BANGKOK. Harga karet di Indonesia, negara penghasil karet terbesar kedua di dunia, naik ke level US$ 3,85 per kilogram pada hari Selasa (12/10) ini akibat curah hujan yang tinggi yang mengganggu penyadapan karet dan menyusutkan produksi.Ketua Umum Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Asril Sutan Amir menjelaskan, harga karet Indonesia kemungkinan meningkat menjadi US$ 4 per kilogram pada akhir bulan ini karena minimnya suplai; sementara permintaan domestik terus meningkat. Produksi karet kemungkinan akan sekitar 2,4 juta ton tahun ini, tidak berubah dari produksi tahun lalu. Harga free-on-board (FOB) untuk karet jenis SIR-20 naik pada hari ini menjadi US$ 3,85 per kilogram. Berdasarkan data International Rubber Consortium, harga karet jenis ini kemarin berada di level US$ 3,67 per kilogram, dan berada di level US$ 2,87 pada awal tahun ini. Akhir bulan lalu, Association of Rubber Producing Countries menghitung, harga karet alam akan bullish lantaran suplai karet dari Indonesia dan Thailand terganggu dengan adanya curah hujan yang tinggi. Suplai yang makin ketat ini diprediksi akan terus terjadi hingga tahun depan.Permintaan China, India dan Malaysia telah melambat pada periode Juli hingga Agustus lalu. Asal tahu saja, tiga negara ini merupakan konsumen yang mencuil pasar sebesar 47%.Kontrak karet di Tokyo yang berdenominasi yen telah naik sebesar 19% tahun ini ditengah ketatnya suplai dan meningkatnya permintaan dari China. Harga kontrak karet untuk pengiriman Maret di Tokyo Commodity Exchange naik 3% menjadi 332,5 yen per kilogram atau US$ 4.046 per metrik ton), level yang paling tinggi sejak 19 April 2010. La Nina yang mengusung curah hujan yang lebih besar ketimbang biasanya menggerojok di sebagian Australia dan Asia pada tahun 2010 ini, termasuk Thailand, Indonesia dan Malaysia yang merupakan kontributor 70% karet di pasar global.Selain Gapkindo, asosiasi industri di Indonesia juga menuding curah hujan yang tinggi ini sebagai penyebab rendahnya produksi kakao dan timah. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
UPDATE: Harga karet Indonesia mendekati US$ 4 per kg
BANGKOK. Harga karet di Indonesia, negara penghasil karet terbesar kedua di dunia, naik ke level US$ 3,85 per kilogram pada hari Selasa (12/10) ini akibat curah hujan yang tinggi yang mengganggu penyadapan karet dan menyusutkan produksi.Ketua Umum Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Asril Sutan Amir menjelaskan, harga karet Indonesia kemungkinan meningkat menjadi US$ 4 per kilogram pada akhir bulan ini karena minimnya suplai; sementara permintaan domestik terus meningkat. Produksi karet kemungkinan akan sekitar 2,4 juta ton tahun ini, tidak berubah dari produksi tahun lalu. Harga free-on-board (FOB) untuk karet jenis SIR-20 naik pada hari ini menjadi US$ 3,85 per kilogram. Berdasarkan data International Rubber Consortium, harga karet jenis ini kemarin berada di level US$ 3,67 per kilogram, dan berada di level US$ 2,87 pada awal tahun ini. Akhir bulan lalu, Association of Rubber Producing Countries menghitung, harga karet alam akan bullish lantaran suplai karet dari Indonesia dan Thailand terganggu dengan adanya curah hujan yang tinggi. Suplai yang makin ketat ini diprediksi akan terus terjadi hingga tahun depan.Permintaan China, India dan Malaysia telah melambat pada periode Juli hingga Agustus lalu. Asal tahu saja, tiga negara ini merupakan konsumen yang mencuil pasar sebesar 47%.Kontrak karet di Tokyo yang berdenominasi yen telah naik sebesar 19% tahun ini ditengah ketatnya suplai dan meningkatnya permintaan dari China. Harga kontrak karet untuk pengiriman Maret di Tokyo Commodity Exchange naik 3% menjadi 332,5 yen per kilogram atau US$ 4.046 per metrik ton), level yang paling tinggi sejak 19 April 2010. La Nina yang mengusung curah hujan yang lebih besar ketimbang biasanya menggerojok di sebagian Australia dan Asia pada tahun 2010 ini, termasuk Thailand, Indonesia dan Malaysia yang merupakan kontributor 70% karet di pasar global.Selain Gapkindo, asosiasi industri di Indonesia juga menuding curah hujan yang tinggi ini sebagai penyebab rendahnya produksi kakao dan timah. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News