KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Per kuartal I-2019, sebagian emiten tembakau menunjukkan kenaikan utang cukai dan sebagian lagi memperlihatkan penurunan. Utang cukai PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (
HMSP, anggota indeks
Kompas100) misalnya naik sebesar 24% secara year on year (yoy), dari Rp 7,04 triliun menjadi Rp 8,71 triliun. Utang cukai PT Gudang Garam Tbk (
GGRM, anggota indeks
Kompas100) juga naik sebesar 1% secara tahunan menjadi Rp 9,05 triliun. Pada periode sama tahun sebelumnya, GGRM mencatatkan utang cukai sebesar Rp 8,97 triliun. Sebaliknya, utang cukai PT Bentoel International Investama Tbk (
RMBA) turun sebesar 3% yoy, dari Rp 2,16 triliun menjadi Rp 2,11 triliun.
Kemudian, PT Wismilak Inti Makmur Tbk (
WIIM) menunjukkan penurunan utang cukai yang lebih dalam, yakni 6% secara tahunan menjadi Rp 17,34 miliar. Sebelumnya, per kuartal I-2018, utang cukai WIIM adalah Rp 18,49 miliar. Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan, kenaikan utang cukai dari beberapa emiten rokok menunjukkan adanya rencana peningkatan produksi. Pasalnya, emiten tembakau harus membeli pita cukai terlebih dahulu sebelum memproduksi rokoknya. “Karena utang cukai kan utang atas pembelian pita cukai. Nah, pita cukai yang mengeluarkan adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Itu merupakan bukti pembayaran cukai atas penjualan tembakau berbentuk rokok kretek dan sigaret,” kata dia saat dihubungi Kontan, Jumat (10/5). Kemudian, Sukarno melihat, langkah pemerintah yang menunda kenaikan tarif cukai dapat menjadi sentimen positif bagi harga saham para emiten rokok. Alasannya, emiten dapat memperbaiki kinerjanya dengan cara meningkatkan volume produksi rokok. Oleh karena itu, Sukarno merekomendasikan
hold bagi investor yang sudah memiliki saham di HMSP dan GGRM. Sementara itu, bagi yang belum memiliki saham emiten ini, Sukarno merekomendasikan buy. Hingga akhir tahun, ia memasang target harga saham HMSP bisa mencapai level 3.970 dan GGRM di 90.000. Per perdagangan Senin (13/5), harga saham HMSP adalah sebesar Rp 3.490 dan GGRM Rp 82.100. Bernada serupa. Analis Jasa Utrama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengatakan, kenaikan utang cukai ini menunjukkan adanya kenaikan produksi. “Untuk itu, belakangan mulai beredar jenis rokok baru dari Sampoerna dengan biaya yang lebih murah. Hal ini dilakukan supaya masyarakat tidak terlalu sulit untuk membeli rokok dan pendapatannya terjaga,” kata dia. Akan tetapi, menurut dia kenaikan cukai ini juga disumbang oleh adanya peraturan pemerintah yang menetapkan sistem perhitungan utang cukai yang berbeda sejak 2018. Produsen rokok yang sudah besar terkena tarif cukai yang lebih tinggi dibandingkan produsen rokok dengan kelas di bawahnya. Meskipun mengindikasikan kenaikan produksi, Chris merekomendasikan investor untuk
wait and see atas saham emiten-emiten rokok. Menurut dia, investor bisa berdagang saham emiten ini di area
support dan
resistance yang kuat.
“Karena secara perusahaan masih cukup berat dengan peraturan cukai yang baru dan untuk industrinya sendiri masih belum menarik,” ungkap dia. Sebagai informasi, per kuartal I-2019, volume penjualan industri rokok adalah sebesar 68,7 miliar batang, turun 0,8% dari periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 69,3 miliar batang. Penurunan secara industri ini disebabkan oleh pergerakan persediaan barang pada kuartal pertama 2019 menyusul absennya pajak cukai pada Januari 2019. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi