Utang luar negeri swasta dipicu refinancing jelang kenaikan bunga The Fed



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Posisi utang luar negeri Indonesia per akhir November 2017 tercatat sebesar US$ 347,3 miliar. Angka itu tumbuh 9,1% year on year (YoY), lebih tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 4,8% YoY.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), jumlah itu terdiri dari ULN sektor swasta yang tumbuh 4,2% YoY menjadi US$ 170,6 miliar, lebih tinggi dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya yang hanya 1,3% YoY. Namun, kenaikan ini belum masih belum menandakan ekspansi sektor swasta.

Ekonom Maybank Indonesia Juniman mengatakan, lebih tingginya pertumbuhan ULN swasta tersebut, masih digunakan swasta untuk melakukan refinancing. Utamanya, untuk membayar utang-utang terdahulu yang telah jatuh tempo berbunga tinggi.


"ULN yang naik di sektor keuangan dan sektor lainnya. Pertambangan masih negatif. Karena mereka belum ekspansi usaha, lebih banyak refinancing," kata Juniman kepada KONTAN, Selasa (16/1).

Menilik data BI, sebagian besar ULN swasta memang digunakan untuk modal kerja, yaitu sebesar US$ 55,37 miliar. Sementara untuk refinancing sebesar US$ 20,45 miliar. Namun, ULN untuk modal kerja tersebut turun 3,69% YoY. Sementara ULN untuk refinancing naik 38,08% YoY.

Juniman juga mengatakan, refinancing dilakukan sektor swasta sebagai antisipasi kenaikan The Fed di Desember 2017 dan kenaikan The Fed di tahun ini. "Kenaikan The Fed membuat suku bunga dari loan juga akan naik dalam mata uang asing. Memang utang swasta biasanya naik sebelum kenaikan The Fed," tambahnya.

Meski tak terus menerus melakukan refinancing, ia memperkirakan ULN swasta belum akan naik cepat di tahun ini, khususnya importir. Penyebabnya, mereka masih wait and see karena pengaruh banyaknya kegiatan di 2018, seperti pemilihan kepala daerah (pilkada), kampanye pemilihan presiden (pilpres), Asian Games, dan pertemuan IMF-World Bank.

Sementara eksportir, diperkirakan akan melakukan ekspansi tetapi terbatas karena melambatnya kenaikan harga komoditas. Ekspansi ini, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan lebih kuat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia