Upaya stabilisasi rupiah harus jadi prioritas agar CDS Indonesia kembali turun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persepsi risiko investasi di Indonesia kembali meningkat. Analis menilai, pemerintah perlu melakukan berbagai upaya menstabilkan lagi nilai tukar rupiah yang notabene menjadi akar masalah tersebut.

Sebagai informasi, CDS Indonesia tenor lima tahun telah mencapai level 143,92 pada Kamis (28/6) yang merupakan level tertinggi sepanjang tahun 2018. Kurs rupiah di pasar spot pun anjlok 1,52% pada penutupan perdagangan hari ini di level Rp 14.394 per dollar AS.

Fund Manager Capital Asset Management Desmon Silitonga berpendapat, upaya stabilisasi rupiah harus menjadi prioritas agar CDS Indonesia kembali turun. Makanya, kenaikan suku bunga acuan BI untuk ketiga kalinya di tahun ini hampir pasti terjadi.


Walau hanya berdampak sementara, kebijakan moneter seperti kenaikan suku bunga acuan setidaknya dapat meredam volatilitas nilai tukar rupiah. “Kalau hanya mengandalkan kebijakan fiskal, prosesnya agak lama,” tutur Desmon, Kamis (28/6).

Sementara itu Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail menyatakan, untuk mengurangi dampak peningkatan risiko investasi, pemerintah perlu mengurangi defisit anggaran belanja. Dengan kata lain, penerbitan Surat Utang Negara (SUN) oleh pemerintah diharapkan tidak terlalu agresif lagi di tengah kondisi pasar yang kurang menentu.

Selain itu, pemerintah juga perlu mencari opsi lain dalam hal pendanaan. Salah satunya dengan mencari pinjaman dana dari lembaga-lembaga internasional. “Dana yang berasal dari pinjaman sifatnya tidak tradable, jadi tidak mempengaruhi kurs rupiah,” katanya.

Memang, upaya-upaya tersebut tidak serta-merta membuat persepsi risiko investasi di Indonesia turun.

Pasar surat utang Indonesia pun masih rentan terhadap tekanan yang membuat investor asing berbondong-bondong melakukan aksi jual.

“Ada potensi yield SUN 10 tahun mencapai 8% di akhir tahun bergantung posisi rupiah dan efek kebijakan dari pemerintah,” ujar Mikail.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi