KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Data inflasi teranyar Amerika Serikat (AS) menghambat kenaikan harga Bitcoin (BTC). Inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan membuat investor berhati-hati terkait arah dari kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed). Trader Tokocrypto, Fyqieh Facrur mengatakan, kenaikan inflasi AS yang lebih tinggi dari ekspektasi, dengan inflasi umum mencapai 2,4% dan inflasi inti mencapai 3,3%, membawa dampak signifikan bagi pergerakan harga Bitcoin. Inflasi yang melampaui proyeksi mempersulit skenario pelonggaran moneter oleh The Fed, yang sebelumnya diprediksi akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan November mendatang.
"Dengan inflasi yang masih tinggi, potensi penurunan suku bunga semakin kecil karena adanya kekhawatiran bahwa pelonggaran kebijakan yang terlalu cepat dapat memicu lonjakan inflasi lebih lanjut," jelas Fyqieh kepada Kontan.co.id, Senin (14/10). Fyqieh mengatakan, Bitcoin saat ini berada di sekitar level US$ 64.000. Meskipun harga sempat naik dari US$ 62.000, inflasi yang lebih tinggi dari target The Fed sebesar 2% masih membayangi prospek aset kripto.
Baca Juga: Harga Bitcoin (BTC) Tertahan Data Inflasi AS, Investor Pantau FOMC dan Pilpres AS Oleh karena itu, fase konsolidasi sedang terjadi di pasar kripto, di mana investor cenderung berhati-hati dan mengadopsi pendekatan
wait-and-see. Ketidakpastian ekonomi global, ditambah dengan risiko geopolitik yang meningkat, turut mempengaruhi sentimen pasar. "Selama inflasi tetap tinggi dan kebijakan moneter ketat masih diterapkan, kenaikan harga Bitcoin bisa menjadi lebih sulit," ujar Fyqieh. Selain itu, Fyqieh menambahkan, konflik di Timur Tengah dapat mempengaruhi harga Bitcoin, karena ketegangan geopolitik sering mendorong investor untuk menghindari aset berisiko seperti kripto. Namun, jika ketegangan meluas dan memicu ketidakpastian ekonomi global, Bitcoin dapat kembali dilihat sebagai alternatif untuk melindungi nilai. Meskipun demikian, potensi penguatan Bitcoin tetap ada, terutama jika inflasi dapat ditekan dan kebijakan moneter mulai melonggar. Selain itu, faktor politik, termasuk pemilihan presiden AS tahun 2024, juga berpotensi mempengaruhi arah pasar, terutama jika pemimpin yang lebih ramah terhadap kripto terpilih. Pengumuman stimulus tambahan dari China juga dapat mengembalikan minat investor terhadap Bitcoin. Di mana, stimulus fiskal dari China yang bertujuan untuk mendukung sektor properti dan ekonomi yang melambat, biasanya meningkatkan likuiditas di pasar global. Fyqieh memandang, peningkatan likuiditas ini cenderung mendorong investor untuk mencari peluang di aset berisiko seperti Bitcoin, terutama karena ekspektasi bahwa langkah-langkah stimulus akan memperbaiki prospek ekonomi global.
Baca Juga: Bitcoin Bertahan di Level US$ 62.000, Begini Prospeknya ke Depan "Stimulus tambahan dari China bisa menjadi katalis bagi peningkatan minat investor terhadap Bitcoin, terutama jika berhasil memulihkan sentimen risiko global dan meningkatkan arus modal ke aset-aset berisiko," imbuh Fyqieh. Fyqieh menyebutkan, investor perlu memperhatikan berbagai sentimen pekan ini yang dapat memengaruhi pergerakan harga Bitcoin dan aset kripto lainnya. Investor dapat menyoroti data Klaim Pengangguran Awal AS akan dirilis pada 17 Oktober 2024. Jika klaim pengangguran awal lebih tinggi dari yang diantisipasi, maka bisa menjadi sinyal pelemahan ekonomi. "Dalam skenario tersebut, pengurangan pengeluaran konsumen dapat terjadi, dan beberapa investor mungkin beralih ke aset alternatif seperti Bitcoin sebagai bentuk lindung nilai," ujar Fyqieh. Fyqieh melanjutkan, di tanggal yang sama, penjualan ritel AS bulan September akan dirilis. Penjualan ritel yang kuat biasanya menunjukkan ekonomi yang sehat dan konsumen yang masih percaya diri dalam membelanjakan uang mereka. Jika hasil lebih baik dari yang diharapkan, maka dapat memperkuat sentimen
bullish di pasar kripto karena investor lebih berani mengambil risiko. Sebaliknya, penjualan ritel yang lemah dapat menandakan kekhawatiran ekonomi yang lebih luas dan mengarahkan investor untuk mencari perlindungan di aset-aset alternatif seperti Bitcoin. Data produksi industri AS juga akan diperhatikan oleh pasar kripto yang bakal dirilis pada 18 Oktober 2024. Data yang kuat akan menjadi sinyal positif bagi kesehatan ekonomi secara keseluruhan dan bisa mendorong sentimen positif ke berbagai kelas aset, termasuk kripto.
Baca Juga: Bitcoin (BTC) Sideways, Tertahan Laporan Data Inflasi AS yang di Luar Ekspektasi Kemudian, laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan besar, termasuk Bank of America (BAC), Citigroup (C), dan Charles Schwab (SCHW), akan menarik perhatian pasar mulai 15 Oktober. Jika laporan-laporan ini menunjukkan hasil yang positif, hal tersebut dapat memperkuat optimisme pasar dan berimbas pada kenaikan harga Bitcoin. Selain data ekonomi AS, rilis PDB kuartal ketiga China juga akan menjadi sorotan utama yang dijadwalkan pada 17 Oktober 2024.
Pertumbuhan ekonomi China akan memberikan gambaran penting tentang ekonomi global. Fyqieh menuturkan, jika data menunjukkan pertumbuhan ekonomi China yang lebih baik dari yang diantisipasi, maka bisa mendorong sentimen positif di pasar global, termasuk kripto. Sebaliknya, hasil yang lemah mungkin menambah kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi global dan menekan harga aset kripto. Tak lupa, ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga masih menjadi perhatian pasar global. Ketidakstabilan geopolitik dapat menyebabkan ketidakpastian yang meluas, mendorong investor untuk mencari aset alternatif seperti Bitcoin. "Risiko geopolitik yang meningkat bisa memicu volatilitas di pasar kripto, dengan Bitcoin sering dianggap sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian global," ucap Fyqieh. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari