KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Barito Pacific Tbk (BRPT) merilis laporan keuangan semester I 2018. Perusahaan mencetak pendapatan US$ 1,55 miliar, naik 27,9%
year on year. Pada periode yang sama tahun lalu, pendapatan perusahaan hanya mencapai US$ 1,21 miliar. Peningkatan pendapatan tersebut disokong oleh Star Energy yang menyumbang US$ 260 juta yang dari aset panas bumi Salak dan Darajat yang diakuisisi pada Maret 2018. Selain itu, anak usaha BRPT, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) turut menyumbang US$ 1,28 miliar dari hasil penjualan
ethylene dan
polyethylene yang meningkat sebesar 7,6% dari periode Juni tahun lalu.
Informasi saja, laporan keuangan ini telah mencakup konsolidasi keuangan Star Energy (SEG) yang 66,67% sahamnya telah diakuisisi BRPT pada 7 Juni 2018 lalu. Akuisisi BRPT terhadap Star Energy dianggap sebagai kombinasi bisnis antara entitas sepengendali yang diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 38 yang dikeluarkan pada tanggal 11 September 2012. Oleh karena itu, laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya disajikan kembali seolah-olah Star Energy telah dikonsolidasikan kedalam BRPT sejak 2015. "Kami tetap optimis terhadap prospek jangka panjang industri petrokimia dan berkeyakinan bahwa kontribusi dari bisnis panas bumi akan terus mendukung kinerja keuangan kami di masa mendatang," ungkap Agus Pangestu, Direktur Utama BRPT di Jakarta, Kamis (13/9). Di sisi lain, beban pokok BRPT pada paruh pertama tahun 2018 juga meningkat sebesar 19,6% menjadi US$ 1,1 miliar, dari sebelumnya US$ 924 juta pada paruh pertama tahun 2017. Menurut
General Manager BRPT Fong Adyatama, kenaikan beban ini disebabkan oleh biaya rata-rata naphtha yang meningkat sekitar 29% menjadi US$ 627 per ton pada semester I 2018 dari US$ 486 per ton di semester I 2017, sebagai efek dari kenaikan harga minyak mentah. "Selain itu, tingkat operasi cracker pada Juni tahun ini dipertahankan pada 97% dibandingkan dengan 98% periode yang sama tahun lalu. Kenaikan beban pokok pendapatan ini juga dipengaruhi oleh biaya langsung dari akuisisi aset Star Energy," ungkap Fong. Namun, laba kotor BRPT masih meningkat sebesar 54,5% menjadi US$ 445 juta pada periode Juni 2018 dari US$ 288 juta pada periode Juni 2017. Fong bilang, peningkatan laba kotor sebagian besar disumbangkan oleh akuisisi aset Star Energy. Sementara itu, beban keuangan BRPT juga naik 322,2% menjadi US$ 114 juta. Hal ini disebabkan biaya pendanaan Star Energy dari pinjaman bank tranche A sebesar US$ 1,25 miliar dan pinjaman berjangka sebesar US$ 660 juta yang digunakan pada Maret 2017 untuk akuisisi aset panas bumi Salak dan Darajat. "Namun, pinjaman berjangka sebesar US$ 660 juta tersebut telah dilunasi pada April 2018 menggunakan Senior Secured Notes sebesar US$ 580 juta yang jatuh tempo pada 2033," terang Fong. Meningkatnya beban keuangan BRPT turut dipengaruhi oleh biaya bunga dari tambahan fasilitas pinjaman sebesar US$ 190 juta. Selain itu, ada juga Senior Secured Notes TPIA sebesar US$ 300 juta yang diterbitkan pada bulan November 2017 dan akan jatuh tempo pada tahun 2024. Lalu ada juga Obligasi TPIA I Tahap II Tahun 2018 sebesar Rp500 miliar yang diterbitkan pada Maret 2018.
Karena kenaikan beban keuangan ini, laba bersih BRPT setelah pajak turun sebesar 10,4% menjadi US$ 136 juta pada periode Juni 2018 dari US$ 153 juta pada periode Juni 2017. EBITDA pada semester I 2018 juga meningkat sebesar 50,19% menjadi US$ 431 juta. Sementara itu, total aset per 30 Juni 2018 meningkat sebesar 85,3% menjadi US$ 6,75 miliar dan total liabilitas juga meningkat 152,7% menjadi US$ 4,11 miliar, terutama disebabkan oleh total liabilitas Star Energy sebesar US$ 2,57 miliar. Adapun, total utang BRPT meningkat 175,7% menjadi US$ 2,52 miliar dibandingkan dengan 31 Desember 2017 terutama disebabkan oleh pinjaman bank Star Energy yang digunakan untuk mengakuisisi Salak dan Darajat pada tahun 2017. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Narita Indrastiti