Usaha jamur crispy tak selalu renyah



JAKARTA. Beberapa tahun lalu makanan olahan jamur, terutama jamur goreng tepung crispy merebak di berbagai tempat. Banyak pebisnis kuliner melirik usaha ini lantaran camilan ini diminati banyak kalangan. Tawaran kemitraan jamur crispy pun merebak. Lalu kini apakah kemitraan jamur ini masih bisa bertahan dan berkembang?

Untuk menjawabnya, kali ini KONTAN akan memberikan ulasan terkini perkembangan bisnis olahan jamur dari beberapa brand yang beredar. Diantaranya adalah Jamur Kriuk, Jamur Crispy Mr.R dan Jamur Kruyuk. Hasil, tidak semua usaha kemitraan ini bisa berkembang baik, hingga ada yang harus menutup usahanya. Namun sebagian lagi masih bisa bertahan dan menambah mitra meski tidak signifikan.  

Apa saja kendala yang dihadapi para pengusaha jamur crispy ini dan strategi usaha seperti apa yang mereka jalankan untuk bisa bertahan? Simak ulasannya berikut ini:


Jamur Kriuk

Usaha jamur crispy besutan Fathoni ini berdiri pada 2009 di Purwokerto, Jawa Tengah. Lewat CV Manggala Karya Abadi, dia lantas menawarkan kemitraan usaha. Ketika KONTAN mengulas kemitraan ini pada September 2012, mitra usaha Jamur Kriuk sudah ada 260 mitra. Namun kini, mitranya yang masih bertahan sekitar 244 mitra yang sebagian besar tersebar di pulau Jawa..

Ada pula mitra usaha yang terletak di Pekanbaru. Sementara, Fathoni  memiliki satu gerai pribadi di depan Universitas Sudirman di Purwokerto. Fatoni bilang, saat ini dia memang tidak fokus menambah jumlah mitra. Namun dia lebih berusaha untuk meningkatkan kualitas mitra yang sudah ada. Meski begitu, namun Fathoni bilang saat ini masyarakat masih menggemari olahan camilan berbahan baku jamur, sehingga permintaan bermitra masih ada.

Padahal Fathoni tidak melakukan inovasi pengembangan produk atau menambah varian menu baru. Dia tetap mengandalkan menu jamur tepung rasa balado, keju dan barberque. Namun kini, selain disalurkan kepada mitra, bumbu racikan yang dia buat sendiri untuk membalut jamur mulai di jual di sepermarket.

Dengan merek Tepung Bumbu Jamur Kriuk, Fathoni membanderol bumbu racikan ini seharga Rp 7.500-Rp 8.000 per bungkus berukuran 100 gram. Sebelumnya, setiap satu kantong di harga Rp 4.000 di Jawa Tengah dan Rp 5.000 untuk di luar Jawa Tengah. Namun kini harga jual naik karena mengikuti kenaikan harga bahan baku di pasaran.

Untuk pilihan paket investasi kemitraan, saat ini juga mengalami perubahan. Sejak awal, Fathoni hanya menawarkan dua paket investasi. Khusus untuk wilayah Jawa Tengah sebesar Rp 5,75 juta, sedangkan di luar Jawa Tengah senilai Rp 6,8 juta. Kini nilai investasi itu naik menjadi Rp 6,5 juta untuk wilayah Jawa Tengah dan Rp 7,5 juta untuk investasi di luar Jawa Tengah.

Pria yang akrab disapa Toni ini juga menawarkan master franchise. Sebelumnya nilai investasi yang dia tawarkan untuk paket ini senilai Rp 30 juta. Kini nilainya naik  naik menjadi Rp 40 juta. Kini Jamur Kriuk sudah memiliki 20 master franchise yang tersebar di wilayah Jawa Tengah, Jakarta, dan Pekanbaru. "Dari sinilah bisa terus menjaring mitra," ujar dia.

Fathoni mengaku kendala dia kerap dihadapi saat ini yaitu susahnya mitra yang mendapatkan lokasi yang bagus untuk membuka usaha. Karena rata-rata tempat yang strategis kerap ditarik pungutan liar yang memberatkan mitra.

Jamur Crispy Mr. R

Usaha ini didirikan oleh Suratman di Solo, Jawa Tengah pada tahun 2008. Saat KONTAN mengulas tawaran kemitraan Jamur Crispy Mr.R tahun lalu, Suratman sudah memiliki 28 gerai yang terdiri dari 24 gerai milik mitra dan 4 gerai milik pusat. Kini, gerai Mr.R sudah bertambah menjadi 36 gerai yang tersebar di Banyuwangi, Magelang, Jogja, Jakarta, Pekanbaru, Sumatra Barat, Solo, Sumatra Utara. Ini merupakan perkembangan yang lumayan di tengah perkembangan tawaran kemitraan jamur yang sedang surut seperti sekarang.

Suratman mengaku, perkembangan bisnis jamur crispy di daerah sekitar Jawa Tengah dan Jawa Timur masih bagus. "Omzet selalu naik setiap bulannya pada mitra di wilayah ini," ujar Suratman.

Adapun harga paket investasi Mr.R naik sebesar Rp 500.000 menjadi Rp 6 juta untuk paket franchise biasa. Sementara, untuk paket master franchise naik Rp 2 juta menjadi Rp 12 juta..

Kendati harga pada paket investasi naik, namun Jamur Crispy Mr. R tidak menaikkan harga jual produk, yakni masih tetap Rp 3.000 per porsi. "Tapi kalau di kota-kota besar seperti Pekanbaru, Jakarta, Surabaya itu harganya Rp 5.000−Rp 7.000 per porsi karena beban sewa dan bahan baku yang lebih mahal," ungkap Suratman.

Setiap bisnis, pasti selalu ada kendala. Suratman merasakan, walaupun kemitraan Jamur Crispy Mr.R berkembang, namun dia juga terkendala oleh ketersediaan bahan baku untuk mitra yang berada di wilayah timur, seperti Kalimantan, dan Sulawesi. "Di sana itu susah buat cari jamur tiram karena kalau dikirim itu mahal jadi lebih memberatkan mitra," ungkap Suratman.

Kendala itu sempat membuat pembukaan gerai mitra di Kalimantan dan Makassar tertunda. Namun, mitra di Makassar gigih untuk membuka gerai di daerahnya. Ini membuat para mitra harus memproduksi jamur tiram sendiri dengan membudidayakannya.

Untuk terus mengembangkan bisnis Jamur Crispy Mr.R, Suratman mempromosikan usahanya melalui berbagai media sosial dan forum jual beli online. Selain itu, agar bisa terus menjaring mitra, dia membebaskan biaya royalti bagi mereka yang ingin bergabung.

Suratman juga menjamin rasa Jamur Crispy Mr.R miliknya lebih nikmat dibanding yang lain karena bumbu diracik sendiri sehingga tidak dapat ditemukan di pasaran.  

Jamur Kyuruk Jayuk

Sementara dua merek jamur crispy masih bisa mempertahankan usaha, Jamur Kruyuk Jayuk asal Gunung Puteri, Bogor ini tidak mampu bertahan dan akhirnya usaha ditutup baru-baru ini. Padahal, usaha ini baru berdiri pada April 2011 lalu ini menawarkan kemitraan pada saat yang sama. Pemilik Jamur

Kruyuk Jayuk, Andre Yahya menyampaikan, usahanya ini baru saja tutup awal Januari ini. Ketika KONTAN mengulas kemitraan ini pada Januari 2014 lalu,  mitranya baru ada satu. Saat memutuskan menutup usahanya, Andre mengaku memiliki tiga gerai, yakni satu milik pribadi dan sisanya milik mitra yang  berada di Bintaro dan Cibubur.

Selama hampir tiga tahun bertahan, Andre mengaku penjualan jamurnya tidak menunjukkan perkembangan yang baik. Dia bilang untuk penjualan sehari-harinya memang tidak selalu ramai, dalam sehari hanya bisa menjual 40 bungkus−50 bungkus dengan harga Rp 5.000 per bungkus. Omzet yang didapat rata-rata Rp 7 juta per bulan. Omzet itu dianggap terlalu kecil dan tidak prospektif.

Baik gerai milik sendiri dan mitra sudah tidak terkontrol, lagi pula tempat usaha dia rasa kurang cocok. Belum lagi mitranya kurang memahami pelanggan dan kualitas makanan. "Tahun ini kuliner jamur tidak lagi menjadi tren," ujarnya.  Sehingga, akhir 2014 Andre banting setir dengan menjajal usaha di bidang lain yakni membuka jasa binatu dengan merek dagang Del Laundry di Bogor.                  n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini