Upaya Penanganan Kemiskinan Diprediksi Meleset dari Target



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masa pemerintahan Presiden Joko Widodo –Wakil Presiden Maruf Amin tinggal tersisa sekitar delapan bulan lagi. Namun, sejumlah program, salah satunya program pengentasan kemiskinan diprediksi meleset dari target.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, faktor – faktor penyebab kemiskinan bervariasi, maka tidak bisa satu aturan digunakan untuk semua. Menurutnya, harus ada pendekatan partikularistik. Karena itu penanganan kemiskinan ini memerlukan usaha yang jauh lebih keras.

Muhadjir menyebut, saat ini angka kemiskinan baru mencapai 9,3%, padahal target RPJMN 2020 – 2024 adalah 6,5% - 7,5%. Kemudian, angka kemiskinan ekstrem saat ini adalah 1,12%, sedangkan target pemerintah di tahun 2024 adalah nol kemiskinan ekstrem.


“Saya tidak terlalu optimistis untuk bisa tercapai itu,” ujar Muhadjir dikutip dari Youtube Wakil Presiden, Minggu (25/2).

Baca Juga: Pasca Pemilu, Penyaluran Bantuan Pangan Beras Kembali Dilanjutkan

Muhadjir mengungkapkan, salah satu faktor penyebab penanganan kemiskinan tidak bisa segera tuntas adalah pengalokasian anggaran tidak dibikin lebih beragam yang disesuaikan dengan tingkat daya beli di masing – masing wilayah. Hal ini terkait dengan purchasing power parity (PPP) di daerah.

“Sekarang ini masih dipukul rata, misalnya PKH itu mulai dari Sabang sampai Merauke sama. Padahal kita tahu Merauke, Papua dengan Jawa itu beda sekali daya beli masyarakat, nilai uang di Papua dengan di sini kan beda sekali,” terang Muhadjir.

Muhadjir menyebut, saat ini 75 kabupaten/kota mengalami peningkatan kemiskinan ekstrem, 7 kabupaten/kota stagnan yang berarti tidak ada peningkatan atau penurunan angka kemiskinan ekstrem dan sisanya mengalami penurunan.  

“(Yang mengalami peningkatan kemiskinan ekstrem) Terbanyaknya Indonesia timur,” ungkap Muhadjir.  

Muhadjir mengatakan, saat ini sudah ada intervensi –intervensi kebijakan. Misalnya, pemerintah memberikan bantuan pangan beras untuk 22,4 juta keluarga penerima manfaat (KPM).  Menurutnya, dengan begitu pemerintah berharap ada semacam bantalan penyangga supaya mereka yang berada di lapisan bawah ini tidak terlalu menderita karena ada perubahan inflasi, terutama kenaikan harga pangan dan seterusnya.   

Baca Juga: Pembahasan Anggaran Penerima Bantuan Iuran Jamsostek Tidak Kalah Penting dari Bansos

Sebelumnya, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden, Suprayoga Hadi menyampaikan, pemerintah menyiapkan dua instrumen utama kebijakan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.

Pertama, perbaikan akurasi pensasaran, melalui integrasi data registrasi sosial ekonomi (regsosek) yang mencakup hampir seluruh penduduk Indonesia. Kedua, konvergensi dengan memastikan program lintas sektor dan lintas lapis pemerintahan dapat menjangkau wilayah/kantung kemiskinan dan kelompok miskin ekstrem.

Selain itu, pemerintah telah menyiapkan dan melaksanakan tiga strategi. Yaitu pengurangan beban pengeluaran masyarakat melalui pemberian akses perlindungan sosial, penurunan jumlah kantong kemiskinan, salah satunya dengan pemberian bantuan sosial. Serta peningkatan pendapatan, yaitu dengan pemberdayaan ekonomi.

“Kalau 0,0% impossible, target kita yang lebih optimis antara 0,5% sampai 0,7%, tapi yang benar benar optimis mungkin sekitar 0,3%,” ujar Yoga di Istana Wakil Presiden, Kamis (14/12/2023). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi