Unit pengelola kredit macet siap dibentuk



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank-bank milik pemerintah tak akan dipusingkan lagi dengan urusan menagih kredit macet. Pemerintah akan membentuk unit khusus yang menangani pemulihan atau recovery kredit macet atau non performing loan (NPL) bank-bank BUMN. Unit khusus ini bernama asset management unit (AMU).

AMU akan di bawah kendali PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Dalam rancangan struktur induk usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN),  BPUI berada di bawah PT Danareksa,  holding industri jasa keuangan BUMN. AMU akan menggabungkan unit aset manajemen milik bank BUMN menjadi satu entitas.

Namun, Ogi Prastomiyono, Direktur Bank Mandiri Tbk mengatakan, penggabungan AMU bank-bank  BUMN di bawah kendali BPUI masih dibahas. "Belum dibicarakan lebih detail. Namun  pemikiran menyatukan aset manajemen bank BUMN sudah ada," kata Ogi kepada KONTAN, Selasa (2/1). 


Menurut Ogi, dengan cara ini, bank BUMN hanya akan mengelola aset bersih. Sedangkan aset kotor dalam bentuk NPL akan dikelola anak usaha holding melalui bentuk AMU tersebut.

Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama Bank Mandiri menambahkan, AMU akan bertugas mengambil NPL yang masuk  dalam kategori write off atau hapus buku dari bank BUMN. AMU selanjutnya  menangani kredit  macet tersebut.

Sebagai catatan, tren write off di bank BUMN cenderung meningkat, seiring dengan tren kenaikan kucuran kredit perbankan. Bila ditotal, per September 2017, jumlah write off empat bank BUMN mencapai Rp 13,86 triliun, naik 36,15% dari periode sama tahun 2016 yang sebesar Rp 10,18 triliun.

Achmad Baiquni, Direktur Utama Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) meyakini,  pembentukan AMU di bawah holding jasa keuangan akan berdampak positif dan menurunkan NPL bank BUMN. "Jika disatukan dan dikelola oleh unit bisnis di luar bank, itu akan bagus," tutur Baiquni. Dia menambahkan, pembentukan AMU ini merupakan inisiatif masing-masing bank.

Suprajarto, Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) optimistis, penyelesaian kredit bermasalah bank BUMN yang terkonsentrasi di AMU bisa positif bagi bank. Alhasil, "Kami berharap bisa efektif berjalan tahun ini," imbuhnya.

Memaksimalkan recovery rate

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Maryono pun menegaskan, dengan keberadaan anak usaha holding AMU ini, bank hanya mengelola aset baik saja. Harapannya tentu saja, tingkat pengembalian atau recovery rate kredit macet di bank BUMN bisa lebih maksimal ketimbang ditangani sendiri oleh bank. Sebagai gambaran, di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI).

Dari nilai hapus buku kredit macet BRI sebesar Rp 6,1 triliun di kuartal III 2017, tingkat pengembaliannya mencapai Rp 3,13 triliun atau sekitar 51,43%.

Efektivitas penanganan kredit macet lewat AMU juga menjadi harapan BNI. Baiquni berharap, rasio NPL BNI bisa semakin baik. Tahun ini, BNI menargetkan rasio kredit bermasalah turun di bawah 2,7%. Per September 2017, rasio NPL BNI tercatat 2,7%. NPL tersebut berasal dari beberapa sektor seperti korporasi menengah dan ritel.

Pada kuartal III 2017, nilai write off BNI memang naik signifikan, yakni berjumlah Rp 5,18 triliun. Angka tersebut meningkat sekitar 138,71% dibanding dengan periode sama tahun 2016 yang sebesar Rp 2,17 triliun. 

Sedangkan recovery rate kredit yang dihapus buku dari BNI hingga September 2017 tercatat sebesar 28,7% atau setara dengan Rp 1,49 triliun. Tingkat pengembalian tersebut lebih rendah dibanding dengan kuartal III 2016 yang sebesar 38,3% atau senilai Rp 834 miliar.

BNI pernah membukukan angka recovery rate yang cukup tinggi. Misal tahun 2012, recovery rate kredit macet bank ini mencapai 64,3%. Lalu puncaknya terjadi pada tahun 2013. Kala itu, tingkat pengembalian kredit macet BNI  mencapai sekitar 76,6%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati