UrbanAce, padukan sistem offline dan online dalam penjualan rumah



KONTAN.CO.ID - Pesatnya perkembangan teknologi di era yang serba digital berdampak cukup signifikan pada semua sektor bisnis. Teknologi telah mengubah cara manusia hidup, bekerja dan berbisnis. Sebagian besar ahli teknologi menyebut fenomena tersebut dengan istilah disrupsi teknologi.

Adanya disrupsi teknologi membuat perilaku konsumen menjadi bergeser. Tak terkecuali konsumen pada sektor properti. Merespon kondisi saat ini, pelaku usaha properti mau tidak mau harus mulai mengandalkan teknologi. Hanya ada dua pilihan bagi para pelaku bisnis, beradaptasi atau mati.

Proses adaptasi inilah yang dilakukan oleh Ronny Wuisan, Founder dan CEO UrbanAce. Di bawah bendera PT Puncak Properti Solusindo, UrbanAce dirintis oleh Ronny bersama kedua rekannya,  Andy Zain dan Andoko Chandra dengan menggunakan sistem konvensional (offline) pada tahun 2016.


UrbanAce pun menggarap pasar properti di Jakarta dan sekitarnya selama dua tahun secara offline. Lantas, perusahaan jasa pemasaran properti  ini mulai meluncurkan platform digitalnya pada Maret 2018 lalu.

Ronny menyebut platform digital  UrbanAce sebagai sistem pemasaran terintegrasi Offline to Online (O2O). Tujuan awal saya membuat platform digital UrbanAce adalah untuk memberikan customer journey offline to online (O2O) kepada para penggunanya.

"Salah satu caranya adalah dengan mengusung sistem sharing economy sebagai daya tarik utama," jelasnya pada KONTAN di kawasan Slipi, beberapa waktu lalu.

Berbekal pengalaman sebagai agen properti selama 15 tahun membuat Ronny menemukan pergeseran perilaku konsumen di bidang properti. Ia mengatakan, bahwa mulai dua tahun belakangan, generasi milenial mulai ambil bagian sebagai konsumen dalam bisnis properti.

Bahkan, beberapa diantara generasi milenial ini sudah ada yang menjadi pengambil keputusan. Terutama bagi generasi milenial awal yang lahir sekitar tahun 1980-an.

Incar generasi milineals

Karena generasi milenial sangat lekat dengan perangkat digital, maka terjadi pergeseran perilaku konsumen. Yang semula lebih sering menggunakan cara konvensional (offline) menjadi lebih nyaman dengan online, termasuk soal mencari hunian yang cocok. UrbanAce menyediakan pilihan properti berupa rumah maupun apartemen.   

“Saya lihat adanya pergeseran konsumen properti. Kalau dulu yang beli properti kebanyakan orangtua. Mereka sekaligus sebagai pengambil keputusan. Sekarang pengambil keputusan sudah ada di generasi milenial. Bukan orangtua lagi, tapi anaknya. Dan anaknya pasti lebih kritis, dia akan tanya terus tentang banyak hal. Customer is becoming more shophisticated," ungkap Ronny.  

Ia beranggapan, jika bisnis properti dengan model konvensional belum siap untuk menghadapi pergeseran konsumen tersebut. Maka, UrbanAce lewat sistem terintegrasi O2O hadir sebagai jembatan antara kemajuan teknologi dan eksekusi offline yang juga terus dijalankan.

Ronny berpendapat pemasaran properti yang memadukan teknologi digital dengan layanan offline ini dianggap mampu memberikan kemudahan dan pengalaman yang lengkap bagi konsumen saat membeli properti.

Menurut Ronny, sampai hari ini belum banyak perusahaan properti lokal yang bisa mengintegrasikan pengalaman pemasaran O2O ini secara user friendly, sustainable, dan profitable. Untuk itu, UrbanAce hadir menawarkan layanan yang serba terintegrasi, mulai dari sistem pemantauan dashboard, bantuan sampai penjualan oleh agen.

"Saya melihat begitu banyak kejadian, data, informasi, kesalahan, pembelajaran yang tidak ditangkap karena sistem yang terpisah antara online dan offline. Dari situ saya melihat peluang bagi UrbanAce untuk menghadirkan solusi pemasaran real estate secara O2O," tuturnya. Bahkan, Ronny mengklaim UrbanAce sebagai platform digital O2O pertama di Asia Tenggara.

Target Rp 500 miliar

UrbanAce menyajikan sejumlah fitur inovatif yang memungkinkan konsumen dan agen properti mengelola customer journey properti mereka. Mulai dari proses jual, beli, sewa properti sampai pembelian interior tergabung dalam satu aplikasi.

Setelah melihat properti yang menjadi target di website, konsumen bisa membuat janji dengan agen UrbanAce melalui aplikasi untuk melihat langsung ke lokasi.

Khusus untuk pembelian perlengkapan interior, UrbanAce bermitra dengan Fabelio dan Dizen. "Saya juga melihat kecenderungan jika konsumen milenial ini ingin praktis. Kalau bisa dapat rumah satu paket dengan perabotnya dan desain interiornya. Maka, UrbanAce sediakan fasilitas pembelian perabotan di Fabelio dan Dizen dengan free desain interior," jelasnya.   

UrbanAce juga memberikan beberapa layanan yang umum dijumpai pada aplikasi pemasaran properti, yakni slot beriklan bagi pemilik properti untuk menjajakan hunian rumah atau apartemen ke dalam dua kategori, yakni jual dan sewa.

