KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Perintah Presiden Jokowi untuk menanggulangi defisit perdagangan dinilai oleh industri tidak ditindaklanjuti upaya serius dari jajarannya. Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menilai tidak ada kebijakan dari Kementerian terkait yang secara signifikan mengatasi permasalahan tersebut. Data Kementerian Perdagangan RI (Kemendag) Januari-Oktober 2018 mencatat defisi perdagangan sebesar US$ 5,5 miliar. China dan Singapura merupakan mitra utama yang mencatat defisit masing-masing US$ 12,5 miliar dan US$ 6,6 miliar, sekaligus menggerus surplus pedagangan dengan Amerika Serikat, Jepang dan negara-negara Uni Eropa. Redma menjelaskan bahwa perang dagang mengakibatkan opsi peningkatkan ekspor saat ini sangat terbatas, terlebih insentif bagi industri sangat minim, hingga sisi impor yang harus dimainkan. “Alih-alih insentif untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri, justru importir pedagang yang banyak menikmati insentif” terang Redma dalam rilis pers yang diterima Kontan.co.id, Kamis (6/12). Redma menerangkan bahwa pemerintah sudah mempunyai Kawasan Berikat dan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) sebagai dukungan untuk mendorong ekspor bagi industri yang memerlukan bahan baku impor.
Upaya pengendalian impor TPT dinilai belum intensif
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Perintah Presiden Jokowi untuk menanggulangi defisit perdagangan dinilai oleh industri tidak ditindaklanjuti upaya serius dari jajarannya. Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menilai tidak ada kebijakan dari Kementerian terkait yang secara signifikan mengatasi permasalahan tersebut. Data Kementerian Perdagangan RI (Kemendag) Januari-Oktober 2018 mencatat defisi perdagangan sebesar US$ 5,5 miliar. China dan Singapura merupakan mitra utama yang mencatat defisit masing-masing US$ 12,5 miliar dan US$ 6,6 miliar, sekaligus menggerus surplus pedagangan dengan Amerika Serikat, Jepang dan negara-negara Uni Eropa. Redma menjelaskan bahwa perang dagang mengakibatkan opsi peningkatkan ekspor saat ini sangat terbatas, terlebih insentif bagi industri sangat minim, hingga sisi impor yang harus dimainkan. “Alih-alih insentif untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri, justru importir pedagang yang banyak menikmati insentif” terang Redma dalam rilis pers yang diterima Kontan.co.id, Kamis (6/12). Redma menerangkan bahwa pemerintah sudah mempunyai Kawasan Berikat dan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) sebagai dukungan untuk mendorong ekspor bagi industri yang memerlukan bahan baku impor.