KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses penambahan modal melalui skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau
rights issue PT Intan Baruprana Finance Tbk (IBFN) resmi dimulai pada awal Oktober ini. Untuk diketehui, aksi korporasi ini merupakan salah satu langkah IBFN untuk kembali menyehatkan perusahaan dengan menyuntikan modal baru dan melakukan restrukturisasi utang. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat kembali menyalurkan pembiayaan. Asal tahu saja, sejak akhir tahun 2017, IBFN menghentikan penyaluran pembiayaan mereka dan fokus pada proses restrukturiasasi. Akibatnya, aset perusahaan turun di semester I 2018 menjadi Rp 1,99 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp 2,10 triliun.
Direktur IBFN Alexander Reyza, mengatakan, rencana perusahaan usai aksi korporasi ini adalah mulai menyalurkan kembali pembiayaan kepada nasabah-nasabah perusahaan yang mempunyai
track record dan prospek usaha yang bagus. “Perusahaan masih fokus pada pembiayaan alat berat karena ingin memaksimalkan momentum permintaan alat berat dari sektor pertambangan dan infrastruktur. Target utama saat ini adalah mencapai kinerja maksimal ditengah tantangan yang dihadapi industri pembiayaan,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (7/10). Melalui
rights issue, perusahaan berharap akan mendapatkan dana segar sebesar Rp 105,83 miliar. Pembeli siaga aksi ini yaitu PT Northcliff Indonesia. IBFN berencana melakukan penawaran sebanyak 264,57 juta saham atau setara 16,67% dari modal yang ditempatkan dan disetor penuh setelah penambahan modal dengan
rights issue. Ini akan menjadi angin segar untuk IBFN, karena berhasil melakukan proses restrukturisasi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Dari PKPU tersebut, perusahaan mempunyai tagihan sebesar Rp 1,73 triliun yang berasal dari kreditur separatis dan kreditur konkuren. Kreditur separatis terbesar BNI Rp 492 miliar, Bank Muamalat Rp 271 miliar dan Eximbank Rp 145 miliar. Melihat kondisi ini, Indra Prasetiya, Head of Dealing PT Narada Kapital mengatakan, prospek industri multifinance, terutama di sektor ritel, sebenarnya tidak terlalu terimbas kondisi suku bunga yang meningkat. Namun, untuk multifinance yang bermain di korporasi khususnya alat berat, kemungkinan kinerjanya akan berat, terutama banyak produknya yang impor akan memberatkan di kondisi rupiah yang melemah ini. “Banyak industri yang defensif,” ujar Indra saat ditemui di BEI, Senin (8/10). Indra pun masih merekomendasikan untuk
wait and see dahulu untuk saham multifinance yang bermain di korporasi seperti IBFN.
Sekadar informasi, saham IBFN di penutupan perdagangan Senin (8/10) menguat tipis 0,45% di level Rp 446 per saham. Adapun rincian dari proses
rights issue ini yakni, pada 5 Oktober 2018 mulai proses HMETD yaitu
cum right HMETD pada pasar reguler dan negosiasi. Untuk
ex right HMETD pada pasar reguler dan negosiasi dilakukan pada 8 Oktober 2018. Sedangkan
cum right HMETD pada pasar tunai dilaksanakan pada Rabu 10 Oktober 2018, untuk ex HMETD pada pasar tunai pada Kamis 11 Oktober. Lalu, pencatatan HMETD di bursa dan awal perdagangan HMETD akan dilaksanakan pada Jumat 12 Oktober 2018. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Narita Indrastiti