KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak bisa dipungkiri, kerajinan tradisional manik-manik mempunyai tempat sendiri di hati masyarakat Kalimantan. Apalagi, tradisi seperti upacara adat dan festival kebudayaan masih rutin diadakan tiap tahun. Kebiasaan ini membuat bisnis kerajinan manik-manik tetap bertahan dan, bahkan, berkembang. Salah satu Mitra Binaan PT Pertamina (Persero), pasangan suami istri Meisy dan Toha Idris, sukses menekuni usaha nan kreatif ini. Jauh sebelum menjadi mitra binaan Pertamina, pasangan Toha dan Meisy merintis usaha manik-manik sejak tahun 1991. Awalnya, sebelum terjun ke usaha kerajinan ini, Tohari Idris adalah seorang kontraktor. Namun, naas, beberapa kendala membuat usahanya gulung tikar. Pendapatan yang mereka terima pun turun drastis, hingga tersisa sekitar Rp 2 juta rupiah saja. “Kami harus berpikir agar uang yang tersisa itu tidak cepat habis, syukur-syukur semakin bertambah,” jelas Meisy seperti dikutip publikasi Pertamina yang diterima Kontan. Kondisi yang terjepit, akhirnya, mendorong mereka untuk mulai berwirausaha. Diawal merintis usaha, produk yang mereka jual sangat terbatas, hanya tiga potong kaos. Namun, lama kelamaan, jumlah itu terus bertambah. Seiring perkembangan usahanya, akhirnya, mereka memilih fokus pada satu barang saja, yakni manik-manis khas Kalimantan. “Alhamdulillah, dulu kami merangkak dan sekarang kami sudah bisa berlari,” ujar Meisy sumringah.
Usung manik-manik khas Kalimantan, mitra binaan Pertamina ini mulai go international
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak bisa dipungkiri, kerajinan tradisional manik-manik mempunyai tempat sendiri di hati masyarakat Kalimantan. Apalagi, tradisi seperti upacara adat dan festival kebudayaan masih rutin diadakan tiap tahun. Kebiasaan ini membuat bisnis kerajinan manik-manik tetap bertahan dan, bahkan, berkembang. Salah satu Mitra Binaan PT Pertamina (Persero), pasangan suami istri Meisy dan Toha Idris, sukses menekuni usaha nan kreatif ini. Jauh sebelum menjadi mitra binaan Pertamina, pasangan Toha dan Meisy merintis usaha manik-manik sejak tahun 1991. Awalnya, sebelum terjun ke usaha kerajinan ini, Tohari Idris adalah seorang kontraktor. Namun, naas, beberapa kendala membuat usahanya gulung tikar. Pendapatan yang mereka terima pun turun drastis, hingga tersisa sekitar Rp 2 juta rupiah saja. “Kami harus berpikir agar uang yang tersisa itu tidak cepat habis, syukur-syukur semakin bertambah,” jelas Meisy seperti dikutip publikasi Pertamina yang diterima Kontan. Kondisi yang terjepit, akhirnya, mendorong mereka untuk mulai berwirausaha. Diawal merintis usaha, produk yang mereka jual sangat terbatas, hanya tiga potong kaos. Namun, lama kelamaan, jumlah itu terus bertambah. Seiring perkembangan usahanya, akhirnya, mereka memilih fokus pada satu barang saja, yakni manik-manis khas Kalimantan. “Alhamdulillah, dulu kami merangkak dan sekarang kami sudah bisa berlari,” ujar Meisy sumringah.