KONTAN.CO.ID - Hiruk pikuk di dunia maya tentang rencana Kementerian Keuangan (Kemkeu) akan memotong jumlah nol dalam rupiah atau redenominasi. Penyederhanaan rupiah tersebut akan tertuang melalui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah (RUU Redenominasi). Langkah redenominasi tersebut merupakan satu dari 19 regulasi dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan tahun 2020-2024. Renstra ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77 tahun 2020. Pro dan kontra pun timbul atas kebijakan ini. Para ekonom ada yang setuju dan ada yang tidak setuju atas gagasan ini. Sebenarnya kebijakan redenominasi bukanlah barang baru, wacana ini pernah digelontorkan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan di tahun 2013. Kata redenominasi dapat diartikan secara sederhana, yakni menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih kecil dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang itu sendiri. Gagasan redenominasi berangkat dari penyederhanaan digit rupiah yang dinilai terlalu banyak dan dipandang tidak efisien. Redenominasi akan menghemat pencatatan akuntansi serta akan mudah mengonversikan ke mata uang asing. Volume rupiah memang akan semakin meningkat seiring dengan tumbuhnya kegiatan ekonomi ditengah masyarakat. Sepanjang tahun 2018, nilai nominal transaksi melalui real time gross settlement (RTGS) telah mencapai Rp 337 triliun per hari. Jumlah yang cukup siginifikan. Dari sisi nilai tukar terhadap mata uang asing seperti dollar AS, rupiah yang terendah di Asia Tenggara setelah dong Vietnam. Padahal untuk ukuran produk domestik bruto (PDB) Indonesia merupakan yang terbesar di kawasan Asia Tenggara. Hal ini mengandung arti nilai rupiah terlalu rendah dibanding skala ekonomi di Indonesia.
Untung Rugi Redenominasi
KONTAN.CO.ID - Hiruk pikuk di dunia maya tentang rencana Kementerian Keuangan (Kemkeu) akan memotong jumlah nol dalam rupiah atau redenominasi. Penyederhanaan rupiah tersebut akan tertuang melalui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah (RUU Redenominasi). Langkah redenominasi tersebut merupakan satu dari 19 regulasi dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan tahun 2020-2024. Renstra ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77 tahun 2020. Pro dan kontra pun timbul atas kebijakan ini. Para ekonom ada yang setuju dan ada yang tidak setuju atas gagasan ini. Sebenarnya kebijakan redenominasi bukanlah barang baru, wacana ini pernah digelontorkan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan di tahun 2013. Kata redenominasi dapat diartikan secara sederhana, yakni menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih kecil dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang itu sendiri. Gagasan redenominasi berangkat dari penyederhanaan digit rupiah yang dinilai terlalu banyak dan dipandang tidak efisien. Redenominasi akan menghemat pencatatan akuntansi serta akan mudah mengonversikan ke mata uang asing. Volume rupiah memang akan semakin meningkat seiring dengan tumbuhnya kegiatan ekonomi ditengah masyarakat. Sepanjang tahun 2018, nilai nominal transaksi melalui real time gross settlement (RTGS) telah mencapai Rp 337 triliun per hari. Jumlah yang cukup siginifikan. Dari sisi nilai tukar terhadap mata uang asing seperti dollar AS, rupiah yang terendah di Asia Tenggara setelah dong Vietnam. Padahal untuk ukuran produk domestik bruto (PDB) Indonesia merupakan yang terbesar di kawasan Asia Tenggara. Hal ini mengandung arti nilai rupiah terlalu rendah dibanding skala ekonomi di Indonesia.