KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah komoditas logam diyakini masih memiliki prospek yang solid. Hal ini akan bertranslasi pada meningkatnya kinerja emiten pertambangan logam. Desy Israhyanti, Analis Pilarmas Investindo Sekuritas menilai, komoditas nikel menjadi primadona untuk sektor tambang logam. Selain karena potensi cadangan nikel Indonesia yang melimpah, sentimen untuk nikel juga datang dari pengembangan kendaraan listrik atau
electric vehicle (EV) seiring dengan komitmen Paris Agreement untuk mengurangi dampak emisi ke lingkungan. Di samping itu, pembangunan proyek hilirisasi melalui pembangunan smelter yang sedang digalakkan pemerintah memiliki nilai tambah dan
multiplier effect ke depannya.
“Kami melihat dukungan pemerintah dalam mengembangkan ekosistem baterai mobil terbesar di dunia semakin serius dengan melarang ekspor nikel, bauksit dan akan diikuti oleh tembaga dan timah pada tahun berikutnya,” terang Desy kepada Kontan.co.id, Kamis (19/5).
Baca Juga: Laba Bukit Asam (PTBA) Melonjak 355% Simak Rekomendasi Analis Terlebih, Tesla yang merupakan produsen kendaraan listrik terbesar di dunia, terkonfirmasi akan berinvestasi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah untuk pembuatan baterai mobil listrik dan mobilnya. “Sehingga, industri logam sangat prospektif, dimana sejalan dengan rencana kerja pemerintah,”sambung Desy. Sementara untuk komoditas emas, Desy melihat komoditas ini bakal
outperform di kala pasar sedang bergejolak (
crash), namun sifatnya hanya sementara. Saat ini, Desy melihat kondisi inflasi yang tinggi bukan menjadi alasan yang kuat bagi masyarakat untuk membeli emas sebagai instrumen
safe haven, kecuali untuk diversifikasi aset. Sebab fundamental ekonomi dalam negeri yang solid tidak akan menimbulkan gejolak layaknya awal pandemi. Senada, analis Bahana Sekuritas Timothy Wijaya menilai, prospek komoditas nikel akan cukup solid. Selain dari pengembangan EV, permintaan logam nikel juga datang dari industri baja anti karat atau
stainless steel. Baca Juga: Bisa Terdampak Penutupan Ekspor Gandum India, Ini Rekomendasi Saham INDF hingga MYOR Sementara untuk emas, Timothy menyebut saat ini terdapat kekhawatiran dimana beberapa bank mulai menjual emas dan mengganti dengan dollar Amerika Serikat (AS). Ini karena mata uang negeri Paman Sam tersebut sedang mengalami penguatan yang cukup signifikan dengan adanya peningkatan suku bunga.
“Terlihat dari harga emas yang menurun dan juga US dollar index (DXY) yang terus naik. Harga emas kiranya bisa stabil di level US$ 1.850 per oz untuk tahun ini,” terang Timothy. Desy menilai, kinerja
INCO dan
MDKA akan lebih solid tahun ini. Sebab, INCO dan MDKA berkutat di bisnis pertambangan logam nikel yang permintaannya dalam tren meningkat serta adanya kenaikan harga.
Editor: Tendi Mahadi