Utang pemerintah terus bertambah, apa kata ekonom?



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Keuangan mencatat, posisi utang pemerintah per akhir Agustus 2021 sebesar Rp 6.625,43 triliun.  Dengan jumlah tersebut, berarti rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga akhir bulan laporan sebesar 40,85%. 

Dalam paparan APBN KiTa September 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, jumlah utang tersebut mengalami peningkatan Rp 55,27 triliun dari posisi Juli 2021. 

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan, peningkatan utang pada bulan Agustus 2021 tersebut masih relatif aman dan terukur. Apalagi, di tengah kondisi perjuangan Indonesia melawan Covid-19. 


“Dengan berbagai macam kebutuhan, sosial, kesehatan, posisi ini masih dibenarkan, masih fair. Belum ada lampu merah untuk posisi utang yang saat ini, karena banyak negara juga yang lebih buruk,” ujar Riefky kepada Kontan.co.id, Senin (27/9). 

Baca Juga: Terancam gagal bayar, investor Evergrande menuntut uang kembali

Meski begitu, Riefky mengingatkan agar Indonesia tetap waspada. Apalagi, mulai akhir tahun ini sudah mulai ada wacana penerapan pengetatan kebijakan moneter (tapering off) dari The Federal Reserve. 

Kalau misal tapering off ini terjadi, maka bukan tak mungkin akan membawa dampak pada kondisi rupiah, sehingga implikasinya pada currency risk dan meningkatkan utang berdenominasi asing. 

“Kalau situasinya begini, apalagi kepemilikan SBN ini porsi asing masih besar, bisa saja uang yang kita keluarkan untuk pembayaran bunga utang makin besar,” kata Riefky. 

Baca Juga: Utang pemerintah naik, rasio utang terhadap PDB capai 40,85%

Dalam hal ini, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) juga harus berupaya dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah agar depresiasinya tidak terlalu tinggi. 

Namun, Riefky masih tetap optimistis nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran Rp 14.300 hingga Rp 14.500 per dollar AS di tahun depan, karena kondisi fundamental yang masih baik dan BI masih memiliki bantalan cadangan devisa yang kuat untuk stabilisasi nilai tukar rupiah. 

Selain itu, ini juga dengan catatan kondisi ekonomi Indonesia terus membaik dan tidak ada peningkatan kasus harian signifikan lagi sehingga perekonomian lebih cepat pulih. 

Selanjutnya: Harga minyak melonjak, bursa Asia cenderung hati-hati di awal perdagangan hari ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli