Utang kreditur Batavia melonjak jadi Rp 2,5 T



JAKARTA. Penyelesaian kewajiban PT Metro Batavia runyam. Klaim utang yang diajukan kreditur ke perusahaan yang mengoperasikan maskapai Batavia Air melebihi aset yang dimiliki Batavia.

Dalam rapat kreditur uang berlangsung Jumat (22/3),  kurator palit PT Batavia mencatat kreditur yang mengajukan tagihan ke Batavia Air mencapai Rp 2,54 triliun.

Andra Reinhard, salah satu kurator Batavia Air menjelaskan, total utang Batavia Air ini berasal dari empat jenis kreditur. Perinciannya adalah utang dari kreditur konkuren sebesar Rp 1,47 triliun, utang kreditur istimewa Rp 519,68 miliar, utang kreditur separatis Rp 466 miliar, dan utang kreditur konkuren khusus agen dan tiket Rp 84,56 miliar.


Adapun yang termasuk dalam daftar kreditur separatis adalah pihak bank. Kreditur preferen adalah karyawan dan tagihan pajak. Sedangkan para pemegang tiket, agen travel, dan vendor, termasuk kreditur konkuren.

Sebagai informasi, pada rapat kreditur yang digelar pada 15 Februari silam di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, pihak debitur Batavia Air menyampaikan bahwa total utang Batavia Air Rp 900 miliar. Lonjakan klaim utang ini tentu saja membuat kurator makin repot membagi aset.

Saat inim aset yang tersisa dari Batavia Air tinggal secuil. Permata Daulay, salah satu kurator Batavia Air menjelaskan, berdasarkan penelusuran aset yang dilakukan kurator, dari perkiraan awal nilai aset sebesar Rp 800 miliar, jumlahnya sudah merosot hampir 50% yakni cuma sebesar Rp 425,81 miliar.

Bambang Wibowo, Direktur Keuangan Batavia Air menjelaskan, perbedaan nilai aset antara versi debitur dan versi kurator disebabkan karena ada aset yang luput di data. "Ada aset di depositkan senilai Rp 188 miliar," ujarnya.

Bambang bilang nilai buku aset yang disampaikan pihak kurator sebesar Rp 425,81 miliar itu karena ada perbedaan cara pandang. "Itu masalah akunting saja. Karena sebagian aset kami masih hak lessor," ujarnya.

Dijual sebelum pailit

Namun, kabarnya, merosotnya nilai aset karena terjadi pengalihan aset sebelum Batavia Air diputus pailit 30 Januari 2013 lalu. Sebagian asert Batavia diduga telah dijual, antara lain  gedung yang menjadi kantor Pusat Batavia Air, di Juanda Jakarta Pusat. Nilai penjualan aset diperkirakan mencapai Rp 40 miliar.

Odie Hudiyanto, Kuasa Hukum Pekerja Batavia Air mengungkapkan, penjualan aset ini dilakukan sekitar tiga hari sebelum ada putusan pailit. "Penjualan kantor pusat bisa diusut oleh kurator dan hakim pengawas," katanya.

Seorang sumber eks karyawan Batavia mengungkapkan manajemen Batavia memang sudah menawarkan penjualan gedung tersebut sejak Desember 2012. Tapi nilai transaksinya tidak mencapai Rp 40 miliar, cuma sekitar Rp 25 miliar–Rp 30 miliar," ujar sumber KONTAN tersebut. Sayang, dia tidak dapat menjelaskan siapa pembeli dari kantor pusat Batavia Air tersebut.

 Dalam rapat kreditur kemarin, muncul pendapat Hakim Pengawas agar melakukan penahanan kepada pemilik dan direktur atau debitur. "Kami setuju penahanan tapi tidak boleh gegabah. Harus dilihat sejauh mana kelalaian mengelola aset tersebut," ujar Turman Panggabean, salah satu kurator Batavia Air.

Dua nama yang dianggap bertanggung jawab yakni Yudiawan Tansari dan putrinya, Alice Tansari. Dua orang ini tak pernah menghadiri rapat kreditur dan hanya menugaskan kepada Cahya Subrata, Direktur Human Resource Development, Bambang Wibowo, dan Raden Catur, Kuasa Hukum Batavia Air.       n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: