Utang swasta turun bisa lambatkan kegiatan usaha



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat nilai utang luar negeri (ULN) Indonesia pada triwulan I-2018 sebesar US$ 358,7 miliar. Jumlah itu tumbuh 8,7% dibanding periode sama tahun 2017 (yoy). Dibandingkan pertumbuhan triwulan I-2017 yang sebesar 10,4% (yoy), angka itu menunjukkan perlambatan.

Perlambatan pertumbuhan ULN dipicu rendahnya ULN pemerintah dan swasta dibandingkan triwulan sebelumnya. Bank sentral mencatat, ULN swasta tumbuh melambat terutama dipengaruhi ULN sektor industri pengolahan dan sektor pengadaan listrik, gas, dan uap/air panas (LGA).

Secara tahunan, pertumbuhan ULN sektor industri pengolahan dan sektor LGA pada triwulan I-2018 masing-masing sebesar 4,4% dan 19,3%. Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya.


Sementara itu, pertumbuhan ULN sektor pertambangan meningkat dan pertumbuhan ULN sektor keuangan relatif stabil. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 72,2%, relatif sama dengan pangsa pada triwulan sebelumnya.

Sedangkan ULN pemerintah tercatat US$ 181,1 miliar yang terdiri dari SBN (SUN dan SBSN/Sukuk Negara) yang dimiliki oleh non-residen sebesar US$ 124,8 miliar dan pinjaman kreditur asing sebesar US$ 56,3 miliar.

Pertumbuhan ULN yang lebih rendah, menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman, membuat rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir triwulan I-2018 hanya di kisaran 34%. "Rasio tersebut, masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara peers," ujarnya, Selasa (15/5).

Berdasarkan jangka waktu, Agusman menjelaskan, struktur ULN Indonesia pada akhir triwulan I-2018 tetap didominasi ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 86,1% dari total ULN.

Dampak rupiah

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, turunnya ULN swasta menjadi imbas dari pelemahan nilai tukar rupiah dan dipicu faktor musiman. Biasanya, kuartal I memang cenderung rendah. Hal ini terjadi pasca-harga komoditas turun. Tahun ini di kuartal I memang lemah, investasi juga masih lemah, pertumbuhan kreditnya lemah, katanya

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menambahkan, dengan kondisi pelemahan rupiah saat ini, ULN swasta memang harus turun. Tapi risikonya kegiatan usaha melambat.

Untuk jangka panjang, Lana menyarankan pemerintah membatasi ULN dan mencari strategi lain menambah anggaran. Salah satunya meningkatkan penerimaan pajak. "Negara seperti Indonesia tidak bisa lebih dari 40% rasio utangnya karena akan dianggap tidak punya kemampuan membayar," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto