Pemerintah cari jalan tengah aturan
publishr right. - JAKARTA. Pemerintah Indonesia terus berupaya mencari jalan untuk mempercepat penyelesaian aturan mengenai hak industri pers dengan para penyedia platform digital global atau biasa disebut dengan
Publisher Rights di Indonesia. Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria menyatakan, dokumen Rancangan Perpres
Publisher Rights saat ini telah diserahkan kepada Sekretariat Negara. Ia mengklaim pembahasan Rancangan Perpres
Publisher Rights dengan pemangku kepentingan telah dilakukan sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan dukungan Pemerintah mengenai pengaturan
Publisher Rights dalam Peringatan Hari Pers Nasional, Februari 2023 lalu.
Saat ini penyusunan Rancangan Peraturan Presiden tentang
Publisher Rights tersebut masih membahas tiga isu utama.
- Pertama, pembahasan mengenai kerja sama bisnis atau Business to Business.
- Kedua, pembahasan mengenai data,
- Ketiga, algoritma (platform digital)
-
Nezar mengungkapkan hal ini saat Diskusi
Publisher Rights di Menara Kompas, Jakarta Pusat, Selasa (25/07/2023).
Baca Juga: Pemerintah Godok Perpres Terkait Publisher Rights Mengutip pernyataan tertulis yang dirilis di laman Kementerian Komunikasi dan Informatika, Wamen Nezar Patria menjelaskan pemerintah mencoba membangun keberlanjutan atau
sustainability industri media di tengah disrupsi digital. Oleh karena itu, Wamenkominfo Nezar Patria menyatakan kerja sama bisnis menjadi hal yang paling penting antara industri media dan platform digital. “Secara umum Perpres
Publisher Rights mengatur terkait konten-konten berita yang dihasilkan oleh perusahaan pers," kata Nezar. Kemudian mengenai platform juga bisa melakukan semacam
filtering mana konten yang sifatnya
news, mana yang bukan. "Dan yang konten
news inilah yang dikomersialisasi,” jelasnya.
Baca Juga: Sudah Dapat Persetujuan Presiden, Perpres Publisher Rights Mulai Dibahas Mengenai algoritma, Wamen Nezar Patria menegaskan hal itu sebagai upaya mencegah konten yang potensial mengandung berita bohong atau hoaks, misinformasi, disinformasi. Ketiga hal tersebut jelas tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta kode etik jurnalistik. Masalah inilah kemudian menjadi diskusi karena ada beberapa platform media sosial. Sebab mereka merasa agak kesulitan untuk menentukan algoritma, terutama untuk memastikan satu konten sesuai dengan kode etik jurnalistik atau tidak. "Itu mereka bilang agak sulit,” tuturnya.
Komite Independen
Wamenkominfo juga menjelaskan wacana Komite Independen yang terdiri dari lembaga kuasi Dewan Pers, kalangan akademisi atau pakar dan perwakilan Pemerintah. “Isinya diusulkan ada 11 orang lima orang dari Dewan Pers, lima orang dari pakar yang tidak terafiliasi oleh industri media dan tidak terafiliasi oleh platform media sosial dan satu unsur dari kementerian," ujarnya. Menurut Wamen Nezar Patria, peran Komite Independen
Publisher Rights dinilai strategis sebagai penengah di antara industri media dan platform digital.
Baca Juga: Pajak Daerah Tembus Rp 107,5 Triliun di Semester I-2023, Geliat Ekonomi Jadi Pemicu Nantinya, komite ini akan dipilih dan bekerja selama tiga tahun. Pada tugasnya kalau komite ini mendapati ada satu konten yang harus ‘ditertibkan’ maka mereka akan melaporkan ke Menteri Kominfo.
Menteri akan menggunakan perangkat-perangkat yang selama ini dimiliki baik perangkat hukum, regulasi, termasuk juga wewenangnya untuk mengambil tindakan. Saat ini di Kominfo telah memiliki perangkat untuk memfilter ataupun mencegah konten-konten tersebut agar tidak menyebar di masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Syamsul Azhar