Usia Pensiun Ditingkatkan, Pemuda China Resah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. China, dengan populasi terbesar di dunia, telah mengalami berbagai transformasi ekonomi dan sosial yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Namun, tantangan demografi yang dihadapi saat ini memerlukan reformasi besar, salah satunya adalah peningkatan usia pensiun.

Kebijakan yang sudah ditetapkan sejak 1950-an ini dianggap sudah tidak relevan lagi, mengingat populasi yang semakin menua dan harapan hidup yang semakin tinggi. 

Latar Belakang Kebijakan Usia Pensiun di China

Kebijakan usia pensiun di China saat ini menetapkan bahwa pekerja pria dapat pensiun pada usia 60 tahun, sementara pekerja kantoran wanita pada usia 55 tahun, dan pekerja wanita buruh pada usia 50 tahun.


Aturan ini berlaku sejak 1950-an ketika harapan hidup di negara tersebut masih di bawah 50 tahun. Namun, seiring dengan meningkatnya harapan hidup yang kini mencapai 78,2 tahun pada 2021, dan diprediksi mencapai lebih dari 80 tahun pada 2050, kebijakan ini tidak lagi memadai.

China menghadapi krisis demografis yang semakin mendesak. Jumlah populasi usia kerja menurun, sementara jumlah lansia yang membutuhkan tunjangan pensiun meningkat. Menurut para ahli, peningkatan usia pensiun menjadi sangat penting untuk mengurangi beban sistem pensiun yang semakin berat.

Jika kebijakan ini tidak segera diterapkan, dampak jangka panjangnya terhadap perekonomian dan stabilitas sosial bisa sangat serius.

Baca Juga: China Naikkan Batas Usia Pensiun, Ini Alasannya

Reaksi Masyarakat terhadap Kebijakan Baru

Rencana peningkatan usia pensiun ini menimbulkan reaksi yang beragam di kalangan masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Banyak yang merasa khawatir bahwa kebijakan ini akan memperpanjang masa kerja mereka dan mengurangi peluang bagi generasi muda untuk masuk ke dunia kerja.

Rasa ketidakpuasan ini terlihat jelas di berbagai platform media sosial seperti Weibo dan WeChat, di mana meme dan komentar negatif banyak beredar.

Banyak pemuda di China yang merasa resah dengan rencana ini, terutama mereka yang sedang menghadapi tantangan dalam mencari pekerjaan. Tingkat pengangguran untuk kelompok usia 16-24 tahun tercatat mencapai 13,2% pada bulan lalu, meningkat selama tiga bulan berturut-turut.

Situasi ini diperburuk oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya jumlah lulusan universitas yang bersaing untuk mendapatkan pekerjaan.

Selain masalah demografis, perkembangan teknologi, terutama kecerdasan buatan (AI), menambah kekhawatiran generasi muda. Banyak yang merasa bahwa pekerjaan mereka dapat digantikan oleh AI, yang akan semakin menyulitkan mereka dalam mempertahankan pekerjaan di masa depan.

Oleh karena itu, banyak pemuda yang mulai memikirkan strategi diversifikasi karier, seperti meningkatkan keterampilan atau beralih ke investasi dan sektor lain yang dianggap lebih stabil.

Baca Juga: Millenial dan Gen Z Merajai Instrumen Investasi Global

Langkah-Langkah Pemerintah dalam Menanggapi Tantangan Ini

Pemerintah China menyadari tantangan besar yang dihadapi, dan karenanya berusaha melakukan reformasi yang cermat dan terencana. Dokumen hasil rapat pleno ketiga Partai Komunis China menyebutkan bahwa peningkatan usia pensiun akan dilakukan secara bertahap, dengan prinsip partisipasi sukarela yang fleksibel.

Meski rincian usia pensiun baru belum ditetapkan, beberapa petunjuk dari lembaga riset Chinese Academy of Social Sciences menunjukkan bahwa usia pensiun mungkin akan dinaikkan menjadi 65 tahun.

Pemerintah juga berencana memberikan insentif bagi mereka yang memilih untuk pensiun di usia yang lebih tua. Ini termasuk peningkatan tunjangan bagi mereka yang memilih untuk tetap bekerja di atas usia pensiun yang ditetapkan. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi beban sistem pensiun sambil memberikan opsi yang lebih fleksibel bagi para pekerja.

Namun, penerapan kebijakan ini tidak akan mudah. Banyak pengamat memperkirakan bahwa kebijakan ini akan terus mendapatkan penentangan dari masyarakat dan mungkin tidak akan terwujud dalam waktu dekat. Pemerintah China perlu mempertimbangkan pendapat masyarakat secara luas dan mengelola potensi konflik yang mungkin muncul dari kebijakan ini.

Editor: Handoyo .