UNSP Jual Aset Anak Usaha Rp 2,53 Triliun



JAKARTA. PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) diam-diam telah menjual beberapa aset anak usaha. Hal ini terungkap dalam laporan keuangan UNSP per 31 Desember 2012 yang baru dirilis akhir pekan lalu.

Pada 18 Desember 2012, UNSP telah menandatangani perjanjian jual beli aset enam anak usaha yang bernaung dalam sub-grup Agri International Resources Pte. Ltd (AIRPL) dengan pihak ketiga yang tidak disebutkan identitasnya. 

Keenam anak usaha itu adalah PT Jambi Agrowijaya, PT Eramitra Agrolestari, PT Trimitra Sumberperkasa, PT Multrada Multi Maju, PT Padang Bolak Jaya, dan PT Perjapin Prima.


Ada dua jenis aset yang telah dijual. Pertama, UNSP melego aset tetap 6 anak usaha itu di luar Hak Guna Usaha (HGU) dan tanaman perkebunan. UNSP juga menjual persedian yang dimiliki 6 anak usaha kecuali minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit.

Hingga 31 Desember 2012, UNSP telah menerima pembayaran atas penjualan aset tetap senilai US$ 29,61 juta. Dari transaksi ini, UNSP mengklaim laba penjualan aset tetap senilai Rp 33,28 miliar.

Di saat bersamaan, keenam anak usaha UNSP turut melego aset tidak lancar yang dimilikinya. UNSP mengklasifikasikan empat aset tidak lancar yang  tersedia untuk dijual. Pertama, bibit tanaman senilai Rp 6,9 miliar. Kedua, tanaman perkebunan enam anak usaha senilai total Rp 531,24 miliar.

Ketiga, aset tetap enam entitas anak senilai Rp 15,58 miliar. Keempat, goodwill enam anak usaha senilai Rp 1,98 triliun. Goodwill adalah selisih antara biaya akuisisi perusahaan dan anak usaha dengan nilai wajar aset yang diperoleh.

Transaksi jual beli aset tidak lancar belum sepenuhnya rampung dilakukan. Namun, UNSP sudah menerima uang muka penjualan senilai US$ 9,89 juta atau setara Rp 95,33 miliar.

Tidak hanya itu, UNSP juga berniat menjual kepemilikan saham dan pengalihan hak tagih di PT Guntung Idamanusa. UNSP menguasai Guntung tidak secara langsung melainkan lewat dua anak usaha yakni PT Grahadura Leidongprima (GLP) dan PT Sumbertama Nusapertiwi (SNP).

GLP memiliki 38.119 saham atau setara 99,97% total saham Guntung. Sementara SNP menguasai 10 saham atau setara 0,03% saham Guntung. UNSP mengklaim sudah mendapatkan beberapa calon pembeli pihak ketiga yang siap mengakuisisi saham Guntung.

Manajemen UNSP belum mengungkapkan nilai jual beli saham Guntung. Namun, total aset Guntung per 31 Desember 2012 terbilang besar yakni senilai Rp 1,07 triliun.

Maklum, Guntung merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan kepemilikan lahan mencapai 12.547 hektar. Guntung juga mengantongi HGU hingga tahun 2038 mendatang.

Divestasi aset beberapa anak usaha tersebut memang sudah direncanakan UNSP. Ini terlihat dari dimasukkannya enam anak usaha itu pada kelompok "operasi yang dihentikan" dalam laporan keuangan per 31 Desember 2012.

Kelompok ini mencakup seluruh komponen anak usaha UNSP yang telah dijual atau diklasifikasikan untuk didivestasi. Kinerja keuangan dari kelompok ini dibukukan pada bagian terpisah dalam laporan laba-rugi perusahaan.

Per 31 Desember 2012, kelompok operasi yang dihentikan menyumbang penjualan Rp 442,29 miliar, turun 38,65% dari tahun 2011 yang senilai Rp 720,97 miliar. Penurunan penjualan membuat kelompok operasi yang dihentikan masih menyumbang kerugian senilai Rp 122,75 miliar di akhir 2012 silam.

Di sisi lain, kinerja keuangan komponen anak usaha yang masih dikuasai UNSP atau kelompok Operasi yang dilanjutkan sangat buruk. Di 2012, kelompok ini membukukan penjualan Rp 2,49 triliun, turun 31,83% dari 2011 yang tercatat Rp 2,49 triliun.

Melorotnya penjualan ini kian tergerogoti oleh tingginya beban keuangan akibat tanggungan utang UNSP. Di 2012, beban keuangan yang harus dibayar UNSP mencapai Rp 553,7 miliar.

Imbasnya, kelompok operasi yang dilanjutkan menyumbang rugi bersih hingga Rp 942,51 miliar di 2012. Artinya, secara total, UNSP menanggung rugi bersih Rp 1,07 triliun, dari tahun 2011 yang masih mencetak laba bersih Rp 744,89 miliar.

Bambang Aria Wisena, Direktur Utama UNSP berkilah, kenaikan rugi bersih tersebut lebih banyak disebabkan oleh melonjaknya beban-beban non-kas. Terlepas dari dalihitu, UNSP mengakui kinerja operasionalnya turut tertekan akibat melorotnya harga jual sawit dan karet.

"(Penurunan kinerja juga disebabkan) adanya gangguan logistik di sejumlah pelabuhan pada kuartal IV 2012," tulis Bambang dalam keterangan resmi, akhir pekan lalu.

Reza Priyambada, Analis Trust Securities menilai, aksi divestasi aset anak usaha dilakukan UNSP guna menutupi kinerja operasional yang sekarat. Di sisi lain, UNSP harus terus membayar cicilan utang yang memang mencekik.

Bayangkan saja, per 31 Desember 2012, total liabilitas UNSP mencapai Rp 11,07 triliun. "UNSP mau dapat uang dari mana lagi selain jual asetnya," jelas Reza.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yuwono Triatmodjo