KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah kembali naik hingga akhir Juli 2022. Berdasarkan dokumen APBN Kita, pada akhir Juli 2022 berada di angka Rp 7.163,12 triliun. Secara nominal, posisi utang pemerintah tersebut naik Rp 39,5 triliun dibandingkan dengan posisi utang pada akhir Juni 2022 yang sebesar Rp 7.123,62 triliun. Sementara itu, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 37,91%. Angka tersebut turun dibandingkan dengan rasio utang pada akhir Juni 2022 yang sebesar 39,56%. “Rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal,” tulis Kemenkeu dalam APBN KITA Edisi Agustus, Senin (15/8).
Secara rinci, utang pemerintah didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang kontribusinya sebesar 88,50%. Hingga akhir Juli 2022, penerbitan SBN yang tercatat sebesar Tp 6.339,64 triliun. Penerbitan ini juga terbagi menjadi SBN domestik dan SBN valuta asing (valas).
Baca Juga: Kemenkeu Bakal Terbitkan Dua Global Bond di Sisa Tahun 2022 Dalam rilis tersebut, SBN Domestik tercatat sebanyak Rp 5.033,99 triliun yang terbagi menjadi Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 4.121,43 triliun serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 912,56 triliun. Sementara itu, SBN Valas yang tercatat adalah sebesar Rp 1.305,65 triliun dengan rincian sebagai berikut, yaitu SUN sebesar Rp 978,73 triliun dan SBSN senilai Rp 326,92 triliun. Kemenkeu juga memaparkan, utang pemerintah tersebut ada kontribusi 11,50% dari utang pinjaman pemerintah hingga akhir Juli 2022 yang sebesar Rp 823,48 triliun. Pinjaman ini dirincikan dalam dua kategori yakni pinjaman dalam negeri sebanyak Rp 15,65 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 807,82 triliun. Untuk pinjaman luar negeri juga telah dijabarkan oleh Kemenkeu sebagai berikut yakni pinjaman bilateral sebesar Rp 271,72 triliun, pinjaman multilateral sebesar 493,02 triliun, dan pinjaman commercial bank sebesar Rp 43,08 triliun. Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (Rupiah), yaitu 70,49%. Selain itu, saat ini kepemilikan oleh investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57%, hingga akhir tahun 2021 yang mencapai 19,05%, dan per 11 Agustus 2022 mencapai 15,58%. "Pemerintah mengelola portofolio agar optimal, sehingga peningkatan utang pun telah diperhitungkan secara matang demi mendapatkan risiko dan biaya yang paling efisien," tulis Kemenkeu.
Baca Juga: Pemulihan Ekonomi Memperbaiki Posisi CDS Indonesia Kemenkeu menyebut, utang Pemerintah Indonesia masih berada pada level yang aman dengan risiko yang terkendali. Pengelolaan utang yang prudent, didukung dengan peningkatan pendapatan negara yang signifikan dan kualitas belanja yang lebih baik adalah bentuk komitmen dan tanggungjawab pemerintah dalam menyehatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada bulan Juli yang lalu, Lembaga Pemeringkat Kredit
Rating and Investment (R&I) dan Japan Credit Rating Agency (JCR) mengafirmasi peringkat kredit Indonesia pada posisi BBB+ dengan
outlook stable di tengah peningkatan risiko global. Hasil penilaian R&I tersebut didasarkan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang solid dan tidak lepas dari kebijakan yang tepat. Bahkan JCR memperkirakan utang pemerintah akan menurun secara gradual seiring perbaikan postur fiskal. Hasil penilaian R&I dan JCR kembali menguatkan posisi Indonesia di
Investment Grade, sebagaimana yang telah diafirmasi oleh Moodys, S&P, dan Fitch Ratings sebelumnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .