Utang Jatuh Tempo Meningkat di 2024, Mampukah Pemerintah Membayarnya?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Utang pemerintah yang masih tinggi sering kali menjadi perhatian publik. Direktorat Jenderal Pembiayaan Pengelolaan dan Risiko (Ditjen PPR) mencatat utang jatuh tempo pemerintah pada tahun depan mengalami peningkatan.

Utang jatuh tempo pemerintah tahun depan sebesar Rp 663 triliun, naik dari tahun ini yang sebesar Rp 601 triliun. Akan tetapi utang jatuh tempo pada tahun ini sudah dibayarkan sebesar Rp 100 triliun pada kuartal I 2023, sehingga sisa Rp 501 triliun.

Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai, meski meningkat, pemerintah masih memiliki kemampuan untuk membayar utang jatuh tempo tersebut, sejalan dengan tren penerimaan negara yang masih tumbuh positif dalam dua tahun terakhir ini.


“Apalagi tahun ini pemerintah melakukan proses ekstensifikasi untuk jenis atau objek pajak tertentu sehingga ikut membantu penerimaan negara melalui pajak dan pada moralnya ini juga akan ikut membantu pemerintah dalam membayar yaitu tempo utang terutama di tahun depan,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (23/7).

Yusuf mengatakan, dalam jangka menengah panjang, pemerintah harus gencar meningkatkan rasio pajak. Pasalnya rendahnya rasio pajak yang selama ini terjadi, kerap kali menjadi perdebatan terkait kemampuan pemerintah untuk membayar utang.

Baca Juga: Nilai Penerbitan Obligasi Turun pada Semester I, Ini Penyebabnya

Selain itu, Dia juga mengimbau agar pemerintah terus memperhatikan ruang fiskal. Karena kondisi fiskal akan sangat memengaruhi kondisi jatuh tempo utang di tahun berikutnya.

Menurut Yusuf, kondisi ruang fiskal saat ini sebenarnya masih baik ditopang surplus pada pendapatan primer dan juga anggaran dalam APBN yang digelontorkan pemerintah secara keseluruhan.

Meski begitu, Dia menilai ruang fiksal pada tahun depan tidak akan selonggar tahun ini. hal tersebut sejalan dengan batas atas defisit tahun depan yang lebih besar dibandingkan dengan outlook defisit APBN tahun ini.

Batas atas defisit APBN pada 2024 diproyeksikan sebesar 2,64% terhadap PDB, jauh lebih tinggi dibandingkan outlook defisit APBN tahun ini yang sebesar 2,28%.

“Sehingga ini yang perlu diantisipasi, apakah jatuh tempo utang ini akan mempengaruhi kondisi pada defisit pendapatan primer terutama karena salah satu ukuran yang perlu dilihat dari utang yang dilakukan pemerintah adalah kondisi defisit atau surplus pada pendapatan primer,” kata Yusuf.

Menurutnya, jika surplus APBN terjadi, maka kondisi fiskal akan relatif lebih baik. Namun sebaliknya jika defisit terjadi maka perlu adanya antisipasi kondisi fiskal, terutama dalam jangka menengah panjang.

Lebih lanjut, Dia menambahkan meski tahun depan adalah tahun politik, meningkatnya utang jatuh tempo pemerintah justru akan menjadi sorotan bagi kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo.  Karena kondisi utang akan disoroti dalam evaluasi penyelenggaraan pemerintah dalam lima tahun terakhir.

Baca Juga: Belum Ada Urgensi Perubahan Arah Suku Bunga Acuan BI

“Tentunya lawan politik dari pemerintahan saat ini akan menggunakan situasi ini untuk menyerang dalam kampanye-kampanye yang akan muncul di pemilihan umum nanti,” imbuhnya.

Untuk diketahui, setelah meningkat pada 2024, jatuh tempo utang pemerintah juga kembali meningkat pada 2025 yakni menjadi Rp 703 triliun, menurun di 2026 menjadi Rp 681 triliun, dan kembali meningkat di 2027 menjadi Rp 707 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari