KONTAN.CO.ID - Kehadiran tembakau di tengah masyarakat Lombok, Nusa Tenggara Barat jadi hal vital untuk kelangsungan hidup mereka. Meski begitu, tanaman bahan baku rokok ini bisa juga jadi sumber kematian, tak hanya bagi perokok tapi juga bagi para petani. Iklim Lombok yang cenderung kering membuat lahan di daerah ini cocok untuk ditanami tembakau. Oleh karena itu, masyarakat di wilayah ini pun menggantungkan hidupnya dari tanaman yang mengandung nikotin ini. Tak heran memang jika masyarakat Lombok banyak yang bercocok tanam tanaman ini di ladangnya. "Kami bisa mendapat penghasilan sekitar Rp 10 juta per hektar dari tembakau," ujar Mukmin, petani asal Pijot Utara, Keruak, Lombok Timur. Penghasilan tersebut diperoleh Mukmin dari membudidayakan tembakau jenis virginia. Namun, ia mengaku kini penghasilannya bertambah drastis karena program kemitraan yang dilakukan PT HM Sampoerna Tbk. Lewat program Integrated Production System (IPS), Sampoerna menjalin kemitraan dengan para petani tembakau di kawasan Lombok dan beberapa daerah penghasil tembakau lainnya untuk membina mereka agar bisa menghasilkan tembakau berkualitas tinggi sekaligus menjalankan praktik pertanian tembakau yang baik. Melalui program ini, para petani di Lombok diajarkan cara bertani tembakau yang baik, mulai dari cara penanaman benih, pemupukan, panen, hingga pengolahan daun tembakau. Para petani pun tak perlu khawatir soal penjualan hasil panen mereka. Melalui perusahaan pemasok Sampoerna, PT Sadhana Arifnusa, hasil panen para petani mitra Sampoerna sudah pasti dibeli pemasok berkat adanya kontrak antara petani dan pemasok. "Setelah kemitraan ini, kami bisa meraih penghasilan hingga Rp 45 juta per hektar," terang Mukmin. Walau mampu meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat, tembakau masih membawa ancaman. Tingkat nikotin yang tinggi dalam tanaman ini bisa membuat para petani keracunan jika tidak dipanen dengan hati-hati. Para petani tembakau bisa terkena penyakin green tobacco sickness, sebuah penyakit yang selalu jadi ancaman para petani tembakau. Kadar air yang terkandung dalam daun tembakau bisa terserap oleh kulit, membuat siapapun yang memegangnya langsung merasa pusing, mual, dan sakit kepala. Dalam beberapa kasus pun penyakit ini bisa membuat para petani memiliki tekanan darah yang tidak stabil dan detak jantung tak teratur. Oleh sebab itu, pembinaan mengenai upaya-upaya pencegahan green tobacco sickness juga diajarkan dalam program kemitraan ini. "Ada standar operasi yang harus kami ikuti agar terhindar dari penyakit ini," kata Mukmin. Beberapa diantaranya ialah menggunakan pakaian berlengan panjang dan sarung tangan untuk menghindari penyakit ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Untung rugi budidaya tembakau bagi petani Lombok
KONTAN.CO.ID - Kehadiran tembakau di tengah masyarakat Lombok, Nusa Tenggara Barat jadi hal vital untuk kelangsungan hidup mereka. Meski begitu, tanaman bahan baku rokok ini bisa juga jadi sumber kematian, tak hanya bagi perokok tapi juga bagi para petani. Iklim Lombok yang cenderung kering membuat lahan di daerah ini cocok untuk ditanami tembakau. Oleh karena itu, masyarakat di wilayah ini pun menggantungkan hidupnya dari tanaman yang mengandung nikotin ini. Tak heran memang jika masyarakat Lombok banyak yang bercocok tanam tanaman ini di ladangnya. "Kami bisa mendapat penghasilan sekitar Rp 10 juta per hektar dari tembakau," ujar Mukmin, petani asal Pijot Utara, Keruak, Lombok Timur. Penghasilan tersebut diperoleh Mukmin dari membudidayakan tembakau jenis virginia. Namun, ia mengaku kini penghasilannya bertambah drastis karena program kemitraan yang dilakukan PT HM Sampoerna Tbk. Lewat program Integrated Production System (IPS), Sampoerna menjalin kemitraan dengan para petani tembakau di kawasan Lombok dan beberapa daerah penghasil tembakau lainnya untuk membina mereka agar bisa menghasilkan tembakau berkualitas tinggi sekaligus menjalankan praktik pertanian tembakau yang baik. Melalui program ini, para petani di Lombok diajarkan cara bertani tembakau yang baik, mulai dari cara penanaman benih, pemupukan, panen, hingga pengolahan daun tembakau. Para petani pun tak perlu khawatir soal penjualan hasil panen mereka. Melalui perusahaan pemasok Sampoerna, PT Sadhana Arifnusa, hasil panen para petani mitra Sampoerna sudah pasti dibeli pemasok berkat adanya kontrak antara petani dan pemasok. "Setelah kemitraan ini, kami bisa meraih penghasilan hingga Rp 45 juta per hektar," terang Mukmin. Walau mampu meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat, tembakau masih membawa ancaman. Tingkat nikotin yang tinggi dalam tanaman ini bisa membuat para petani keracunan jika tidak dipanen dengan hati-hati. Para petani tembakau bisa terkena penyakin green tobacco sickness, sebuah penyakit yang selalu jadi ancaman para petani tembakau. Kadar air yang terkandung dalam daun tembakau bisa terserap oleh kulit, membuat siapapun yang memegangnya langsung merasa pusing, mual, dan sakit kepala. Dalam beberapa kasus pun penyakit ini bisa membuat para petani memiliki tekanan darah yang tidak stabil dan detak jantung tak teratur. Oleh sebab itu, pembinaan mengenai upaya-upaya pencegahan green tobacco sickness juga diajarkan dalam program kemitraan ini. "Ada standar operasi yang harus kami ikuti agar terhindar dari penyakit ini," kata Mukmin. Beberapa diantaranya ialah menggunakan pakaian berlengan panjang dan sarung tangan untuk menghindari penyakit ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News