KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seiring lonjakan utang, risiko keuangan China pun semakin meningkat. China sudah berupaya menghindari risiko ini sejak tahun 2015. Bahkan Partai Komunis sebagai partai yang paling berkuasa di China mencoba mengatur semua hal dari mengerem kredit sampai spekulasi pasar saham. Aturan ketat diberlakukan sejak Kongres Partai Komunis pada Oktober 2017 lalu. Kini, pengendalian risiko keuangan menjadi prioritas utama. Namun, tanpa membuat Tiongkok keluar dari jalur ekonomi yang mereka targetkan. Gubernur Bank Sentral China, Zhou Xiachuan seperti dikutip Bloomberg mengakui China telah menghadapi tumpukan risiko yang tersembunyi, kompleks, sistemik dan berbahaya. Pada akhir 2016, rasio pinjaman China telah membengkak menjadi 260% dari tingkat ekonominya. Angka tersebut naik dari tahun 2008 yang hanya 162%.
China terus memupuk utang sejak krisis keuangan global 2018 silam. China ingin memompa kredit untuk mendorong pertumbuhan ekonomi guna menghindari kemerosotan ekonomi yang melanda Amerika Serikat dan Eropa. Akibatnya, risiko terhadap stabilitas keuangan semakin meningkat. Kyle Bass, Pendiri Hayman Capital Management, terus-menerus memperingatkan potensi krisis menjulang. Jim Chanos, Manajer Hedge Fund yang meramalkan runtuhnya Enron Corp mengatakan, bank China menunjukkan tanda-tanda tekanan pinjaman. Tak hanya itu, Dana Moneter Internasional (IMF) telah mewanti-wanti China yang harus menyesuaikan tingkat utangnya yang naik tajam. Dua lembaga pemeringkat, S&P Global Ratings dan Moody's Investors Service bahkan telah menurunkan
sovereign credit rating China pada 2017 untuk pertama kalinya atas risiko utang China. Masalah utama China berasal dari
shadow banking yang menyumbang sebagian kredit di Negeri Tirai Bambu ini. Padahal,
shadow banking berada di luar jangkauan regulator. Sehingga
shadow banking pun sulit diukur. Sektor ini telah membengkak dalam beberapa tahun terakhir karena banyaknya produk
wealth management. Produk ini sangat populer dan menawarkan hasil investasi lebih tinggi ketimbang simpanan di bank tradisional yang dijamin oleh bank. Menurut perhitungan Bloomberg Economics berdasarkan data yang dikeluarkan oleh People's Bank of China, volume
outstanding aset
shadow banking seperti
trust lending, entrusted loans dan akseptasi bank melonjak. Tahun lalu, misalnya bertambah CNY 3,57 triliun menjadi CNY 27,8 triliun. Tekanan kredit juga dirasakan perusahaan konglomerasi di China. Perusahaan diminta mengurangi utang. Pasalnya beberapa ekspansi agresif yang dilakukan oleh perusahaan menggunakan pinjaman. Salah satu yang terimbas adalah miliarder Wang Jianlin, pebisnis yang mengendalikan AMC Entertainment Holdings Inc. Jianlin terpaksa membatalkan rencana ekspansi membangun kerajaan hiburan menyaingi Walt Disney Co.
Tak hanya itu, HNA Group Co, konglomerat di bidang penerbangan dan perhotelan juga harus menjual asetnya sekitar CNY 100 miliar di semester I tahun ini. Menurut sumber
Bloomberg, langkah tersebut harus dilakukan untuk membayar utang dan mencegah krisis likuiditas. Perusahaan lain yang harus merelakan melego asetnya untuk membayar utang adalah Anbang Insurance Group Co. Konglomerasi bisnis ini sebelumnya mendadak tenar karena mengakuisisi Hotel Waldorf Astoria di New York. Sejak 2016, regulator keuangan China telah mencoba menekan risiko finansial. People Bank of China pada Agustus 2016 menawarkan produk ke bank dengan tenor lebih pajak dan meningkatkan suku bunga di pasar menghalangi perusahaan berutang. Lalu, pada tahun 2017, China Banking Regulatory Commision juga membuat pedoman pengendalian risiko di industri perbankan.
Editor: Wahyu T.Rahmawati