Usaha terakhir, sopir taksi online tolak uji KIR



Jakarta. Para pengemudi angkutan taksi online menggugat Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas. Mereka yang terdiri dari Aries Rinaldi, Rudi Prastowo, dan Dimas Sotya Nugraha menggugat Pasal 139 ayat 4 UU tersebut ke MK.

Pasal tersebut mengatur ketentuan, penyedia jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah dan atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain. Pengacara para supir, Ferdian Sutanto mengatakan, gugatan uji materi dilakukan dengan beberapa alasan.

Pertama, karena penggugat merasa terganggu keamanan dan kenyamanan saat bekerja mencari nafkah. Gangguan keyamanan tersebut terutama, muncul setelah terbitnya Peraturan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak Dalam Trayek.


Paska terbitnya peraturan tersebut, seluruh angkutan berbasis aplikasi harus berbadan hukum. Pengemudi taksi berbasis online juga harus memiliki surat izin mengemudi sesuai dengan persyaratan; pengemudi angkutan umum roda emat wajib memiliki SIM A Umum, sedangkan untuk kendaraan yang memiliki tujuh kursi, pengemudinya harus memiliki SIM B1.

Selain itu, STNK kendaraan juga harus atas nama badan hukum dan kendaraan harus lulus uji KIR. Jika syarat itu tidak dipenuhi, Ferdian mengatakan, kliennya bisa dinyatakan melanggar hukum dan karena itu bisa dikenai sanksi. "Itu merugikan dan diskriminasi," katanya di Gedung MK Senin (26/9).

Atas dasar itulah, Ferdian mengatakan, kliennya meminta MK untuk mengabulkan permohonan tersebut dengan menyatakan, Pasal 139 ayat 4 bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak ditafsirkan "perorangan atau pribadi walau tanpa badan hukum".

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto