JAKARTA. Sayap bisnis grup Bakrie bakal semakin meluas. Setelah melakukan tukar guling saham dengan Villar Plc, Bakrie kini sedang menggodok rencana merger antara PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (UNSP) dengan perusahaan perkebunan di Indonesia. Seorang petinggi grup Bakrie menuturkan, setelah akuisisi aset Domba Mas tuntas, kini UNSP sedang menjajaki rencana kerjasama dengan pemilik perusahaan perkebunan besar di Indonesia. "Arah kerjasamanya adalah merger dengan UNSP. Tapi Bakrie akan tetap sebagai pengendali," tutur sumber KONTAN, Minggu (21/11). Petinggi Bakrie itu menambahkan, saat ini UNSP membutuhkan biaya besar untuk mengembangkan bisnisnya. Selain kegiatan operasional akan lebih efisien, perusahaan hasil merger juga lebih mudah mengakses sumber dana.
Namun sumber KONTAN masih enggan mengungkapkan identitas perusahaan perkebunan yang akan diajak merger UNSP. "Yang jelas perusahaan tersebut memiliki areal lahan yang luas dan tidak listed di Indonesia," imbuhnya. Ambono Janurianto, Direktur Utama UNSP masih enggan berkomentar. Ketika di hubungi KONTAN, Ambono yang sedang bertolak ke Singapura segera mematikan teleponnya. "Maaf saya sedang di pesawat ke Singapura," kata dia, Senin (22/11). Adrian Rusmana, Kepala Riset Sucorinvest Central Gani, menilai rencana yang dipaparkan sumber KONTAN itu bisa menjadi katalis positif untuk UNSP di jangka panjang. Ia menghitung saat ini saham UNSP diperdagangkan pada rasio harga terhadap proyeksi laba akhir 2011 (PER) 10,74 kali, rasio harga terhadap nilai buku (PBV) 0,61 kali dan rasio enterprise value (EV) terhadap EBITDA 7,06 kali. "Valuasinya menarik, namun masih ada kekhawatiran mengenai tata kelola manajemen," jelas dia. Harga UNSP, Senin (22/11) menguat 2,63% menjadi Rp 310 per saham. Memang harga itu masih lebih rendah 33,89% jika dibandingkan dengan harga pembukaan awal tahun (4/1), Rp 590 per saham. Kinerja Membaik Di tengah himpitan utang, kinerja UNSP hingga akhir kuartal III-2010 terbilang oke. Perseroan ini meraih pendapatan Rp 1,89 triliun, naik 15,53% daripada periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp 1,64 triliun. Beban penjualan UNSP turun tipis dari Rp 1,16 triliun menjadi Rp 1,1 triliun. Alhasil, laba kotornya melesat dari Rp 474 miliar menjadi Rp 782,94 miliar. Setelah dipotong beban usaha senilai Rp 215,09 miliar, laba usaha UNSP di kuartal III-2010 mencapai Rp 567,85 miliar, melonjak 61,65% dibandingkan laba usaha di kuartal III-2009, yaitu Rp 351,28 miliar.
Namun beban bunga yang kudu dibayar UNSP melonjak dari Rp 163,39 miliar di kuartal III-2009 menjadi Rp 322,90 miliar pada kuartal III-2010 kemarin. Berkat transaksi ekspor, UNSP berhasil mengantongi laba kurs Rp 169,50 miliar. Alhasil, laba bersih perseroan di akhir kuartal ketiga, meningkat dari Rp 238,31 miliar di 2009 menjadi Rp 2445,30 miliar. Setelah proses akuisisi Domba Mas kelar Oktober lalu, nilai aset UNSP membengkak dari Rp 5,12 triliun menjadi Rp 15,06 triliun. Namun kewajiban UNSP juga ikut melonjak dari Rp 2,47 triliun di akhir kuartal III-2009 menjadi Rp 7,11 triliun di akhir September lalu. Dari kewajiban sebesar itu, senilai Rp 5,61 triliun (US$ 632,17 juta) dalam valuta asing. Di antaranya utang jangka panjang sebesar US$ 314,35 juta serta obligasi senilai US$ 298,79 juta. Meningkatnya pendapatan membuat kas UNSP naik dari Rp 136,80 miliar di kuartal III-2009 menjadi Rp 366,94 miliar pada kuartal III- 2010. UNSP juga masih punya dana di investasi jangka pendek senilai Rp 609,35 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie