JAKARTA. Peningkatan tarif cukai rokok ternyata tidak mampu membatasi konsumsi rokok dalam negeri. Hasil penelitian Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) juga menilai kenaikan cukai rokok semkain menambah beban pembayaran cukai rumah tangga miskin dalam negeri.Ketua Lembaga Demografi FE UI Sonny Harry Harmadi mengatakan, berdasarkan hasil penelitian, kebijakan kenaikan tarif cukai rokok tidak berdampak terhadap pengurangan konsumsi rokok. Beban cukai setiap perokok Indonesia secara rata-rata hanya sebesar 2% dari pendapatannya. Padahal, individu dengan kelas pendapatan terendah saja sanggup menanggung beban cukai sebesar 10,63% dari pendapatannya.Menurut Sonny, penduduk miskin yang merokok menerima beban cukai yang besar karena angka pendapatan yang rendah. Hal ini berbeda dengan perokok kaya yang tidak terpengaruh terhadap kenaikan harga rokok akibat peningkatan tarif cukai. Tidak efektifnya kenaikan cukai, juga akibat margin keuntungan perusahaan rokok yang besar dari setiap produknya. "Kadang-kadang peningkatan cukai rokok tidak efektif karena bebannya tetap diambil alih perusahaan rokok," ujarnya.Sonny mengatakan, salah satu solusi yang dilakukan dengan menaikan cukai rokok secara signifikan. "Kenaikan cukai rokok harus bisa membuat perokok miskin berhenti merokok," ujarnya. Terkait berapa besaran kenaikan cukai signifikan yang harus ditetapkan, Lembaga Demografi FE UI menilai intinya harga satu bungkus rokok harus naik dua kali lipat. Sehingga satu bungkus rokok harus memiliki nilai di atas Rp 25.000.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Untuk kurangi perokok, harga sebungkus Rp 25.000
JAKARTA. Peningkatan tarif cukai rokok ternyata tidak mampu membatasi konsumsi rokok dalam negeri. Hasil penelitian Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) juga menilai kenaikan cukai rokok semkain menambah beban pembayaran cukai rumah tangga miskin dalam negeri.Ketua Lembaga Demografi FE UI Sonny Harry Harmadi mengatakan, berdasarkan hasil penelitian, kebijakan kenaikan tarif cukai rokok tidak berdampak terhadap pengurangan konsumsi rokok. Beban cukai setiap perokok Indonesia secara rata-rata hanya sebesar 2% dari pendapatannya. Padahal, individu dengan kelas pendapatan terendah saja sanggup menanggung beban cukai sebesar 10,63% dari pendapatannya.Menurut Sonny, penduduk miskin yang merokok menerima beban cukai yang besar karena angka pendapatan yang rendah. Hal ini berbeda dengan perokok kaya yang tidak terpengaruh terhadap kenaikan harga rokok akibat peningkatan tarif cukai. Tidak efektifnya kenaikan cukai, juga akibat margin keuntungan perusahaan rokok yang besar dari setiap produknya. "Kadang-kadang peningkatan cukai rokok tidak efektif karena bebannya tetap diambil alih perusahaan rokok," ujarnya.Sonny mengatakan, salah satu solusi yang dilakukan dengan menaikan cukai rokok secara signifikan. "Kenaikan cukai rokok harus bisa membuat perokok miskin berhenti merokok," ujarnya. Terkait berapa besaran kenaikan cukai signifikan yang harus ditetapkan, Lembaga Demografi FE UI menilai intinya harga satu bungkus rokok harus naik dua kali lipat. Sehingga satu bungkus rokok harus memiliki nilai di atas Rp 25.000.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News