Kemudian, ada pula listing proyek properti terbaru dari beberapa developer terkemuka. Informasi tersebut lengkap dengan fitur unduhan brosur, galeri foto, profil singkat, serta kontak alamat. Kami kerjasama dengan 30 lebih developer properti ternama di tanah air, khusus yang bergerak di real estate, kata Ronny.

Ronny lanjut menjelaskan, selain menggunakan platform digital agar lebih memudahkan konsumen dan mendekatkan konsumen dengan agen. UrbanAce juga menciptakan program UrbanAce Academy yang menawarkan pelatihan khusus dan intensif bagi para agen properti UrbanAce atau yang disebut UrbanAce Ambasador.

Para agen tersebut bukan hanya dinilai dari penjualan yang terjadi (closing deals), namun juga berdasarkan pada proses dan pelayanan serta hasil feedback dari konsumen.Pada aplikasi UrbanAce ini ada fitur untuk memberi rating dan feedback bagi UrbanAcer Ambasador. "Jadi konsumen yang akan menilai langsung bagaimana kinerja para UrbanAce Ambasador," kata Ronny.

Ia mengatakan bahwa para UrbanAce Ambasador yang mengikuti prosedur dengan baik serta memberi pelayanan terbaik akan mendapatkan kompensasi. Maka, pendapatan para UrbanAce Ambasador tersebut tidak hanya berasal dari komisi.

Saat ini, UrbanAce telah memiliki sekitar 300 orang UrbanAce Ambasador yang tersebar di sekitar Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (Jabodetabek). Ronny menuturkan jika siapa saja bisa bergabung menjadi agen properti dalam jaringan UrbanAce dan turut serta menjual properti darimana saja.

“Siapa saja boleh gabung menjadi UrbanAce Ambasador. Tapi jika sudah bergabung bersama kami, tidak bisa double job menjadi agen properti di tempat lain. Harus fokus berkembang bersama kami,"ujarnya.  

Sejak awal mendirikan UrbanAce, Ronny mendapatkan pendanaan awal berupa angel investor dari beberapa individu. Angel investor tersebut berasal dari dalam negeri. "Total sekarang kami punya 7 individu sebagai angel investor kami," tandas Ronny.

Ia mengungkapkan, pada tahun 2018, UrbanAce sedang fokus meningkatkan transaksi, mulai dari segi pengguna aplikasi, daftar properti, sampai peserta program UrbanAce Ambasador. Upaya yang dilakukan yaitu lewat kegiatan promosi seperti event dan pemasaran digital.

Ronny sendiri menargetkan UrbanAce bisa menghimpun pendapatan senilai Rp 500 miliar hingga akhir tahun ini. Berdasarkan data terakhir, UrbanAce telah mencapai pendapatan sebesar US$ 22 juta atau sekitar Rp 286 miliar. Pendapatan itu kami raih dari 300 unit lebih properti yang terjual maupun tersewa dari 300 agen kami, terangnya.

Selain itu, Ronny menargetkan UrbanAce Ambasador merambah 20 kota lain seperti Bandung, Solo, Malang, Banjarmasin, Semarang, Yogyakarta dan kota lainnya pada tahun 2019. Tahun ini UrbanAce masih fokus melengkapi layanan di Jabodetabek dan bakal  buka cabang di Surabaya.           

Jual properti harus tetap ada layanan offline

Pengamat telekomunikasi dan Start Up dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi berpendapat, platform digital untuk menunjang penjualan properti memang sangat dibutuhkan. Apalagi di era saat ini, ketergantungan konsumen terhadap perangkat elektronik, seperti gadget memang sangat tinggi. Tak bisa dipungkiri jika memang ada pergeseran perilaku konsumen di era digital ini.

Meski demikian, bisnis properti tidak bisa hanya bergantung atau mengandalkan platform digital saja. Promosi dan layanan offline harus tetap berjalan maksimal seperti sebelumnya. Keberadaan platform digital hanya menunjang kegiatan dalam bisnis properti.

"Untuk bisnis properti dan mobil memang tidak bisa dilepaskan hanya berbasis online atau aplikasi saja. Tapi harus tetap diikuti dengan layanan offline, karena konsumen butuh cek fisik rumah atau mobil," jelas Heru.  Ia menganggap langkah yang dilakukan UrbanAce sudah tepat. Dengan catatan, UrbanAce bisa tetap menjalankan layanan offline secara konsisten.

Heru juga mengatakan, jika platform digital yang dirintis oleh UrbanAce memiliki diferensiasi dari platform digital properti serupa. "Saya lihat layanan yang ditawarkan berbeda dari layanan yang lain, yang seolah hanya menjadi iklan rumah saja," tuturnya.

Meski memiliki layanan unggulan, menurut Heru, UrbanAce sebaiknya memaksimalkan gabungan sistem integrasi  offline to Online (O2O) yang sudah dibentuk. Selain itu, pihak UrbanAce juga bisa menjalin kerjasama dengan agen lain, tidak hanya mengandalkan agen UrbanAce saja.

"Untuk memperluas pasar, UrbanAce bisa kerjasama dengan agen lain yang mungkin sudah lebih besar dan luas, agar pasar juga menjadi lebih besar lagi," papar Heru.

Di samping strategi tersebut, Heru mengatakan penambahan layanan desain interior cukup potensial, selama UrbanAce memiliki tenaga ahli yang bergerak di jasa desain interior.

Pasar yang disasar untuk fasilitas penambahan desain interior ini biasanya kalangan menengah atas. Ada satu hal lagi yang juga menentukan berkembangnya platform digital properti, yaitu faktor harga jasa. Harga jasa sangat mempengaruhi minat pembelian, apalagi jika sasarannya adalan milenial.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Johana K.