JAKARTA. Permintaan Kamar Dagang dan Industri serta Pemerintah Daerah Kota Batam, Kepulauan Riau untuk mengimpor telur dari Malaysia ditolak keras oleh kalangan pengusaha unggas dan pemerintah. Ketua Pusat Informasi Asosiasi Peternak Unggas Se-Indonesia (Pinsar) Hartono mengatakan impor tidak akan menyelesaikan masalah yang sesungguhnya, yaitu distribusi yang kurang efisien. Hartono mengatakan jika memang dibutuhkan, justru pemerintah Kota Batam membuka peluang untuk dibukanya sentra produksi telur. Dengan cara ini, Batam bisa mengurangi ketergantungan atas pasokan telur dari Medan dan Jakarta yang selama ini memasok kebutuhan mereka. Hartono mengatakan Pinsar siap untuk menghubungkan pemerintah daerah dengan pengusaha unggas yang mau berinvestasi di sana. Hartono menggambarkan untuk memasok kebutuhan telur 1 juta penduduk dengan kebutuhan 1.000 ton telur per bulan, dibutuhkan modal sekitar Rp 150 miliar untuk modal kerja dan investasi infrastruktur. Dana ini bisa dipergunakan untuk beternak 1 juta ekor ayam dengan populasi ayam produktif 700.000 ekor. Investasi ini menurutnya bisa balik modal dalam waktu 5 tahun.
Untuk cegah impor, dibentuk sentra produksi telur di Kepulauan Riau
JAKARTA. Permintaan Kamar Dagang dan Industri serta Pemerintah Daerah Kota Batam, Kepulauan Riau untuk mengimpor telur dari Malaysia ditolak keras oleh kalangan pengusaha unggas dan pemerintah. Ketua Pusat Informasi Asosiasi Peternak Unggas Se-Indonesia (Pinsar) Hartono mengatakan impor tidak akan menyelesaikan masalah yang sesungguhnya, yaitu distribusi yang kurang efisien. Hartono mengatakan jika memang dibutuhkan, justru pemerintah Kota Batam membuka peluang untuk dibukanya sentra produksi telur. Dengan cara ini, Batam bisa mengurangi ketergantungan atas pasokan telur dari Medan dan Jakarta yang selama ini memasok kebutuhan mereka. Hartono mengatakan Pinsar siap untuk menghubungkan pemerintah daerah dengan pengusaha unggas yang mau berinvestasi di sana. Hartono menggambarkan untuk memasok kebutuhan telur 1 juta penduduk dengan kebutuhan 1.000 ton telur per bulan, dibutuhkan modal sekitar Rp 150 miliar untuk modal kerja dan investasi infrastruktur. Dana ini bisa dipergunakan untuk beternak 1 juta ekor ayam dengan populasi ayam produktif 700.000 ekor. Investasi ini menurutnya bisa balik modal dalam waktu 5 tahun.