Utang APBN dari sumber yang minim resiko politik



JAKARTA. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 pemerintah menargetkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 277 triliun. Target utang pemerintah naik Rp 31 triliun menjadi Rp 308 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015.

Dengan kenaikan tersebut, maka penerbitan utang secara keseluruhan akan naik dari Rp 431 triliun menjadi Rp 460 triliun. Kenaikan utang dilakukan untuk menggenjot ekonomi dengan meningkatkan sektor infrastruktur, energi dan pangan, serta menaikkan Penyertaan Modal Negara (PMN) di BUMN.

Direktur Strategis dan Portfolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Schneider Siahaan menerangkan, yang akan diperhatikan pemerintah dalam pengelolaan utang adalah neraca keseimbangan primer yang selama tiga tahun terakhir defisit. 


Penerbitan utang harus dialokasikan untuk kegiatan produktif dan pemberian PMN kepada BUMN berbasis infrastruktur. Tentang pembiayaan yang akan dilakukan, pemerintah sedang berusaha mencari instrumen pembiayaan yang minim risiko politik.

Pinjaman berbasis multilateral atau bilateral serta SBN valas tinggi risikonya. Apabila si pemberi pinjaman atau pembeli utang tidak menyukai kebijakan pemerintah Indonesia maka ia bisa menarik pinjaman yang diberikan. "Kalau kita mengandalkan sumber-sumber seperti itu, tidak sustain pembiayaan kita," ujarnya ketika ditemui di Kementerian Keuangan, Senin (12/1). Pembiayaan yang paling baik adalah dari SBN dalam negeri yaitu rupiah karena minim risiko. 

Selain itu pinjaman utang berbasis multilateral seperti dari World Bank pun tidak akan memberikan pinjaman apabila kriteria projek tidak sesuai. Misalnya, World Bank tidak akan memberikan pinjaman untuk membangun pembangkit listrik yang tenaganya berbasis batu bara karena terkait dengan isu lingkungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa