Utang Sritex Bisa Berkontribusi Besar dalam Kredit Macet Perbankan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Putusan pailit yang menerpa PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) telah menyalakan alarm kredit macet perbankan. Bagaimana tidak, utang perusahaan berkode saham SRIL ini memiliki nilai jumbo di sektor perbankan.

Setidaknya, jika mengacu pada laporan keuangan Sritex per 30 Juni 2024, total utang bank baik itu untuk jangka panjang maupun pendek berjumlah US$ 828,09 juta atau berkontribusi sekitar 51,8% dari total liabilitas yang dimiliki. Di mana, total liabilitas Sritex senilai US$ 1,59 miliar.

Mengacu pada kurs JISDOR BI pada 28 Oktober 2024, utang sritex yang ada di perbankan kalau dirupiahkan mencapai Rp 13,02 triliun. Utang tersebut berasal dari 28 bank yang merata baik itu bank swasta, bank BUMN, hingga bank asing.


Baca Juga: Komisaris Utama Sritex Ungkap Bakal Ada Strategi Besar untuk Selamatkan Perusahaan

Adapun, total utang tersebut setara dengan 7,68% dari total kredit perbankan yang sudah masuk dalam kategori Non Performing Loan (NPL) per Agustus 2024. Di mana, total kredit NPL bank secara industri pada periode tersebut senilai Rp 169,59 triliun.

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menjadi salah satu bank sebagai kreditur terbesar di Sritex hingga mencapai US$ 82,67 juta. Utang tersebut terbagi dua dari utang jangka pendek senilai US$ 11.37 juta dan utang jangka panjang senilai US$ 71,31 juta.

Meski demikian, Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA mengungkapkan bahwa saat ini BCA masih dalam kondisi kualitas kredit yang relatif sehat. Ia bilang hal tersebut tergambar dalam rasio LAR BCA mencapai 6,1% pada sembilan bulan pertama tahun 2024, membaik dari posisi setahun lalu di angka 7,9%. 

Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL) berada di tingkat yang terjaga sebesar 2,1% per September 2024. Itu tercatat tak mengalami perubahan dari periode sama di tahun sebelumnya.

Baca Juga: Potensi Delisting Sritex (SRIL) di Pasar Saham Usai Dinyatakan Pailit

Oleh karenanya, ia bilang BCA akan menghormati proses dan putusan hukum dari Pengadilan Niaga tersebut. Di sisi lain, BCA juga akan menghargai langkah hukum kasasi yang sedang diajukan oleh Debitur yang bersangkutan. 

“BCA terbuka untuk berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, termasuk dengan pihak kurator yang ditunjuk oleh pihak pengadilan dalam rangka mencapai solusi dan/atau penyelesaian terbaik bagi debitur dan seluruh kreditur yang ada,” ujar Hera, Minggu (27/10).

Selanjutnya, ada pula PT Bank Permata Tbk yang juga menjadi salah satu kreditur dari perusahaan tekstil yang berdiri tahun 1966 ini. Jika mengacu pada laporan keuangan Sritex per Juni 2024, utang yang dimiliki Sritex di Bank Permata senilai US$ 16,71 juta.

Hanya saja, Direktur Utama Permata Bank Meliza M. Rusli mengungkapkan bahwa per akhir September 2024, jumlah utang Sritex yang tercatat pada Bank Permata adalah sekitar US$ 37,9 juta, jika dirupiahkan setara Rp 596,13 miliar. Namun, ia tak mengiyakan jumlah yang lebih besar tersebut dikarenakan ada penambahan selama periode Juni 2024 hingga September 2024.

Baca Juga: Penyelamatan Sritex yang Terancam Pailit, Perlukah?

Lebih lanjut, ia bilang sebagai salah satu kreditur Sritex, pihaknya  akan melakukan upaya-upaya yang diperlukan untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang ada, khususnya terkait perkembangan terakhir atas informasi terkait upaya kasasi atas putusan pembatalan perdamaian (homologasi).

Editor: Noverius Laoli