KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengakui pandemi covid-19 menghambat pembangunan proyek fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) mineral. Kendati begitu, Kementerian ESDM tetap menargetkan tambahan smelter baru yang beroperasi, sehingga bisa mencapai 53 smelter pada tahun 2024. Arifin menyampaikan, hingga November 2020, terdapat 18 smelter yang telah selesai dibangun dan beroperasi. Selain itu, masih ada 35 unit smelter yang masih dalam progres pembangunan. "Diharapkan sampai dengan tahun 2024, akan diselesaikan menjadi 53 smelter dengan total investasi US$ 19,9 miliar," kata Arifin dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Senin (23/11). Dia pun mengakui, pandemi covid-19 menghambat pengerjaan proyek smelter. Ada tiga kendala yang terjadi akibat pandemi. Pertama, tertundanya delivery peralatan maupun kedatangan tenaga ahli dari negara luar. Kedua, penerapan PSBB di Indonesia menghambat mobilisasi tenaga kerja dan logistik. Ketiga, kesepakatan pendanaan yang tertunda. Sayangnya, dia tidak membeberkan berapa jumlah smelter yang mengalami hambatan dan terancam beroperasi tidak sesuai jadwal.
Usai terhambar pandemi corona, Menteri ESDM targetkan 53 smelter mineral di 2024
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengakui pandemi covid-19 menghambat pembangunan proyek fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) mineral. Kendati begitu, Kementerian ESDM tetap menargetkan tambahan smelter baru yang beroperasi, sehingga bisa mencapai 53 smelter pada tahun 2024. Arifin menyampaikan, hingga November 2020, terdapat 18 smelter yang telah selesai dibangun dan beroperasi. Selain itu, masih ada 35 unit smelter yang masih dalam progres pembangunan. "Diharapkan sampai dengan tahun 2024, akan diselesaikan menjadi 53 smelter dengan total investasi US$ 19,9 miliar," kata Arifin dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Senin (23/11). Dia pun mengakui, pandemi covid-19 menghambat pengerjaan proyek smelter. Ada tiga kendala yang terjadi akibat pandemi. Pertama, tertundanya delivery peralatan maupun kedatangan tenaga ahli dari negara luar. Kedua, penerapan PSBB di Indonesia menghambat mobilisasi tenaga kerja dan logistik. Ketiga, kesepakatan pendanaan yang tertunda. Sayangnya, dia tidak membeberkan berapa jumlah smelter yang mengalami hambatan dan terancam beroperasi tidak sesuai jadwal.