Pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang terus bertambah memberi peluang besar bagi berkembangnya bisnis alat produksi. Permintaan terus tumbuh, maka pebisnis alat produksi UKM pun mampu meraup omzet miliaran rupiah saban bulan.Meski skala usahanya kecil, sektor usaha kecil dan menengah (UKM) terbukti paling kebal krisis. Ketika sektor bisnis besar dan industri yang berorientasi ekspor terpuruk akibat guncangan krisis, UKM tetap mampu bertahan lantaran pasarnya loyal.Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) menyebutkan, jumlah UKM di Indonesia sudah menembus angka 51,2 juta unit usaha. Jumlah ini setara dengan 90% lebih dari total pelaku usaha di Tanah Air. Potensi jumlah pelaku UKM yang begitu besar itu menjadi berkah bagi bisnis alat-alat produksi yang lebih menyasar pengusaha kelas UKM ini. Maklum, perkembangan zaman juga menuntut pelaku UKM melakukan inovasi. Di satu sisi, pengusaha harus siap menggenjot kapasitas produksi. Di sisi lain, mereka harus menghasilkan produk yang lebih berkualitas dan menarik dengan cara yang semakin efisien. CV Graha Mesin Globalindo adalah salah satu perusahaan pembuat alat produksi UKM itu. Perusahaan yang berdiri sejak 2007 ini membuat pelbagai alat seperti mesin penepung, perajang rumput, penyuling minyak, pencetak dodol, vakum pengemas, hingga mesin pembuat abon. Harga jual alat-alat itu adalah sekitar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per unit. “Kami melayani pesanan khusus, customize, sesuai dengan kapasitas usaha dan anggaran pemesan,” ujar Azis Kurniawan, Direktur CV Graha Mesin Globalindo. Pemain lain adalah PT Agrindo Cipta Mandiri. Yuniar Risdianto Rizki, pemiliknya, menyebut sudah memproduksi hingga 60 jenis alat produksi. Rentang harga peralatan itu berkisar Rp 2 juta–Rp 150 juta per unit.Jika pemesan ingin alat dengan spesifikasi khusus, baik Azis maupun Rizki mengaku membutuhkan waktu maksimal sebulan untuk menyelesaikan pesanan. Mereka juga memberi jaminan servis dari satu tahun hingga lima tahun. Puluhan alat produksi untuk UKM itu rata-rata menggunakan bahan berupa besi tahan karat (stainless steel). Pengoperasiannya bisa menggunakan listrik, diesel, atau gas. Di luar alat produksi yang dibikin sendiri, baik Rizki maupun Azis juga menjual alat produksi yang diimpor dari China. Namun, alat itu kebanyakan berupa mesin pengemas, bukan mesin produksi.Meski mampu memproduksi sendiri, Rizki mengakui, bengkelnya belum segesit bengkel para produsen peralatan di China yang sebagian besar sudah sekelas dengan pabrik mesin. Sebab, untuk melayani pesanan, saat ini, bengkelnya masih lebih banyak mengandalkan tenaga manusia. Setali tiga uang, Azis bilang, bengkelnya mempekerjakan 32 pekerja. Sementara, alat utama yang digunakan berupa mesin las dan bubut. Namun, “Dari sisi kualitas dan variasi alat, produk dalam negeri tidak kalah,” tandasnya.Menadah pesanan proyek pemerintahMungkin lantaran sadar tak bisa bersaing dengan produk impor, Delli Gunarsa, pemilik CV D&D Indonesia, lebih memilih menjual alat impor. Sebagian besar yang ia jual adalah mesin pengemas yang didatangkan dari China dan Taiwan. Meski sekadar agen penjual alat produksi impor, D&D Indonesia memiliki cara jitu untuk menarik pembeli. Delli menyatakan bahwa perusahaannya tidak sekadar menjual, tapi juga memberikan konsultasi bisnis gratis kepada para pembeli. “Saya arahkan kemasannya apa, alatnya apa, mereknya, hingga cara mendapat perizinannya,” bebernya.Dengan memanfaatkan penjualan lewat internet, para produsen dan agen alat produksi itu mampu menjangkau pasar di seluruh Indonesia. Rizki, bahkan, mengaku pernah mendapatkan pesanan alat produksi dari pembeli perorangan di Malaysia dan Nigeria.Selain pemasaran melalui jalur internet, perusahaan produsen peralatan itu ternyata ikut kecipratan rezeki dari sejumlah proyek yang digelar pemerintah. Azis menyatakan beberapa kali mendapatkan pesanan dari rekanan pemerintah, khususnya pada Juli dan Agustus. Alhasil, pada bulan itu, omzetnya melejit 40% dibanding bulan biasa. Salah satunya, Azis mengaku kecipratan rezeki dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan. Sekali mendapat pesanan, Graha Mesin bisa memenuhi 43 unit alat produksi.Agrindo Cipta juga mengaku ikut mereguk manisnya proyek instansi pemerintah. Rizki mengatakan, perusahaannya kerap mendapatkan pesanan dari Dinas Pertanian, Dinas Pendidikan, hingga beberapa universitas. Terakhir, lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini mengungkapkan mendapat pesanan 12 alat pembuat selai nanas dari Asian Development Bank (ADB). Alat yang harganya Rp 5,5 juta sampai Rp 40 juta itu diperuntukkan bagi masyarakat di Manado, Sulawesi Utara.Tak jauh berbeda, Delli mengungkapkan kerap diminta membantu sejumlah kementerian seperti Kementerian Pertanian (Kemtan), Kementerian Perdagangan (Kemdag), dan Kementerian Perindustrian (Kemperin), untuk memberikan pelatihan bagi para pelaku usaha kelas kecil dan menengah.Hasilnya, omzet bisnis peralatan produksi UKM ini cukup menjanjikan. Graha Mesin, misalnya, mampu memproduksi rata-rata 70 sampai 75 unit alat dalam setiap bulan. Dengan produksi sebanyak ini, Graha Mesin mampu meraup omzet sekitar Rp 1,4 miliar–Rp 1,6 miliar per bulan. Omzet Agrindo Cipta dan D&D juga tidak mengecewakan. Dalam setiap bulan, masing-masing mampu mencetak omzet Rp 120 juta dan Rp 300 juta. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Usaha kecil tumbuh subur, bisnis peralatan UKM makmur
Pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang terus bertambah memberi peluang besar bagi berkembangnya bisnis alat produksi. Permintaan terus tumbuh, maka pebisnis alat produksi UKM pun mampu meraup omzet miliaran rupiah saban bulan.Meski skala usahanya kecil, sektor usaha kecil dan menengah (UKM) terbukti paling kebal krisis. Ketika sektor bisnis besar dan industri yang berorientasi ekspor terpuruk akibat guncangan krisis, UKM tetap mampu bertahan lantaran pasarnya loyal.Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) menyebutkan, jumlah UKM di Indonesia sudah menembus angka 51,2 juta unit usaha. Jumlah ini setara dengan 90% lebih dari total pelaku usaha di Tanah Air. Potensi jumlah pelaku UKM yang begitu besar itu menjadi berkah bagi bisnis alat-alat produksi yang lebih menyasar pengusaha kelas UKM ini. Maklum, perkembangan zaman juga menuntut pelaku UKM melakukan inovasi. Di satu sisi, pengusaha harus siap menggenjot kapasitas produksi. Di sisi lain, mereka harus menghasilkan produk yang lebih berkualitas dan menarik dengan cara yang semakin efisien. CV Graha Mesin Globalindo adalah salah satu perusahaan pembuat alat produksi UKM itu. Perusahaan yang berdiri sejak 2007 ini membuat pelbagai alat seperti mesin penepung, perajang rumput, penyuling minyak, pencetak dodol, vakum pengemas, hingga mesin pembuat abon. Harga jual alat-alat itu adalah sekitar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per unit. “Kami melayani pesanan khusus, customize, sesuai dengan kapasitas usaha dan anggaran pemesan,” ujar Azis Kurniawan, Direktur CV Graha Mesin Globalindo. Pemain lain adalah PT Agrindo Cipta Mandiri. Yuniar Risdianto Rizki, pemiliknya, menyebut sudah memproduksi hingga 60 jenis alat produksi. Rentang harga peralatan itu berkisar Rp 2 juta–Rp 150 juta per unit.Jika pemesan ingin alat dengan spesifikasi khusus, baik Azis maupun Rizki mengaku membutuhkan waktu maksimal sebulan untuk menyelesaikan pesanan. Mereka juga memberi jaminan servis dari satu tahun hingga lima tahun. Puluhan alat produksi untuk UKM itu rata-rata menggunakan bahan berupa besi tahan karat (stainless steel). Pengoperasiannya bisa menggunakan listrik, diesel, atau gas. Di luar alat produksi yang dibikin sendiri, baik Rizki maupun Azis juga menjual alat produksi yang diimpor dari China. Namun, alat itu kebanyakan berupa mesin pengemas, bukan mesin produksi.Meski mampu memproduksi sendiri, Rizki mengakui, bengkelnya belum segesit bengkel para produsen peralatan di China yang sebagian besar sudah sekelas dengan pabrik mesin. Sebab, untuk melayani pesanan, saat ini, bengkelnya masih lebih banyak mengandalkan tenaga manusia. Setali tiga uang, Azis bilang, bengkelnya mempekerjakan 32 pekerja. Sementara, alat utama yang digunakan berupa mesin las dan bubut. Namun, “Dari sisi kualitas dan variasi alat, produk dalam negeri tidak kalah,” tandasnya.Menadah pesanan proyek pemerintahMungkin lantaran sadar tak bisa bersaing dengan produk impor, Delli Gunarsa, pemilik CV D&D Indonesia, lebih memilih menjual alat impor. Sebagian besar yang ia jual adalah mesin pengemas yang didatangkan dari China dan Taiwan. Meski sekadar agen penjual alat produksi impor, D&D Indonesia memiliki cara jitu untuk menarik pembeli. Delli menyatakan bahwa perusahaannya tidak sekadar menjual, tapi juga memberikan konsultasi bisnis gratis kepada para pembeli. “Saya arahkan kemasannya apa, alatnya apa, mereknya, hingga cara mendapat perizinannya,” bebernya.Dengan memanfaatkan penjualan lewat internet, para produsen dan agen alat produksi itu mampu menjangkau pasar di seluruh Indonesia. Rizki, bahkan, mengaku pernah mendapatkan pesanan alat produksi dari pembeli perorangan di Malaysia dan Nigeria.Selain pemasaran melalui jalur internet, perusahaan produsen peralatan itu ternyata ikut kecipratan rezeki dari sejumlah proyek yang digelar pemerintah. Azis menyatakan beberapa kali mendapatkan pesanan dari rekanan pemerintah, khususnya pada Juli dan Agustus. Alhasil, pada bulan itu, omzetnya melejit 40% dibanding bulan biasa. Salah satunya, Azis mengaku kecipratan rezeki dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan. Sekali mendapat pesanan, Graha Mesin bisa memenuhi 43 unit alat produksi.Agrindo Cipta juga mengaku ikut mereguk manisnya proyek instansi pemerintah. Rizki mengatakan, perusahaannya kerap mendapatkan pesanan dari Dinas Pertanian, Dinas Pendidikan, hingga beberapa universitas. Terakhir, lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini mengungkapkan mendapat pesanan 12 alat pembuat selai nanas dari Asian Development Bank (ADB). Alat yang harganya Rp 5,5 juta sampai Rp 40 juta itu diperuntukkan bagi masyarakat di Manado, Sulawesi Utara.Tak jauh berbeda, Delli mengungkapkan kerap diminta membantu sejumlah kementerian seperti Kementerian Pertanian (Kemtan), Kementerian Perdagangan (Kemdag), dan Kementerian Perindustrian (Kemperin), untuk memberikan pelatihan bagi para pelaku usaha kelas kecil dan menengah.Hasilnya, omzet bisnis peralatan produksi UKM ini cukup menjanjikan. Graha Mesin, misalnya, mampu memproduksi rata-rata 70 sampai 75 unit alat dalam setiap bulan. Dengan produksi sebanyak ini, Graha Mesin mampu meraup omzet sekitar Rp 1,4 miliar–Rp 1,6 miliar per bulan. Omzet Agrindo Cipta dan D&D juga tidak mengecewakan. Dalam setiap bulan, masing-masing mampu mencetak omzet Rp 120 juta dan Rp 300 juta. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News