JAKARTA. PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) tengah mencari cara untuk mengurangi utang yang terus menggelayut. Saat ini manajemen UNSP mengaku tengah berunding dengan para kreditur untuk restrukturisasi utang. Total utang UNSP dalam mata uang asing mencapai US$ 680 juta. Direktur Keuangan UNSP, Balakhrisnan Chandrasekaran mengatakan, utang UNSP terdiri atas pinjaman sebesar US$ 200 juta dari Credit Suisse dan equity-linked notes senilai US$ 80 juta. Pinjaman ini digunakan untuk pengembangan usaha di sektor hulu (upstream). UNSP juga memiliki pinjaman konsorsium US$ 400 juta. Pinjaman ini terdiri atas fasilitas pokok US$ 215 juta dan onshore US$ 189 juta. Adapun pinjaman ini untuk pengembangan usaha di sektor hilir (downstream).
Balakhrisnan berharap proses negosiasi utang ini bisa selesai pada kuartal pertama tahun depan. Pasalnya, perundingan dengan para kreditur selama ini berjalan lancar. "Ada beberapa opsi restrukturisasi, bisa debt to equity swap, perpanjangan masa jatuh tempo atau penurunan tingkat suku bunga," ungkap dia, Rabu (10/12). Tak hanya berencana membersihkan neraca, emiten kebun milik tengah mencoba menggenjot kinerja keuangan dari bisnis inti. UNSP mengaku tengah mencari investor potensial. Investor tersebut nantinya untuk mengembangkan pabrik UNSP sehingga utilisasi bisa 100%. Maklum di tahun ini beberapa pabrik UNSP berhenti beroperasi dan belum maksimal. "Yang pasti, kami membutuhkan sekitar US$ 50 juta untuk mulai menjalankan pabrik-pabrik oleochemical di Kuala Tanjung, Sumatera," jelas Balakhrisnan. Genjot kapasitas pabrik Saat ini, UNSP memiliki lima pabrik oleochemical. Kapasitas satu pabrik alcohol acid tercatat sebesar 200.000 ton per tahun, sedangkan pabrik pengolahan atau refinery berkapasitas 500.000 ton per tahun. Selain itu, emiten ini juga membutuhkan dana sekitar US$ 5 juta -US$ 10 juta untuk pengembangan bisnis perkebunan (upstream). UNSP memiliki tanaman kelapa sawit inti seluas 78.286 ha, tanaman kelapa sawit plasma 13.869 ha, dan tanaman karet inti 18.972 ha. Sementara itu, lahan yang telah ditanami hingga saat ini mencapai 111,13 ha dengan rata-rata usia tanaman mencapai 15-18 tahun.
Tahun depan, UNSP memperkirakan harga minyak kelapa sawit masih tertekan. Untuk itu, UNSP akan menanam bibit unggul sehingga menghasilkan kelapa sawit berkualitas. UNSP berharap dapat meningkatkan produksi kelapa sawit tanpa perlu menambah lahan. Di kuartal III-2014 emiten ini mencatat penjualan Rp 2 triliun, tumbuh 41%. Namun, UNSP merugi Rp 128 miliar atau turun 84% dari periode sama tahun lalu Rp 796 miliar. Tahun ini perseroan berharap penjualan tumbuh 30% year on year. Menurut Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo, harga CPO masih positif meski harga minyak turun. Ini terbukti dari harga CPO di atas RM 2.000 per ton. Dia meragukan, kelangsungan usaha UNSP karena belum ada perbaikan utang. Investor pun berpikir dua kali untuk bekerjasama. "Perbaikan utang bukan cuma restrukturisasi, tapi bagaimana perusahaan ke depan mengolah manajemen keuangan," tutur Satrio. Dia tak menyarankan saham UNSP sebelum mengurangi utang. Harga UNSP stagnan di Rp 50, Rabu (10/11). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Avanty Nurdiana