KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar kripto tengah mengalami koreksi selama beberapa hari terakhir. Melansir CoinMarketCap, Bitcoin (BTC) sebagai aset kripto paling populer berada di posisi US$ 63.180 yang mengalami koreksi 13,83% dalam 7 hari terakhir, per Rabu (20/3) pukul 17.00 WIB. Kemudian Ethereum (ETH) juga mengalami penurunan sekitar 20% dalam sepekan, ke level US$ 3.323. Selanjutnya, XRP terpantau melemah sebesar 14,73% dalam periode yang sama ke area US$ 0,5923.
Crypto Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin, menjelaskan bahwa dari tinjauan indikator Golden Ratio Multiplier memang mengindikasikan adanya potensi koreksi harga yang cukup kuat dalam jangka pendek. Namun terdapat potensi kenaikan harga yang akan jauh lebih besar setelah koreksi tersebut terjadi.
Salah satu faktor koreksi Bitcoin ialah penurunan arus Bitcoin ETF, terutama pada 18 Maret ketika lebih dari US$ 640 juta Bitcoin mengalir keluar dari Grayscale spot Bitcoin ETF. Ini adalah jumlah penarikan terbesar dalam satu hari di sepanjang sejarah.
Baca Juga: Bitcoin Disebut Sebagai Alternatif Investasi di Tengah Gejolak Ekonomi Di samping itu, ada pula kekhawatiran terkait naiknya inflasi dan ekspektasi volatilitas yang tinggi menjelang pertemuan FOMC Federal Reserve (The Fed) AS pada 20 Maret 2024. Seperti diketahui, The Fed akan mengumumkan putusan suku bunga acuan dalam pertemuan bulanan tersebut. Oleh karena itu, Fahmi menilai wajar koreksi Bitcoin dan berbagai aset kripto saat ini, sekalipun pasar sudah mendekati Halving yang akan terjadi di pertengahan April 2024. Koreksi harga BTC menjelang
halving umumnya telah banyak disadari yang dikenal dengan istilah
pre-halving correction. Hasil pengamatan Reku secara teknikal mensinyalir adanya potensi koreksi di atas 24% dari area US$6 5.000 untuk Bitcoin. Namun, anomali bisa saja terjadi yang mungkin disebabkan oleh adopsi ETF Bitcoin spot dan keputusan suku bunga The Fed. Dengan begitu, Fahmi memandang bahwa situasi yang ada saat ini merupakan salah satu situasi pasar terbaik yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan
trading lebih sering (
frequent). Hal itu karena volatilitas berpotensi cenderung naik dan tren harga Bitcoin masih berada di awal fase
bullish. “Periode seperti sekarang sangat menarik untuk dimanfaatkan para
trader dan investor untuk berinvestasi secara lebih
frequent, demi memanfaatkan kondisi
overbought dan
oversold. Sehingga investor juga bisa
buy the dip di kala harga relatif lebih rendah,” kata Fahmi kepada Kontan.co.id, Rabu (20/3). Fahmi menuturkan, optimisme yang berada pada level terlalu tinggi memang rawan membuat harga terkoreksi. Namun, terlepas dari potensi berlanjutnya koreksi jangka pendek, tren pasar kripto masih sangat
bullish. Salah satunya dapat dilihat dari adopsi ETF Bitcoin Spot yang semakin positif sejak diluncurkan Januari lalu.
Baca Juga: Usai Tembus Rekor, Harga Bitcoin (BTC) Jatuh Terimbas Aksi Profit Taking Koreksi mungkin akan terjadi seperti pada situasi pasar yang sama sebelumnya pada 2012, 2016, dan 2019. Perlu dicermati, kala itu harga menyentuh area
potential bull high untuk pertama kalinya, setelah fase
bearish pada siklus sebelumnya berakhir. Dengan demikian, Bitcoin potensi berbalik menguat (
rebound) dengan kenaikan lanjutan yang lebih besar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi