KONTAN.CO.ID - Bisnis dengan konsep konsep
franchise (waralaba) maupun kemitraan kian digemari oleh pasar lokal. Iming-iming gurihnya cuan serta waktu balik modal yang cepat menjadi bidang bisnis ini seksi dimata pemilik modal. Apalagi, masyarakat kian bergairah untuk punya usaha sendiri. Hingga saat ini, bisnis bisnis kuliner masih menjadi yang paling populer. Banyak pengusaha menawarkan atau membeli kemitraan usaha kuliner. Merek-merek usaha ataupun jenis makanan baru pun kian berseliweran terdengar. Hal ini diamini oleh Djoko Kurniawan. Konsultan usaha ini juga menambahkan, selain kuliner, sektor usaha lifestyle dan pendidikan juga masih populer. Sebab, muncul gengsi dan kebutuhan.
Yang paling terasa adalah usaha
laundry dan
barbershop (sektor
lifestyle) yang terus tumbuh baik di kota-kota besar dan penyangga. "Pendapatan per kapita masyarakat yang meningkat ikut mengerek gengsi mereka yang tadinya gunting rambut di bawah pohon pindah ke
barbershop," jelas Djoko. Sedangkan, untuk sektor edukasi didominasi oleh bimbingan pengembangan bakat dan minat anak. Menjamurnya usaha ini seiring dengan makin sadarnya orang tua untuk meningkatkan bakat anak di luar mata pelajaran sekolah. Namun, bisnis kuliner yang masih menjadi primadona menjadi sektor yang paling asik. Pasalnya, para pemain raksasa mulai ikut mencicipi manisnya cuan di ladang usaha makanan dalam negeri. Seperti PT Cita Rasa Prima Indonesia Berjaya (CRP) Group yang kian menegaskan langkahnya dibisnis makanan dengan terus mengeluarkan
brand-brand baru, contohnya Fish Wos Chesse dan Mee Box. Begitu juga dengan Es Teller 77. Tak ingin ketinggalan, mereka terus aktif menambah jumlah gerai. Irman Febrianto, Project Manager Es Teller 77 mengakui bila sektor kuliner merupakan bisnis yang tidak mati dari zaman ke zaman serta mempunyai potensi pasar yang besar. Namun, sebagai merek yang sudah eksis selama 36 tahun tantangan mereka adalah memastikan menu makanannya tetap disukai oleh konsumen semua umur. Sekitar tiga bulan yang lalu, mereka melakukan
rebranding merek bertujuan untuk memperluas ke segmen anak muda. Langkah ini ditandai dengan perubahan desain gerai yang lebih kekinian dan muda serta penambahan menu Es Teller Duren dan aneka nasi ayam yang banyak disukai kaum milenial. Sebagai pendukungnya, mereka menjalin kerjasama dengan para influencer untuk mempromosikan menu dan konsep gerai baru mereka. Hasilnya, kini gerai mereka sudah mulai banyak dilirik oleh anak muda. Maklum saja, sebelumnya merek Es Teler 77 memang dikenal sebagai brand kuliner jaman dulu (jadul) dengan konsep keluarga. Pemain raksasa mulai menyasar bisnis kuliner kelas menengah Bisnis kuliner yang tidak pernah mati, terlihat sebagai ladang bisnis paling menguntungkan oleh pemilik modal. Tidak heran, bila pemain besar mulai menjajal sektor usaha ini. Seolah tak ingin kalah, para pemain lama tidak berhenti ekpansi. Seperti Es Teller 77 yang menargetkan bisa membuka gerai baru sebanyak 30-40 gerai sepanjang tahun 2018. Irman Febrianto, Project Manager Es Teller 77 mengatakan, sampai sekarang realisasi pembukaannya sudah 60%-70% dari target. " Kami optimis dapat mencapai target dan pas sekali ada event IFRA yang digelar pada pertengahan tahun," tegasnya pada KONTAN, Jumat (20/7). Perusahaan kuliner yang sudah eksis sejak 36 tahun ini juga tak khawatir dengan ketatnya persaingan saat ini. Dengan mempertahankan kualias produk dan variasi menu, pasar dijamin tidak akan berpaling. Buktinya menu baru yaitu es teller duren dan aneka menu nasi ayam diserbu konsumen, tak hanya kalangan tua tapi juga konsumen milenial. Djoko Kurniawan, Konsultan Usaha menuturkan, fenomena ini lazim terjadi dan menjadi pertanda baik. Artinya, bisnis kuliner di dalam negeri masih menjanjikan dan potensi usaha masih terbilang jauh dari kata jenuh mengingat besarnya jumlah masyarakat Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa. Bila dicermati, para pemain besar kini tidak lagi menyasar kelas atas tapi juga kelas menengah seperti yang dilakukan oleh PT Cita Rasa Prima Indonesia Berjaya (CRP) Group yang mengemas makanan kelas bawah menjadi menengah. Contohnya, dengan menginovasi bakso menjadi Bakso Boedjangan atau nasi goreng lewat Nasi Goreng Rempah Mafia. Kondisi ini harus ditanggapi secara bijak oleh pemain baru yang hendak menjajal gurihnya bisnis kuliner. Bila mereka tidak pintar membaca situasi maka bisnisnya akan dibabat habis oleh para pemain besar," katanya Djoko. Ia pun menyarankan, para pemain bisa mengukur kekuatan modal dan tenaga yang dimiliki. Saat modal terbatas lebih baik menyasar pasar bawah dengan membuat usaha berkonsep gerobakan. Namun, pemilik usaha wajib berinovasi agar produknya terlihat berbeda dengan lainnya biar tak kalah dengan pemain lama. Hal ini penting dilakukan mengingat karakter pasar kelas bawah menyukai variasi produk yang berbeda-beda. Lainnya, pemilik usaha pun jangan terlalu terburu-buru untuk membuka peluang kerjasama terutama untuk makanan yang bersifat sepanjang masa seperti ayam goreng, rawon, dan lainnya. Persiapan sistem, distribusi bahan baku, sampai dengan jaminan profit harus disiapkan agar bisnis mitra juga dapat berjalan baik. "Tapi untuk makanan yang short time, peluang kerjasama harus segera dibuka dengan patokan gerai pribadi sudah terbukti profit," tegasnya. Bisnis terkait gaya hidup dan pendidikan juga simpan potensi besar Potensi bisnis kuliner memang sangat besar. Sebagai salah satu kebutuhan pokok, setiap orang membutuhkan makanan untuk mendukung segala kegiatannya. Tak heran, sektor bisnis kuliner selalu menjadi lirikan pertama para pengusaha. Tak terkecuali, mereka yang menjalangkan bisnis kemitraan. pengumenduduki peringkat pertama, sektor lifestyle dan pendidikan mengekor dibelakang. Sejak tiga tahun lalu kedua sektor ini kian bergairah. Namun begitu, bisnis lifestyle dan pendidikan juga tak kalah populer. Sejak tiga tahun ini, kedua sektor itu kian bergairah. Kondisi ini ditandai dengan makin menjamurnya gerai barbershop, laundry, dan tempat kursus bakat minat. Bahkan, para pemainnya sudah menyebar hingga ke kota-kota kecil di daerah. Konsultan Usaha Djoko Kurniawan menilai tumbuhnya kedua sektor usaha ini dipengaruhi oleh meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat Indonesia. Alhasil, gengsi mereka ikut naik. Ditambah lagi, karakter pasar yang makin menyukai hal-hal yang berbau instan dan praktis. Konsumen pun lebih banyak memanfaatkan jasa orang lain untuk pekerjaan rumahnya. Seperti, mencuci pakaian di laundry karena dianggap lebih praktis dengan harga jasa yang terjangkau. Maka tidak heran, usaha laundry tetap bertahan dan makin menjamur. Lastiko Nugrahadi, Area Manager Kliknklin mengatakan, potensi usaha laundry tetap tumbuh sampai kapan pun. Alasannya, permintaan pengguna cuci pakaian terus meningkat seiring tumbuhnya jumlah masyarakat dan populernya hunian vertikal. "Hunian vertikal sedang populer dan tidak banyak ruang untuk mencuci sehingga mereka memilih untuk menggunakan jasa cuci dari luar," tegasnya. Sedangkan, untuk sektor pendidikan lebih didominasi lembaga pengembangan minat bakat untuk anak. Hal ini didorong oleh kesadaran orang tua untuk mengembangkan minat dan bakat anak diluar pendidikan formal di sekolah. Oscar Sumarli, pemilik Ohayo Lukis pun memprediksi bisnis pengembangan minat dan bakat akan terus bergairah di waktu-waktu mendatang. Sebab, orang tua sudah mengetahui pentingnya pengembangan minat dan bakat untuk anaknya.
"Dulu orang tua untuk memasukkan anaknya sekolah lukis masih penuh pertimbangan. Tapi, sekarang enggak, karena mereka tahu apa gunanya," katanya. Namun, edukasi pasar masih wajib dilakukan untuk memperluas jangkauan pasar. Caranya, dapat melalui media sosial dan juga workshop dari sekolah-sekolah. Sekarang, Ohayo sudah tersebar di 20 kota yang ada di Indonesia. Oscar mengaku, masyarakat daerah pun juga sudah mulai sadar akan pentingnya pengembangan minat anak. Efeknya, bisnis pendidikan diluar mata pelajaran terus dibanjiri pasar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Johana K.