Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dibayar dari Harga Tiket, Apa Kata Ekonom?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana untuk memfinalisasi utang kereta cepat Jakarta-Bandung yang berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB) sebesar US$ 550 juta atau setara Rp 8,3 triliun pekan depan. 

Namun, pelunasan utang ini tidak akan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan akan ditanggung oleh kas Kereta Api Indonesia (KAI) dan pendapatan dari penjualan tiket kereta cepat.

Mengenai hal ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menyatakan keraguan bahwa pendapatan dari penjualan tiket kereta cepat, yang kini dikenal sebagai Whoos, akan mencukupi untuk melunasi utang dan bunganya kepada China. 


Baca Juga: Indonesia Akan Teken Utang US$ 560 Juta dari China untuk Proyek Kereta Cepat

Menurut Bhima, bunga yang ditetapkan pada pinjaman ini diperkirakan akan lebih tinggi dari estimasi awal sebesar 2%. 

"Pendapatan dari penjualan tiket tidak akan mampu menutupi beban utang dan bunganya," ujarnya pada Kontan.co.id, Rabu (11/10). 

Oleh karena itu, KAI mungkin memerlukan Penyertaan Modal Negara (PMN) atau harus mencari pinjaman lain. Namun, Bhima menyebutkan bahwa mendapatkan pinjaman tambahan bukanlah hal yang mudah saat ini karena kreditur memerlukan jaminan dari negara. 

"Ada risiko dimana APBN harus menanggung hal ini," kata Bhima.

Baca Juga: Wamen BUMN Sebut Utang Proyek Kereta Cepat Tak Akan Dibebankan kepada Masyarakat

Menurutnya, jika APBN harus menanggungnya, akan ada dua pilihan sulit karena pertama, menyelamatkan keuangan KAI agar kereta cepat dan reguler tetap beroperasi, dan kedua, menunda beberapa proyek yang dibiayai oleh APBN. 

"Sebenarnya, utang yang ditanggung oleh KAI adalah utang APBN secara tidak langsung. Ini menjadi kekhawatiran karena dianggap sebagai utang yang tersembunyi," tambah Bhima.

Sementara itu, Vice President (VP) Public Relations KAI, Joni Martinus, menegaskan komitmen KAI untuk melunasi pinjaman dengan meningkatkan kinerja bisnis. 

Baca Juga: Mengapa China Perlu Jaminan APBN?

Selain dari penjualan tiket, pendapatan KAI juga berasal dari bisnis angkutan barang dan pengusahaan aset lainnya. 

"Kami berkomitmen untuk melunasi pinjaman melalui peningkatan kinerja bisnis," ujar Joni. Namun, saat ditanya mengenai kebutuhan PMN tambahan atau perkiraan waktu pelunasan hutang, Joni enggan memberikan jawaban.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli