Untung besar dari saham dengan PBV kecil



Salah satu strategi investasi saham yang terkenal adalah beli saham yang valuasinya murah. Valuasi saham disebut murah di antaranya bila price book value (PBV) di bawah atau sama dengan 1 kali. Nilai buku (book value) secara sederhana didapat dari total aset dikurangi aset tidak berwujud (intangible asset) dikurangi utang. Nilai buku kemudian dibagi jumlah saham sehingga didapat nilai buku per saham. Angka inilah yang digunakan sebagai pembagi harga pasar saham untuk menghasilkan PBV.

Sewajarnya PBV nilainya lebih dari 1, terutama untuk perusahaan sektor nonkeuangan. Hal ini karena nilai buku dicatatkan berdasarkan harga historis yang hampir selalu lebih rendah dari nilai penggantian atau nilai bila aset tersebut dijual saat ini.

Jadi bila PBV suatu saham kurang atau sama dengan 1 kali bisa dikatakan saham tersebut murah harganya karena nilai buku yang lebih besar daripada harga pasar. Tapi sebutan murah ini juga bias. Mungkin saja perusahaan tersebut murah karena sudah tidak mampu menghasilkan laba di masa datang.


Penelitian dari Rosenberg, Reid dan Lanstein, mendukung pemahaman saham dengan PBV rendah menghasilkan return berdasar risiko yang secara signifikan lebih tinggi daripada rata-rata saham pada umumnya. Namun pada kesempatan ini penulis hanya ingin mencoba mengamati saham dengan PBV kurang atau sama dengan 1 (satu) kali yang ada di Investment Universe Kompas100. Apakah bisa menghasilkan cuan lebih tinggi dari indeks?

Periode pengamatan dimulai dari 2 Januari 2014 hingga 8 April 2019, dengan investasi pada saham PBV kurang dari atau sama dengan 1 kali. Periode investasi satu tahun, dengan asumsi saham dibeli di awal tahun dan jual di akhir tahun.

Di awal tahun berikutnya saham-saham di Kompas100 kembali disortir. Saham dengan PBV kurang dari atau sama dengan 1 kali langsung dibeli dan pegang hingga akhir tahun, demikian seterusnya. Fee broker tidak dihitung di pengamatan ini. Khusus 2019, periode pengamatan hanya hingga 8 April 2019.

Dengan demikian jumlah saham yang tersortir setiap tahun bisa berbeda-beda. Contoh, di 2014 hanya ada 16 saham yang PBV-nya di bawah atau sama dengan 1 kali. Sedang sepanjang 2018 terdapat paling banyak saham yang tersortir, yaitu 35 saham. Asumsi lain, bobot yang diinvestasikan di setiap saham sama, tidak berdasar kapitalisasi pasar.

Return setiap saham dihitung setiap tahun kemudian dirata-rata untuk mendapatkan return portofolio. Setiap tahun juga dihitung return empat benchmark sebagai pembanding, yaitu Indeks Kompas100, LQ45, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) serta Infovesta Equity Fund Indeks. Terakhir dihitung return kumulatif dan CAGR return, yang menunjukkan return tahunan compounding.

Hasil pengamatan atas rata-rata return tahunan, portofolio yang berisi saham PBV lebih rendah atau sama dengan 1 kali mencetak return rata-rata 16,7% di 2014, minus 40,4% di 2015, 162,6% di 2016, 62,4% di 2017, 28,2% di 2018 dan 16,5% di awal 2019. Return portofolio ini relatif lebih baik dibanding keempat indeks acuan (benchmark).

Bahkan bila diadu dengan return terbaik dari keempat benchmark selama periode tahun pengamatan berjalan, portofolio berisi saham dengan PBV di bawah 1 kali masih lebih baik secara jangka panjang. Benchmark yang mencatat return terbaik adalah IEFI yang naik 27,9% sepanjang 2014.

Sementara LQ45 turun 11,9% di 2015., IHSG naik 15.3% di 2016. LQ45 naik 22,0% di 2017. IHSG turun 2.5% di 2018 dan Kompas100 naik 4,2% di periode yang sama. Tampak hanya 2 kali saja portofolio PBV 1 kali kalah dibanding indeks terbaik.

Perbandingan ini sebenarnya kurang lazim, karena sebaiknya dibandingkan hanya dengan Kompas100. Namun penulis ingin menunjukkan bahwa dibanding kinerja terbaik dari antara keempat indeks saja, portofolio ini berani diadu.

Bila dilihat kisaran saham dengan kinerja portofolio PBV 1 kali, yang berkisar dari -40,4% hingga 162,6% tadi, jelas volatilitas cukup besar dibandingkan dengan kisaran dari benchmark terbaik, antara -11,9% hingga 27,9%. Sedang kinerja Kompas100 di periode yang sama adalah -13.8% hingga 25.8%.

Lalu berapakah return akumulasi bila kita berinvestasi dari awal 2014 hingga 8 April 2019? Ternyata return kumulatif mencapai 342,3% dengan CAGR 32,6% Artinya seandainya kita berinvestasi Rp. 100 juta pada 2 Januari 2014, maka per 8 April 2019 uang kita telah menjadi Rp. 442.305.318. Return CAGR ini jauh melampaui return indeks terbaik dari keempat indeks.

Secara rata-rata, return keempat indeks cuma 9,5%. Return Kompas100 sebesar 7,2%.

Bahkan bila penulis membandingkan dengan pemilihan saham menggunakan metode PER 5 kali yang pernah penulis ungkapkan di kolom ini pada edisi 11 Maret 2019, return CAGR metode PBV lebih baik daripada metode PER yang tercatat sebesar 26,1% YoY.

Tapi pembaca perlu mencermati dan ingat, metode ini berdasar kajian data historis yang belum tentu terulang. Jadi, strategi ini tetap mengandung potensi risiko kerugian.

Selain itu, strategi ini memerlukan kesabaran dan kedisiplinan berinvestasi. Namun dengan hasil yang cukup fantastis, ada baiknya metode ini dicoba dengan investasi dari uang tidur. Toh. saham-saham yang kita beli adalah yang harganya relatif sudah murah.♦

Parto Kawito Direktur PT Infovesta Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi