kepada pejabat China terkait hal tersebut. Pakar PBB dan kelompok hak asasi memperkirakan lebih dari satu juta orang, terutama Uighur dan minoritas Muslim lainnya, telah ditahan dalam beberapa tahun terakhir di sistem kamp yang luas di wilayah Xinjiang barat China.