Untuk cegah impor, dibentuk sentra produksi telur di Kepulauan Riau



JAKARTA. Permintaan Kamar Dagang dan Industri serta Pemerintah Daerah Kota Batam, Kepulauan Riau untuk mengimpor telur dari Malaysia ditolak keras oleh kalangan pengusaha unggas dan pemerintah. Ketua Pusat Informasi Asosiasi Peternak Unggas Se-Indonesia (Pinsar) Hartono mengatakan impor tidak akan menyelesaikan masalah yang sesungguhnya, yaitu distribusi yang kurang efisien.

Hartono mengatakan jika memang dibutuhkan, justru pemerintah Kota Batam membuka peluang untuk dibukanya sentra produksi telur. Dengan cara ini, Batam bisa mengurangi ketergantungan atas pasokan telur dari Medan dan Jakarta yang selama ini memasok kebutuhan mereka. Hartono mengatakan Pinsar siap untuk menghubungkan pemerintah daerah dengan pengusaha unggas yang mau berinvestasi di sana.

Hartono menggambarkan untuk memasok kebutuhan telur 1 juta penduduk dengan kebutuhan 1.000 ton telur per bulan, dibutuhkan modal sekitar Rp 150 miliar untuk modal kerja dan investasi infrastruktur. Dana ini bisa dipergunakan untuk beternak 1 juta ekor ayam dengan populasi ayam produktif 700.000 ekor. Investasi ini menurutnya bisa balik modal dalam waktu 5 tahun.


"Investasi ayam per ekor sekitar Rp 150.000, tergantung kurs, harga bahan bangunan, harga lahan dan harga bahan baku pakan," kata Hartono ketika dihubungi, Minggu(11/9).

Penasihat Senior Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Dirjen PKH Kemtan) drh. Mastur Aeny Rahman Nuur, MSc mengatakan Kementerian Pertanian hari ini(12/9) ia akan bertemu dengan pemerintah Batam untuk menghitung kebutuhan telur. Dalam surat yang disampaikan pemerintah Kota Batam, mereka perlu menyediakan kebutuhan untuk 1,2 juta penduduk Batam dan 5 juta wisatawan domestik dan 1,5 juta wisatawan lokal yang setiap tahun datang ke Batam.

Selain bertemu pemerintah kota Batam, pemerintah juga akan mengumpulkan para peternak unggas di kawasan Jakarta dan sekitarnya untuk menghitung kemampuan mereka memasok wilayah Batam dan Kepulauan Riau. Selain itu mereka akan mendiskusikan bagaimana cara distribusi yang efisien dan biayanya tidak memberatkan agar harga di tingkat konsumen tidak terlalu tinggi. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Gunaryo mengatakan saat ini rata-rata harga telur di tingkat pedagang di Batam Rp 18.000 per kg.

"Saat ini kontinuitas pasokan dari Pekanbaru dan Medan ada sedikit hambatan yang menyebabkan harga agak naik, dan mengingat penduduk Kota Batam sebagai pekerja, menurut mereka kebutuhan telur sangat tinggi sehingga dikhawatirkan akan mendorong harga naik lagi," kata Gunaryo akhir pekan lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.