Usai stimulus AS, fokus beralih ke fundamental



NEW YORK. Para pejabat bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) tampaknya sudah berhitung matang. Lihat saja, ketika The Fed memutuskan memangkas program pembelian surat utang sebesar US$ 10 miliar menjadi US$ 75 miliar per bulan, pekan lalu, reaksi pasar global datar-datar saja.

Pada Jumat (20/12) pekan lalu, sejumlah indeks acuan di bursa saham AS justru ditutup menguat. Bahkan, indeks Dow Jones Industrial Average dan indeks Standard & Poor's 500 mencapai rekor tertingginya pada akhir pekan lalu masing-masing di level 16.221,1 dan 1.818,32.

Bukan hanya di AS, pasar saham di sejumlah negara di dunia pun bergerak normal dan seolah tak terpengaruh oleh keputusan The Fed yang di luar dugaan. Maklumlah, sejumlah analis sebelumnya memproyeksikan bank sentral AS akan memangkas stimulus moneter pada awal tahun depan, bukan akhir tahun ini.


Indeks BSE Sensex 30, misalnya, ditutup menguat 1,79% pada pekan lalu. Investor saham global memang mendapatkan untung lumayan pada tahun ini. Lihat saja di pasar Asia, BSE Sensex sudah menguat 8,51% dari awal tahun ini hingga Jumat lalu (Ytd). Di periode yang sama, indeks Nikkei melonjak 52,67%.  Namun ada pula pasar yang minus, seperti indeks Shanghai dan indeks Harga Saham Gabungan masing-masing -8,12% dan -2,81%.

Di pasar saham Eropa, indeks FTSE 100 Inggris sudah menguat 8,69%, sementara indeks DAX Jerman melompat 23,49%.Sedangkan di bursa AS, indeks Dow Jones selama tahun ini sudah naik sebesar 23,79% dan indeks S&P 500 meningkat 27,49%.

The Fed juga cerdik dalam mengambil momentum pemangkasan stimulus. Lihat saja, The Fed memangkas dana pembelian obligasi bulanan tepat sepekan sebelum Hari Natal. Secara historis, ada semacam anomali musiman yang disebut Reli Santa Klaus. Ini menggambarkan kenaikan harga saham yang terjadi pada bulan Desember, biasanya selama seminggu terakhir perdagangan sebelum Tahun Baru.

Menurut Almanak Stock Trader, keuntungan rata-rata indeks acuan S&P 500 selama lima hari terakhir di bulan Desember dan dua hari pertama pada Januari adalah sekitar 1,5%, terhitung sejak tahun 1950 silam.

Meski S&P 500 dalam sebulan terakhir naik 1%, dalam setahun, indeks ini sudah meningkat 27,49%, atau pertumbuhan terbesar sejak tahun 1997. "Ini adalah tahun yang kuat. Saya tidak akan terkejut jika investor menutup tahun mereka hari ini," ungkap Doug Foreman, Co-Chief Investment Officer Kayne Anderson Rudnick Investment Management, Sabtu (21/12) lalu.

Dengan membaiknya pasar saham, khususnya di AS, tampaknya The Fed tak ragu lagi akan meneruskan agenda pemangkasan stimulus hingga tuntas.

Bloomberg melaporkan, The Fed kemungkinan terus mengurangi pembelian obligasi US$ 10 miliar secara bertahap dalam tujuh kali pertemuan, sebelum mengakhiri program tersebut pada Desember 2014.

Komite The Fed menyatakan akan memperlambat program pembelian obligasi, dengan catatan, jika perekonomian AS terus membaik sesuai prediksi. Dalam sekali pertemuan, bank sentral bisa memangkas pembelian obligasi sebesar US$ 10 miliar. Demikian ungkap  Gubernur The Fed, Ben S Bernanke dalam konferensi pers di Washington pada Rabu (18/12) lalu.

"Jika kita terus mencatatkan kemajuan dalam inflasi dan lapangan pekerjaan, saya membayangkan kami akan terus melakukan pengurangan stimulus," kata Bernanke. Tapi, jika ekonomi melambat, The Fed akan melewatkan pemangkasan pada satu atau dua kali pertemuan.

Dus, minggu depan akan menjadi awal bagi investor untuk mengalihkan fokus ke fundamental ekonomi, seperti laporan ekonomi dan pendapatan perusahaan.

Editor: Sandy Baskoro