Jangan menganggap remeh bisnis kolangkaling. Makanan dari biji pohon aren yang banyak dijumpai di pasar ini bisa mendatangkan fulus segar bagi para pebisnisnya. Di bulan Ramadan, permintaan kolangkaling bisa meningkat lebih dari 100%. Sejumlah pedagang kolangkaling mengaku dapat mencetak omzet hingga ratusan juta selama hajatan sekali setahun ini.Minuman segar menjadi pilihan hampir semua umat Muslim saat berbuka puasa. Apalagi, jika minuman itu dicampur berbagai buah segar. Salah satu buah yang menjadi ciri khas menu buka puasa adalah kolangkaling. Buah yang berasal dari biji pohon aren ini, memang sudah kesohor di tanah air sejak lama. Tak heran, buah ini memiliki banyak nama. Seperti buah atap, buah kaong atau tropical food.Meski buah ini selalu bisa ditemukan setiap hari di pasar tradisional dan modern, bulan Ramadan ditengarai sebagai masa panen penjualan kolangkaling. Para pebisnis kolangkaling pun tersenyum lebar ketika diminta KONTAN untuk berbagi cerita seputar bisnisnya di bulan Ramadan.Salah seorang pelaku usaha kolang kaling adalah Benjamin Muliono di Cirebon, Jawa Barat. Melalui bendera usaha Sentosa Enterprise, lelaki ramah ini sudah menekuni usaha tersebut sejak tahun 1982. Dia mewarisi usaha ini dari sang ayah, Irawan Respati.Benjamin menyatakan, bulan Ramadan membawa berkah melimpah bagi bisnisnya. Sepekan sebelum bulan ini tiba, dia sudah menjual 2,5 ton kolangkaling. "Kalau ditotal sampai sekarang, maka 10 ton sudah laku," imbuhnya.Belajar dari pengalaman pada tahun lalu, selama Ramadan penjualan kolang kaling bisa melejit hingga 100%. Lonjakan permintaan itu otomatis ikut mendongkrak omzet Benjamin.Dia bilang, pada bulan biasa dia mampu menjual kolangkaling sebanyak 25-30 ton. Omzetnya sekitar Rp 400 juta-Rp 500 juta sebulan. Dia optimistis, omzetnya di bulan Ramadan lebih besar dibandingkan dengan jumlah itu. Optimisme Benjamin tidak berlebihan. Maklum, pasar bisnis kolangkaling perusahaannya terbilang luas. Pria 39 tahun ini mengaku sudah memasarkan kolangkalingnya sampai ke Hongkong dan Arab Saudi. Menurut Benjamin, perusahaannya hanya memasok kolangkaling sebesar 10% dari total produksi untuk pasar lokal. Mayoritas pelanggannya adalah perusahaan ritel. Dia rutin memasok kolangkaling ke gerai Makro, Sogo, dan sebuah gerai ritel di Senayan City, Jakarta. Kolang kaling produksi Benjamin memiliki rasa vanila dan berbentuk manisan. Jadi, bisa langsung dikonsumsi. Ini adalah kreasinya sendiri. Ada tujuh pemasok kolang kaling mentah dari Jawa Barat yang digandengnya.Benjamin menjual kolang kalingnya dalam tiga kemasan berbeda. Yakni, 360 gram (gr), 1 kilogram (kg), 3 kg, dan 20 kg. Kolang kaling dalam kemasan itu dijual dengan merek dagang @P, Bee Brand, dan Deliamor. Ada juga produk yang dijual tanpa merek.Harga kolang kaling tersebut beragam, tergantung ukuran kemasan. Contohnya, kolang kaling kemasan 360 gr dijual Rp 12.000 per bungkus. Harga ini hanya berlaku di pasar lokal. "Harga kolang kaling untuk pasar ekspor bisa berubah-ubah sesuai dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika," kata Benjamin.Berkah dari lonjakan permintaan buah atap ini juga dirasakan, Muhammad Soum. Pengusaha kolang kaling yang mengusung bendera usaha Sipirok ini membuka usaha di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Sejak puasa, "Sampai saat ini, saya sudah mengirim kolangkaling yang diangkut dengan delapan mobil," ujarnya. Menurut Soum, setiap mobil mampu menampung sebanyak 8 ton kolangkaling. Jadi, total kolangkaling yang sudah terjual mencapai 56 ton. Kolangkaling tersebut untuk memenuhi kebutuhan pasar di Jakarta, yang dipusatkan di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur. Harga jualnya juga termasuk miring, hanya Rp 5.000 per kg. Dengan harga penjualan sebesar itu, maka perhitungan omzet penjualan kolangkaling Soum sudah mencapai Rp 280 juta. Di luar pasar Jakarta, dia juga memasarkan produknya untuk pasar lokal di Sumatera Utara. Harganya jauh lebih murah, yakni Rp 3.500 per kg.Keberhasilan Soum menembus pasar di berbagai daerah tersebut tak lepas dari kualitas kolangkaling ramuannya. Soum bilang, dia hanya mengolah kolangkaling yang sudah berusia tua, yakni sekitar dua tahun. Buah itu pun harus matang di pohon, agar tetap menghasilkan kolangkaling yang berkualitas baik. Wujud kolangkaling yang bagus dan diminati pasar, kata Soum, adalah berbentuk lonjong sempurna. Dagingnya tidak terlalu lembut, tapi juga tak terlalu keras atau kenyal.Dia tak terlalu kesulitan mendapatkan pasokan kolangkaling yang berkualitas. Maklum, daerah Tapanuli Selatan terkenal dengan perkebunan enau atau aren yang banyak pula menghasilkan buah atap.Untuk mengembangkan usahanya, Soum tengah mencari mitra yang bisa menampung, sekaligus memasarkan produk kolang kaling Sipirok secara terus-menerus. "Supaya jaringan pemasaran kami menjadi lebih luas lagi," paparnya. Selama bulan Ramadan tahun ini, Soum memperkirakan omzet usahanya tak jauh berbeda dibandingkan Ramadan tahun sebelumnya. Hanya, dia meramal, secara keseluruhan penjualannya tak akan sebagus tahun lalu. Senada, Benjamin mengatakan, ada perbedaan kondisi pasar pada tahun lalu dan tahun ini. Persoalannya terletak pada daya beli masyarakat yang menurun dan tak sebagus tahun lalu. Pendapat itu didasarkan pada bisnis kolang kalingnya yang tumbuh tak terlalu signifikan pada tahun ini. "Kalau dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, kuantitas penjualan saya sekarang turun sekitar 8%," ungkap Benjamin.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Usaha kolangkaling tidak secerah ramadan tahun lalu
Jangan menganggap remeh bisnis kolangkaling. Makanan dari biji pohon aren yang banyak dijumpai di pasar ini bisa mendatangkan fulus segar bagi para pebisnisnya. Di bulan Ramadan, permintaan kolangkaling bisa meningkat lebih dari 100%. Sejumlah pedagang kolangkaling mengaku dapat mencetak omzet hingga ratusan juta selama hajatan sekali setahun ini.Minuman segar menjadi pilihan hampir semua umat Muslim saat berbuka puasa. Apalagi, jika minuman itu dicampur berbagai buah segar. Salah satu buah yang menjadi ciri khas menu buka puasa adalah kolangkaling. Buah yang berasal dari biji pohon aren ini, memang sudah kesohor di tanah air sejak lama. Tak heran, buah ini memiliki banyak nama. Seperti buah atap, buah kaong atau tropical food.Meski buah ini selalu bisa ditemukan setiap hari di pasar tradisional dan modern, bulan Ramadan ditengarai sebagai masa panen penjualan kolangkaling. Para pebisnis kolangkaling pun tersenyum lebar ketika diminta KONTAN untuk berbagi cerita seputar bisnisnya di bulan Ramadan.Salah seorang pelaku usaha kolang kaling adalah Benjamin Muliono di Cirebon, Jawa Barat. Melalui bendera usaha Sentosa Enterprise, lelaki ramah ini sudah menekuni usaha tersebut sejak tahun 1982. Dia mewarisi usaha ini dari sang ayah, Irawan Respati.Benjamin menyatakan, bulan Ramadan membawa berkah melimpah bagi bisnisnya. Sepekan sebelum bulan ini tiba, dia sudah menjual 2,5 ton kolangkaling. "Kalau ditotal sampai sekarang, maka 10 ton sudah laku," imbuhnya.Belajar dari pengalaman pada tahun lalu, selama Ramadan penjualan kolang kaling bisa melejit hingga 100%. Lonjakan permintaan itu otomatis ikut mendongkrak omzet Benjamin.Dia bilang, pada bulan biasa dia mampu menjual kolangkaling sebanyak 25-30 ton. Omzetnya sekitar Rp 400 juta-Rp 500 juta sebulan. Dia optimistis, omzetnya di bulan Ramadan lebih besar dibandingkan dengan jumlah itu. Optimisme Benjamin tidak berlebihan. Maklum, pasar bisnis kolangkaling perusahaannya terbilang luas. Pria 39 tahun ini mengaku sudah memasarkan kolangkalingnya sampai ke Hongkong dan Arab Saudi. Menurut Benjamin, perusahaannya hanya memasok kolangkaling sebesar 10% dari total produksi untuk pasar lokal. Mayoritas pelanggannya adalah perusahaan ritel. Dia rutin memasok kolangkaling ke gerai Makro, Sogo, dan sebuah gerai ritel di Senayan City, Jakarta. Kolang kaling produksi Benjamin memiliki rasa vanila dan berbentuk manisan. Jadi, bisa langsung dikonsumsi. Ini adalah kreasinya sendiri. Ada tujuh pemasok kolang kaling mentah dari Jawa Barat yang digandengnya.Benjamin menjual kolang kalingnya dalam tiga kemasan berbeda. Yakni, 360 gram (gr), 1 kilogram (kg), 3 kg, dan 20 kg. Kolang kaling dalam kemasan itu dijual dengan merek dagang @P, Bee Brand, dan Deliamor. Ada juga produk yang dijual tanpa merek.Harga kolang kaling tersebut beragam, tergantung ukuran kemasan. Contohnya, kolang kaling kemasan 360 gr dijual Rp 12.000 per bungkus. Harga ini hanya berlaku di pasar lokal. "Harga kolang kaling untuk pasar ekspor bisa berubah-ubah sesuai dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika," kata Benjamin.Berkah dari lonjakan permintaan buah atap ini juga dirasakan, Muhammad Soum. Pengusaha kolang kaling yang mengusung bendera usaha Sipirok ini membuka usaha di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Sejak puasa, "Sampai saat ini, saya sudah mengirim kolangkaling yang diangkut dengan delapan mobil," ujarnya. Menurut Soum, setiap mobil mampu menampung sebanyak 8 ton kolangkaling. Jadi, total kolangkaling yang sudah terjual mencapai 56 ton. Kolangkaling tersebut untuk memenuhi kebutuhan pasar di Jakarta, yang dipusatkan di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur. Harga jualnya juga termasuk miring, hanya Rp 5.000 per kg. Dengan harga penjualan sebesar itu, maka perhitungan omzet penjualan kolangkaling Soum sudah mencapai Rp 280 juta. Di luar pasar Jakarta, dia juga memasarkan produknya untuk pasar lokal di Sumatera Utara. Harganya jauh lebih murah, yakni Rp 3.500 per kg.Keberhasilan Soum menembus pasar di berbagai daerah tersebut tak lepas dari kualitas kolangkaling ramuannya. Soum bilang, dia hanya mengolah kolangkaling yang sudah berusia tua, yakni sekitar dua tahun. Buah itu pun harus matang di pohon, agar tetap menghasilkan kolangkaling yang berkualitas baik. Wujud kolangkaling yang bagus dan diminati pasar, kata Soum, adalah berbentuk lonjong sempurna. Dagingnya tidak terlalu lembut, tapi juga tak terlalu keras atau kenyal.Dia tak terlalu kesulitan mendapatkan pasokan kolangkaling yang berkualitas. Maklum, daerah Tapanuli Selatan terkenal dengan perkebunan enau atau aren yang banyak pula menghasilkan buah atap.Untuk mengembangkan usahanya, Soum tengah mencari mitra yang bisa menampung, sekaligus memasarkan produk kolang kaling Sipirok secara terus-menerus. "Supaya jaringan pemasaran kami menjadi lebih luas lagi," paparnya. Selama bulan Ramadan tahun ini, Soum memperkirakan omzet usahanya tak jauh berbeda dibandingkan Ramadan tahun sebelumnya. Hanya, dia meramal, secara keseluruhan penjualannya tak akan sebagus tahun lalu. Senada, Benjamin mengatakan, ada perbedaan kondisi pasar pada tahun lalu dan tahun ini. Persoalannya terletak pada daya beli masyarakat yang menurun dan tak sebagus tahun lalu. Pendapat itu didasarkan pada bisnis kolang kalingnya yang tumbuh tak terlalu signifikan pada tahun ini. "Kalau dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, kuantitas penjualan saya sekarang turun sekitar 8%," ungkap Benjamin.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News