Untuk Tarik Minat Masyarakat, Pengamat: Tarif KCJB Perlu Disubsidi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa, tidak ada public service obligation (PSO) atau subsidi untuk tarif Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Ketua umum Asosiasi Analis kebijakan publik Indonesia Trubus Rahadiansyah menilai, seharusnya subsidi tarif dilakukan pemerintah. Hal tersebut untuk menarik minat masyarakat naik transportasi massal tersebut.

"Kalau saya melihat ini akan jadi kebijakan kontra produktif. Artinya yang terjadi masyarakat malah nggak tertarik," kata Trubus dihubungi Kontan.co.id, Rabu (13/9).


Ia mengatakan, subsidi tarif kereta cepat paling tidak dapat diberikan selama satu tahun. Kemudian tahun berikutnya baru dapat ditetapkan tarif tanpa subsidi.

Meski diakui adanya subsidi tentunya akan beban dari APBN. Hanya saja dengan subsidi akan membentuk public trust, di mana masyarakat akan merasa memiliki terhadap transportasi tersebut.

Baca Juga: Uji Coba Gratis KCJB Tetap Ada, Jokowi: Biar Masyarakat Coba Dulu

"Subsidi misalnya untuk 1 tahun. Nah setelah itu saat masyarakat sudah jatuh cinta dengan kereta cepat, saat itu di situlah baru tarif tanpa subsidi diberlakukan. Jadi supaya publik itu ada rasa memiliki ada rasa bangga," imbuhnya.

Terlebih lagi kata Trubus penumpang dari kereta atau transportasi massal biasanya berasal dari kelompok menengah ke bawah.

Menurutnya, persoalan dari kereta cepat ini ialah jarak yang kurang strategis. Jika kereta cepat memiliki rute dari Jakarta ke Surabaya maka Trubus menilai akan lebih menarik bagi masyarakat.

Sedangkan kata cepat Jakarta Bandung saat ini jaraknya dinilai kurang strategis. Terlebih Stasiun pemberhentian yakni Padalarang masih cukup jauh dari pusat Kota Bandung.

Oleh karenanya Ia menilai diperlukan subsidi bagi tarif kereta cepat Jakarta Bandung untuk menarik minat masyarakat.

"Perlu ada subsidi dan itu minimal setahun diberlakukan atau setelah 2024 lah baru diberlakukan tarif tanpa subsidi," jelasnya.

Selain tarif yang disubsidi Trubus juga mengatakan bahwa, integrasi antarmoda dari kereta cepat ini juga harus tersedia. Hal tersebut mengingat dari Stasiun Padalarang ke Bandung Kota masih cukup jauh.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, keputusan pemerintah tidak memberikan subsidi tarif kereta cepat Jakarta-Bandung sudah tepat.

"Ndak perlu subsidi. Yang layak subsidi itu KA ekonomi," kata Tulus.

Menurutnya penentuan tarif harus dilakukan dengan survei ability to pay dan willingness to pay. Dari dua hal tersebut barulah tarif bisa ditentukan. YLKI sendiri kata tulus tidak memiliki usulan untuk tarif KCJB.

"Kalau terlalu mahal risikonya kan ngga laku. konsumen bisa menggunakan moda transportasi lain. Jadi harus ada survei ability to pay dan willingness to pay, lalu tarif ditetapkan," jelasnya.

Tulus mengatakan Ia sudah mencoba KCJB pada 2 September lalu. Menurutnya secara keseluruhan kertas cepat sudah baik dan sangat nyaman. Dengan demikian kata Tulus KCJB seharusnya sudah siap dioperasikan pada Oktober mendatang.

Baca Juga: Diresmikan Oktober, Kereta Cepat Jakarta-Bandung Diharapkan Bisa Kurangi Macet

"Ini sama dengan kecepatan KA cepat di Cina, kebetulan saya pernah naik di KA cepat di Cina pada 2014, dari Beijing ke Shanghai dan dari Beijing ke Tianjing," kata Tulus.

Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riadi mengatakan, tarif KCJB untuk kelas ekonomiĀ  premium yakni Rp 250.000. Adapun pihaknya juga mengusulkan tarif paket (bundling) dengan kendaraan feeder antarmoda sebesar Rp 300.000.

"Kita kasih yang premium ekonomi di Rp 250.000. Nanti bundling dengan LRT dan KA feeder apakah di Rp 300.000 itu nanti," kata Dwiyana.

Tarif kereta cepat nantinya akan terbagi menjadi tiga kelas, yakni premium ekonomi, bisnis, dan first class.

"Rp 300.000 sudah sama feeder dengan LRT. tapi kan masih kita diskusikan dengan KAI dan LRT," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari